Semenjak hari itu, kondisi Nadine kembali memburuk meski tidak seburuk sebelumnya. Ia hanya terlalu parno jika keluar rumah, dan memilih tidak menonaktif ponselnya.
Tentu sama sekali bukan keputusan yang mudah baginya melakukan hal demikian. Melewati hari pertandingan Nathan yang sudah ia janji akan datang, tidak mengabari pria itu, serta meninggalkan latihannya.
Kembali kata-kata Jo saat itu menusuk masuk ke ulu hatinya.
"No one really wants bruised fruit, Nad."
Gadis itu menatap dirinya dipantulan kaca sebelum berteriak histeris. "Gue juga gamau rusak! Lo yang ngerusak gue, lo ga berhak ngomong gitu ke gue!"
"..kenapa disaat gue rasa gue punya kesempatan buat memperbaiki diri, lo datang dan ngerusak semuanya kembali, Jo?"
Nadine menunduk dengan buliran kristal yang tak berhenti keluar dari ujung matanya.
"Bapa, kenapa ujiannya seberat ini?"
"Apakah didepan sana, masa depanku terlalu cerah hingga kamu memberi ujian segelap ini?" Lirih gadis itu. Selalu, ia mencoba berfikir positif kepada Tuhannya jika ia berada di kondisi terpuruk.
***
Selesai memastikan. Nadine benar-benar tidak ada di stadion malam ini, kekecewaan akan kekalahan timnas terhadap Irak malam ini diiringi oleh kekecewaan tidak melihat gadis itu untuk dua kali pertandingannya terhitung semenjak friendly match sebelumnya.
Marselino menepuk bahu Nathan saat pria itu masih menatap ke para penonton, mencari sang dambaan hati namun naas tak ketemu meski sudah mencoba mencarinya berkali-kali. "Kamu kelihatan berantakan."
Nathan melirik kearah bungsu timnas itu sebelum tersenyum tipis. "Kekasihku tidak disini. Tidak ada kontak juga."
"Pacarmu kakaknya Noah, kan? Ah kufikir awalnya dia pacar Noah."
"Mengenalnya?"
"Kalau tidak salah pacarku bertemu dengannya beberapa hari yang lalu. Aku yakin itu tepat di hari latihan perdana kita."
Ah saat video itu.
"Katanya.." Marselino menjeda sebentar, mencari kata yang lebih simple dibanding terus mengucapkan kata 'pacarmu'
"Namanya Nadine."
Marselino tersenyum lebar, namun melihat raut Nathan, senyuman pemuda itu kembali menjadi garis datar dengan sarat takut.
"Ya, kata Nadia-pacarku, Nadine sempat berkelahi dengan seorang pria yang dipanggilnya Jo. Setelah itu Jo pergi meninggalkan Nadine dan Nadine mengucapkan terimakasih kepada Nadia sebelum langsung pergi dari tempat itu."
Nathan mengetatkan rahangnya. Nama Jo tentu tak asing, Theo pernah memberitahunya.
Kenapa Nathan tak bisa ada disamping Nadine saat itu? Bukankah itu akan kembali memicu traumanya? Pria itu menunduk dalam sambil menghela nafas berat.
"Tidak ingin menghampirinya?"
Nathan tersenyum kecil kearah Marselino sebelum menggeleng kecil. "Aku ingin. Tapi kita baru saja kalah, dia selalu mengingatkanku untuk fokus pada pertandingan dulu baru dirinya."
Tentu itu sulit bagi Nathan, apalagi saat ini perasaannya benar-benar membuncah-buncah terhadap gadis itu.
"Aku juga tidak mau ketahuan dan Nadine menjadi sasaran empuk orang-orang jika selanjutnya aku membuat kesalahan."
"Aku akan menghubungi Noah kalau begitu."
"Terimakasih, Lino."
***
Nadine terkejut kala membuka pintu dan melihat Noah bersama kedua orangtuanya tiba disana.
Gadis itu mundur perlahan namun tangan Noah menahannya.
"Nak, sudahi sembunyi-sembunyi nya, ya?" Ucap Bunda Nadine sembari mendekat kepada gadis itu. Menyentuh kulit dingin gadisnya yang sudah 5 tahun tak bertatap muka.
Ada sarat rindu diwajah Bunda maupun Ayahnya.
"Bun.. Yah.."
Ditariknya gadis itu kedalam pelukan sang Bunda sebelum Ayahnya serta Noah bergabung dalam pelukan itu.
Untuk pertama kalinya, lagi setelah 5 tahun, gadis itu merasakan pelukan hangat keluarganya.
Mata Nadine yang sejak awal memang sudah membengkak kembali mengeluarkan bulir air mata yang tak mampu ia tahan.
"I missed you, mom, dad. I really am miss you, i'm sorry.."
"Ssshh.. that's fine. That's fine, little girl." Bisik Nadeo—ayah Nadine.
I'm 25, but i'm still his little girl. Yes, even now.. i'm still.
"No matter how hard i try to run away, i'm still in the same place." Lirih Nadine ditengah tangisannya.
"That's it. Why would you run away in the first place?" Ucapan Nathalia—Bundanya berhasil membuat gadis itu semakin mengeratkan pelukannya. Rasa takut, cemas, dan lega bersatu secara acak.
"Walau Bunda dan Ayah jauh, kami selalu usahain buat ada untuk kamu, kami ada di pihak kamu, Nak."
"Bun.. Yah.. Nadine bukan gadis kecil ayah lagi. Bukan gadis manis yang dulu sering dengerin Bunda cerita tentang susahnya pergaulan di ibukota."
Gadis itu menahan nafasnya, sedangkan Noah? Pemuda itu turut menunduk merasakan sakit disetiap kata yang dikeluarkan kakaknya.
"...i'm not virgin anymore, Bun.. Yah.. aku rusak. Aku.."
"Nadine..?"
"Hiks.. hiks.. maaf, maaf mengecewakan kalian. Aku terlalu menggampangkan segalanya. Aku diperk*sa.. aku diperk*sa.." [maaf kalau katanya kurang halus huhu]
Mendengar tangisan putrinya tentu membuat kedua orang tua Nadine merasakan sakit dihatinya.
Suara tangisan yang belum pernah mereka dengar. Seingat mereka, tangisan Nadine sebatas saat gadis itu pertama kali merasakan udara menusuk tubuh mungilnya, saat gadis itu terjatuh saat belajar berjalan, saat gadis itu tidak mendapatkan apa yang ia inginkan di masa toodlernya, dan saat gadis itu berhasil mendapat undangan tim nasional. Semua tangisan itu tak jauh berbeda.
Namun yang kali ini, untuk pertama kalinya mereka dengarkan.
Apakah selama lima tahun ini, gadis kecil mereka menghadapi semuanya hanya didampingi dukungan adik kecilnya tanpa orangtua?
Rasa tak berguna seketika merayap menghiasi hati kedua pasangan itu. Mereka yang memutuskan menikmati masa tua dengan romantis di Kota tempat mereka tumbuh tidak mengetahui putrinya mengalami hal yang mengerikan di kota besar Metropolitan ini.
"There, there. Do you hear me?" Bisik Nadeo sambil mengelus lembut rambut putrinya.
Nadine tidak menanggapi selain sebuah anggukan kecil yang diberikan.
"My dear, my little girl. Siapa yang mengatakan kamu bukan putri kecil ayah dan ibu lagi? Kamu tetap kamu, our proud little girl."
"Let's talk about it, kalau kamu cukup tenang ya? Kita masuk dulu."
"Tenang sayang, kami tidak menghakimi mu. Tenangkan dirimu dulu, ya?"
***
TBC
Hari ini bakalan double, satunya bakal agak maleman
KAMU SEDANG MEMBACA
Nathan Tjoe-A-On -Targeting Love
Short StoryNathan Noel Tjoe-A-On fanfiction!! ___ Belum ada sinopsis ___ Written by: lullapyms