3

2.3K 158 0
                                    

Nathan menatap Nadine dengan alis berkerut dari kaca mobilnya, Nadine yang akhirnya merasa risih dengan tatapan itu akhirnya membalas tatapannya.

"Kenapa?" Tanyanya

Nathan menghela nafas panjang, "saya bukan supir. Saya juga tidak bisa fokus mendengarkan arahan kamu kalau kamu duduk disana." Ucapnya

Pria itu lalu melirik kekursi penumpang samping kemudinya, "disini juga kosong."

Nadine mengerjap kaget sebentar sebelum tertawa kecil, "ah maaf. Sudah lama sejak aku jalan berdua selain dengan supir driver online, jadi aku cukup kebiasaan." Gadis itu lalu pindah ke tempat disamping Nathan.

"Sudah, kan?"

Nathan mengulas senyum tipis sembari mengangguk.

"Saya masih canggung dengan jalan di sini, jadi maaf jika kamu tidak nyaman."

Nadine mengangguk seadanya. "Tapi untuk ukuran turis kamu cukup berani mengendarai mobil sendirian ditengah hiruk pikuk kota Metro,"

"Turis?"

"Bukankah kamu seorang turis?" Nadine kembali melontarkan pertanyaan.

Nathan berhenti kala lampu jalanan berubah merah. "Saya orang Indonesia, kok."

Nadine menaikkan satu alisnya, "bercanda?" Namun setelah memperhatikan wajahnya, memang cukup familiar untuk menjadi wajah-wajah Indonesia, namun tetap saja, cara bicara dan garis wajahnya yang juga asing membuat Nadine tak berfikir kearah sana.

Nathan tersenyum tipis. "Saya benar-benar orang Indonesia. Saya pindah kewarganegaraan sudah hampir 2 tahun."

Nadine mengangguk paham. "Pindah kewarganegaraan? Jarang orang melakukan hal itu."

Nathan menggeleng kecil. "Kamu sungguh tidak mengenal saya?"






"Apakah mengenalmu adalah kewajiban?"

Nathan terdiam sebentar. Ini kali keduanya melihat gadis disampingnya dan sudah sekian kalinya ia dibuat takjub dengan alasan yang ntah apa.

"Tidak juga."



***

Tahun akhirnya berganti, Nadine sudah melewati kualifikasi 2023 Asia Championship yang sebelumnya ia rencanakan dengan matang, namun kembali ia harus pulang dengan kekecewaan meski mendapatkan hasil yang memuaskan.

Gadis itu hanya mampu melaju hingga ke empat besar, sedangkan untuk mengikuti ajang olimpiade Paris beberapa bulan yang akan datang ia harus menduduki minimal posisi kedua di bidangnya.

Gadis itu seperti biasa, memasuki cafe untuk mendapatkan bread dan kopi kesukaannya sebelum melenggang begitu saja. Jika perlu untuk dihitung, mungkin sudah sekitar 3 bulan semenjak ia bertemu pria bernama Nathan itu.

Setelah mengantarkan Nadine ke cafe yang sama dengan cafe yang baru saja menjadi tempat Nadine keluar.

Nadine lalu memasuki mobilnya, mobil dengan aksen pink tentu saja menjadi bukti bahwa Nadine masih sama seperti gadis lainnya yang mencintai hal-hal yang berbau feminim.

Tak sengaja tangannya menyenggol dashboard mobilnya hingga terbuka, nampak dua tiket nonton serta satu buah tiket pesawat yang masih tidak beranjak dari sana.

"Sepak bola juga bisa menjadi harapan kita untuk terbang ke Paris. Temenin gue nonton please?"

"Maless, gue ga ngerti bola-bolaan."

"Ya, nemenin gue aja? Lo ga kasian gue udah booking pesawat pake nama lo, booking tiket nonton juga?"

"Masalahnya lo ngajak gue ke luar negeri anjir, berdua doang lagi."

"Kayak gue bakal ngapa-ngapain lo aja. Ayolah, duit emang masih bisa dicari tapi yakali kita lewatin yang satu ini!"

Nadine mendengus mengingat percakapannya dengan Theodore. Ia lalu menghela nafas sembari melirik kearah beberapa paperbag dibelakangnya yang berisi pakaian yang akan dibawanya kesana.

Ia hanya pura-pura menolak, mana mungkin menolak tawaran keluar negeri gratis, apalagi ini Qatar salah satu wishlist Nadine sendiri.


****

Tbc
5 vote for the next chapter

Nathan Tjoe-A-On -Targeting LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang