10

1.7K 135 10
                                    

Nadine kini duduk diam disofa ruang tamunya. Fikirannya kembali berputar ke sore tadi dimana ia lagi-lagi keluar tanpa Theo atau Noah didekatnya.

Hanya dia dan Nathan.

Tangannya bergerak naik menyentuh dadanya. Berbeda, saat ini detak jantungnya sangat normal, namun saat berdua dengan Nathan itu bisa berdetak 5 kali lebih cepat dari normalnya.

Apakah aku jatuh hati? Nadine merutuki fikiran sesaatnya itu. Rasanya ia tidak berhak. Apalagi kepada orang baru.

Orang baru dengan masa depan yang pastinya sangat terang itu.

"Kristus.. jika benar hati ini menyimpan rasa kepadanya. Mohon hilangkan perasaan itu. Nathan tidak pantas diminati oleh wanita gagal sepertiku."

Nadine paham seberapa tidak pantasnya dirinya, seseorang yang memiliki masa lalu gelap baknya malam hari yang gelap gulita mana pantas menyimpan rasa kepada pria yang seteduh pagi itu.

Noah sendiri bersandar didinding dapurnya. Mendengar ucapan kakaknya yang lagi-lagi merendahkan dirinya sendiri cukup menyakiti hatinya.

"Kristus.." lirihnya

***

Saat ini Nadine bersama Noah berada disebuah pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhan rumah sehari-hari.

Karena Noah akhirnya lulus SMA, akhir-akhir ini ia sering mencoba berbagai menu masakan, katanya agar Nadine tidak memakan junkfood mulu.

"Jangan dibeli kalau gatau cara masaknya, ah." Ucap Nadine menahan tangan Noah, pasalnya tidak enak juga jika sayuran yang dipilih Noah itu nantinya hanya tinggal dikulkas hingga rusak.

Noah mendorong dahi Nadine. "Kakak bagian ngedorong aja. Aku bisa masak apa aja. Banyak tutor."

Nadine mendengus, ia bersender di trolinya namun juga tersenyum menatap punggung adiknya yang kini jauh lebih tinggi darinya.

Mah, Pah, Noah tumbuh sebesar ini dan secare ini ke aku. Harusnya aku yang banyak ngurusin dia, tapi ini kayak dia kakaknya.

"Disuruh dorong malah ngelamun, sini kak!"

Kurva bibir Nadine menurun mendengar teriakan adiknya. Yah masih kurang sopan aja sih.

Saat Noah sibuk memilih sayur dan Nadine mengambil beberapa buah, Noah melirik kearah Nadine.

"Kak, tau ga trauma masa lalu itu akan sembuh kalau kamu jatuh cinta ke orang yang tepat?"

Nadine melirik adiknya itu. Ia mendengus dan mendorong trolinya hingga berhenti disamping adiknya.

"Anak kecil tau apa soal cinta-cintaan?" Ledeknya

Noah ikutan mendengus. "I'm fuckin 18 this year, kak."

Nadine dengan cepat mencubit perut adiknya. "Kamu ngomong gitu diajarin Theo, ya? Aku bakal larang Theo kerumah mulai saat ini." Ucap Nadine cepat

Noah nampak menaikkan bahu tak peduli. "Kenapa berani melarang? Karena udah ada kandidat baru yang berhasil ngatasin trauma kamu?"

Nadine memilih abai untuk adiknya itu.

***

Theo melemparkan sebotol air kearah Nadine yang langsung ditangkap oleh gadis itu.

"Nice shoot." Ucapnya tak lupa menepuk bahu Nadine.

Nadine tertawa hambar. "Tetap saja, ga sempat bawah nama Indonesia ke Olimpiade itu."

Theo menghela nafas berat sebelum tersenyum, mencoba meyakinkan gadis itu. "Kalau begitu teruslah berlatih, fokus dan fokus."

Nadine mengangguk dengan senyum tipis. "Theo, terimakasih."

Nathan Tjoe-A-On -Targeting LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang