32

968 140 22
                                    

Nathan mengecup lama pucuk kepala Nadine kala ia bersiap memasuki bandara.

"Berita apapun yang kamu terima, tolong percaya saja aku tidak melakukan hal yang akan mengecewakanmu."  Ucap Nathan, tangan kanannya mengusap lembut pipi Nadine.Gadis yang diberitahu menjawab dengan anggukan patuh.

"Aku akan merindukanmu."

Nathan tersenyum gemas. "Kenapa mencuri bagianku? Harusnya aku yang mengatakan itu."

Nadine terkekeh kecil sebelum mengangguk. "Aku akan mendiskusikannya dengan ayah dan bundaku tentang undangan mama dan papamu."

"Hanya mama dan papa, honey. They will be your mama and papa too. Soon." Nathan mengoreksi ucapan Nadine sebelum menekan lembut hidung gadis itu.

Nadine mencibir dengan bibir yang berusaha menahan senyum. "Ya, ya. Maaf."

"Jadi, aku pergi ya?"

"Okey. Hati-hati."

***









Rotterdam. Tolong beritahu Nathan bahwa kedua sahabatnya ini adalah sepasang iblis. Seharusnya Nathan ikut dimobil bersama keluarganya untuk kembali ke rumah, bukannya hanya kopernya, bukannya harus duduk di kursi penumpang mobil Stijn memperhatikan pria itu dan kekasihnya bergandengan mesrah menuju karaoke.

"Sungguh, bukankah seharusnya aku istirahat dulu?"

Ruby berbalik sambil mendengus. "Sungguh, tidakkah kamu mengasihani dua sahabatmu yang sudah sangat merindukan menghabiskan waktu bersamamu ini?"

Nada bicara Ruby yang dibuat-buat membuat Nathan ikut mendengus.

"Oh ya, bagaimana tentang gadis Asiamu? Kalian masih bersama?" Tanya Stijn sambil menatap Nathan dari kaca ditengah mereka.

"Apa yang kamu bicarakan? Tentu saja."

Ruby mengangguk-angguk. "Siapa namanya? Nadi ya?"

"Nadine."

"Ya, ya. Siapapun itu."

Tak lama ponsel Ruby berdering membuat gadis itu berhenti untuk melanjutkan ucapannya.

"Loh, Marcha menelponku,"

Nathan hanya menatap keluar jendela dengan wajah bosannya. Seolah ia tak peduli dengan apapun itu yang berkaitan dengan mantan kekasihnya tersebut.

"Cha?"

"..."

"Hell, are you cryin? So where are you now?"

"..."

"You can't be serious Cha. Aku tidak jauh dari bandara, i'll be there in minutes, okay?"

Ruby menepuk bahu Stijn dengan panik. "Kembali ke bandara. Marcha disini."

"Loh? Bukannya baru sekitar dua minggu dia balik ke New York?"

"Ah! Jangan banyak tanya. Dia menangis dan kedengarannya sangat ketakutan. Jemput saja dulu."

"Tapi Nathan—"

Nathan berbalik. "Tidak masalah, lakukan saja. Aku juga mau tidur sebentar."



Nathan menyesalinya. Seharusnya tadi ia ambil sebagai kesempatan untuk turun ditengah jalan dan memesan taxi meninggalkan sepasang iblis itu.

Kini suara wanita disampingnya dan bagaimana Ruby terus mengoceh sungguh membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang.

Pukulan telak mengenai pipi Nathan saat akhirnya pria itu mau membuka mata dan mendapati wajah garang Ruby.

Nathan Tjoe-A-On -Targeting LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang