1 9

1.3K 146 14
                                    

Keesokan harinya, Nadine dibuat terpengarah melihat sosok didepannya. Disana, Nathan berdiri dengan santainya sambil sesekali memberi tanda tangan kepada fansnya.

Memang bukan masalah besar, jika itu di hotel yang ditempati pria itu. Tapi ini dihotel yang ditempati oleh Nadine. Sekali lagi, oleh Nadine. Belum lagi kejadian malam tadi masih membuat Nadine tak enak, ia fikir Nathan akan menghindarinya beberapa waktu.

Gadis itu menepuk dahinya sebelum menghela nafas berat. "Apa yang dia cari?"

Lama memperhatikan gerak gerik Nathan, pria disana akhirnya berbalik dan menatap kearahnya. Diangkatnya satu tangan untuk menyapa sebelum berpamitan dengan para penggemarnya.

"Hari ini pertandingan Theo, kan? Jadwal kami kosong, saya akan menemanimu kesana."

Nadine menunduk, jujur kondisi saat ini terlalu cepat hingga otaknya yang bahkan tergolong cerdas sulit mengimbangi.

"Ayo," ditariknya tangan Nadine untuk keluar dari sana. Nadine tersigap, ia melirik kebawah dimana tangan Nathan menggenggam tangannya secara sepihak.

Gadis itu menahan senyumnya sebelum akhirnya menyesuaikan jalannya dengan Nathan. "Tunggu. Ah anu terimakasih juga. Karena semalam begadang, Noah belum bangun."

Nathan melirik sambil tersenyum tipis. "Senang bisa membantumu."

"Tak apa?" Tanya Nathan saat genggaman tangannya cukup dikuatkan seolah sengaja meremas lembut tangan Nadine.

Nadine tersentak sebentar. Bukannya merasa cemas, lagi sentuhan pria ini hanya akan menyalurkan perasaan nyaman dan menyenangkan kedalam dirinya.

Perlahan tangan Nadine membalas genggaman tangan pria itu sambil membuang wajah. "Aku percaya kamu lebih mengerti Doha dibanding aku."

Tawa Nathan pecah, pria itu mengangguk. "Kenapa tidak mau melihat saya?"

"Pemandangan kota terlalu indah untuk aku melihat ke arah lain."

"Benarkah?"

Nadine mencoba tetap menahan senyumnya. Sungguh, selalu ada pemicu tertariknya ujung bibirnya jika Nathan berbicara kepadanya. Dan lagi, rasanya itu nyaman dan menyenangkan.

Nathan yang sejak awal menaruh perhatiannya kepada Nadine itu kembali tersenyum kecil. "Padahal saya ingin melihat senyuman itu, kenapa ditahan?"

***

Theo mencibir dari tempatnya, kini pria itu duduk disamping Nadine sembari memperhatikan kedua sejoli itu. Si satu yang ugal-ugalan, dan satunya lagi denial. Katanya.

Pertandingannya sudah selesai setengah jam yang lalu, namun ia memilih duduk bersama Nadine dan Nathan untuk melihat kualifikasi selanjutnya setelah mengamankan satu tempat untuk lanjut ke kualifikasi berikutnya.

"Noah mana?" Tanya Theo

Nadine menggeleng. "Ga mau bangun. Semalam dia main PS cukup lama."

"Yah, bagus sih." Imbuhnya sambil melirik kearah Nathan.

"Anw, congrats bro. Kudengar kalian berhasil mengalahkan Australia. Itu keren." Ucap Theo

"Terimakasih, permainanmu tadi juga sangat bagus."

***

Nathan dan Theo berdiri sambil bermain ponselnya masong-masing tatkala Nadine diminta untuk bertemu singkat dengan seorang paruh baya yang selama karirnya menjadi sponsor Nadine, tak main-main pria yang katanya tidak memiliki anak itu membiayai Nadine seperti putrinya sendiri semenjak debutnya.

"Jadi bagaimana dengan Nadine?" Tanya Theo, pria itu memasukkan ponselnya kedalam tas.

"Saya masih berusaha."

Nathan Tjoe-A-On -Targeting LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang