31

1.5K 160 15
                                    

Nathan bisa memperhatikan raut masam kekasihnya kala gadis itu duduk disampingnya dan hanya akan kembali seperti biasa jika ia duduk ditempat selain samping Nathan.

Berkali-kali berfikir, ia sama sekali tak mendapatkan jawaban penyebab perilaku gadis itu membuatnya frustasi.

"Loh, kamu ga sama Nadine? Dia malah ke pantai bersama Noah, tuh?" Tegur Joy

Nathan melirik kearah kakaknya. Entah kenapa kakaknya nampak menyebalkan hari ini.

"Bodoh."

Joy melototkan matanya sebelum melemparkan Nathan kulit sisa semangkanya tepat mengenai dada pria itu yang kebetulan shirtless.

"Kenapa tiba-tiba mengataiku bodoh, bodoh?"

"Karena pertanyaanmu bodoh, bodoh."

"Hah? Si bodoh ini cari mati ya?"

Joy hendak melompati Nathan namun berhasil digagalkan oleh kekasihnya yang menarik bajunya.

"Hei-hei, kenapa tiba-tiba berkelahi?"

"Si bodoh itu mengataiku bodoh."

"Kenapa malah aku yang bodoh, kamu yang bodoh." Ucap Nathan sebelum meninggalkan ruang santai villa itu. Memilih bersiap untuk menyusul Nadine diam-diam.

"Kenapa bertengkar?" Tanya Colin—kekasih Joy saat pria itu bersender dikusen pintu Nathan.

Nathan berbalik, merapikan sedikit rambutnya sebelum berjalan mendekat. "Dia menyebalkan."

"Tapi dia bilang dia hanya bertanya kenapa kamu tidak bersama Nadine?"

Nathan menipiskan bibirnya. Benar. Kenapa dia sesensitif ini? Memalukan.

"..aku juga tidak tahu. Menyebalkan saat aku sedang memutar kepala kenapa Nadine terus mendiamkanku dan dia tiba-tiba bertanya."

"Lalu kamu mau kemana?"

"Menyusul Nadine,"

"Memangnya kamu tahu dia ke pantai mana?"

Nathan mengangguk, menunjukkan location yang dibagikan oleh Noah pada ponselnya. Tentu Noah melakukannya dengan diam-diam, tak salah Nathan mendekatinya dulu.

"Perlu ditemani?"

Nathan menggeleng. "Tidak perlu, aku akan sekalian menjernihkan fikiranku."

"Ya sudah hati-hati. Awas bertemu para cegilmu."

"Cegil?"

"Aku banyak membacanya di medsos. Bukankah itu sebutan untuk para fans fanatikmu?"

Nathan menggeleng dengan senyuman tipis. "Terserahlah."

Apa aku cegilnya Nadine juga? [Cogil bang😭]

Nathan memperhatikan Nadine dan Noah dari tempatnya diam-diam. Kembali diingatkan bahwa persaudaraan dua orang disana sangat erat.

Melihat bagaimana bibir Nadine terus bergerak dengan wajah murung membuat Nathan yakin gadis itu tengah menyurahkan isi hatinya kepada Noah.

Nathan menutup matanya sebentar. Sungguh, aku salah apa sih?





"Kamu cemburu?" Noah bertanya dengan alis terangkat.

Nadine perlahan mengangguk. "Isi sosial mediaku hanya berisi konten yang mencocok-logikannya dengan gadis itu,"

"Tapi kamu tahu, Nathan tidak seperti itu. Buktinya bahkan saat dia bertemu dengan mantannya dia mengabarimu, kan? Kali ini mungkin menurutnya tak penting. Makanya dia mengabaikannya saja." Dasarnya calon adik ipar yang terlanjur memberi lampu hijau, Noah berusaha meyakinkan Nadine.

Namun bukan hanya itu, Noah akan berpihak jika kegelisahan Nadine itu memiliki bukti. Namun kali ini gadis itu hanya terbawa asumsi netizen.

"Tetap saja. Apa dia sudah tak sayang padaku?"

"Kak.. mana mungkin. Kamu melihat wajah bingungnya saat kamu terus menghindarinya, kan?"

Nadine berusaha mengingat sebelum mengangguk pelan.

"Aku juga mengenal Sabreena kali, kak. Dia tahu Nathan kekasih kakakku dan dia kemari kebetulan karena ingin bertemu dengan teman-temannya, sungguh."

"Kalau gitu aku salah ke Nathan dong,"

Noah menatap kakaknya gemas sebelum mengacak rambutnya dengan sedikit brutal.

"Tuh sadar. Kasihan tahu. Wajah kebingungannya cukup menghiburku, tapi juga membuatku kasihan."

Nadine memeluk lututnya sambil menenggelamkan wajahnya disana. "Aku malu.."

"Tidak masalah, minta maaf saja nanti."

Nadine mengangguk.

Mungkin karena usianya yang semakin bertambah, Nadine benar-benar merasa dirinya bersalah dan mengakuinya. Bahkan tidak ada setitikpun rasa egonya tidak mau meminta maaf."

"Mau ngobrol sama kak Nathan sekarang, ga?"

"Maksud kamu?"

Noah mengarahkan wajah Nadine kearah pria yang sedang memperhatikannya dari jauh sana. Nampak pria itu tersigap kikuk sebentar sebelum menaikkan tangan kanannya guna menyapa.

Nadine terkekeh kecil. "Bagaimana Nathan bisa kemari?"

"Aku share location."

"Noah, apa sekarang kamu bukan hanya adikku lagi?"

Noah terkekeh kecil sebelum menarik tangan Nadine menuju meja Nathan. "Mana mungkin. Kakakku satu-satunya saat ini adalah kamu. Beda lagi jika kalian sudah ke jenjang yang lebih serius."

Nadine menatap punggung Noah dengan senyum tulus. Adiknya benar-benar penyayang. Rasanya kurang mengenakkan kala menyadari anak itu semakin lama semakin dewasa.

"Apasih, omongannya kejauhan."

"Loh, kan target kakak nikah di usia 26. Sekarang kamu 25. Aku lihat juga kak Nathan serius ke kamu kok."

"Apapun itu, Noah."

Tak lama keduanya akhirnya sampai didepan meja Nathan. Noah memperbaiki kerah kemejanya sebelum mendudukkan kakaknya disatu kursi samping Nathan.

"Teman-temanku yang lain juga ada disini. Aku pergi dulu, ngobrol ya."

Nadine menatap Nathan dengan wajah tak enak. Begitupun Nathan menatapnya dengan raut bersalah meski ia tak tahu salahnya dimana.

"Aku minta maaf."

"Maafkan aku."

Keduanya saling mengucapkan hal yang sama. Nathan menaikkan alisnya. Kenapa tiba-tiba minta maaf?

"Kenapa kamu minta maaf? Bukankah kamu mendiamiku karena aku bersalah? Aku yang harusnya meminta maaf."

Nadine menggeleng. "Tidak. Salahku. Aku hanya sedang fase pra bloody moon. Emosiku kurang stabil dan akhir-akhir ini sosial mediaku diisi dengan cocoklogi antara kamu dengan gadis lain.. aku merasa cemburu."

Setelah mengerti maksud Nadine. Nathan langsung tertawa geli.

"Kenapa ketawa?" Nadine menurunkan bibirnya, sungguh ia merasa malu saat ini. Kecemburuannya yang tidak berdasar memang hal konyol.

"Ah sorry-sorry." Nathan menghela nafas panjang sebelum menggeser kursi Nadine agar lebih mendekat kearahnya.

"Aku paham. Maafkan aku ya? Kufikir itu bukan hal besar. Jadi aku tidak mempermasalahkannya. Apa perlu ku unfoll instanya?"

Nadine terdiam sebentar sebelum melirik kearah Nathan. "Memangnya boleh?"

Merasa gemas, Nathan menarik wajah gadis itu agar bersandar dibahunya. "Tentu, honey. Aku hanya perlu meminta izin dan langsung mengunfollnya."

Nadine lalu menggeleng. "Tidak perlu, deh."

"Kenapa?"

"Rasanya itu berlebihan. Tidak masalah. Lagipula kamu milikku."

Nathan menaikkan alisnya lalu tersenyum, mengecup pucuk kepala gadis itu. "Right, that's the point, honey."

***

TBC

Nathan Tjoe-A-On -Targeting LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang