"Kunci semua pintu, Da. Kamu pulangnya lewat pintu belakang."
"Oke."
Ida pulang pukul sepuluh, setelah semua pekerjaan rumah beres. Gampang mengiakan perkataan Binar, tidak seperti Arum yang banyak tanya dan ini-itunya.
Arum ada kuliah hingga malam dan sudah bilang tidak menginap di sini. Sakha juga tidak ada tanda-tanda mengganggu. Sempat dia lihat dari jendela, rumah depan tampak sepi. Mungkin pergi dengan ibunya.
Dengan begini Binar bisa menikmati hari tanpa interupsi dan polusi suara.
Setelah satu minggu lebih, akhirnya pagi Binar terasa tenang dan damai. Dia akan menghabiskan waktu seharian dengan merajut dan menonton serial. Tapi harus melewatkan berjemur karena mendung sudah menggantung sejak semalam. Mungkin gara-gara Sakha menerbangkan layangan kemarin.
Binar tahu tidak ada hubungannya. Biarkan dia mencela lelaki itu.
Harapannya tidak semua terkabul. Arum muncul jam sebelas. Lewat pintu belakang.
"Kok pintu depan sama samping dikunci sih, Mbak? Aku disuruh bongkar genteng masuknya? Dipanggilin juga nggak nyahut. Udahlah nyalain TV, masih pake earphone."
"Kamu bolos?"
"Diganti hari semua. Aku ngampus cuma ke perpus sama ngantin bentar. Tapi nanti agak sore dijemput temen, mau nugas." Arum melepas sepatunya. Hilang ke kamar mandi sebentar dan lompat ke sofa. Meringkuk. "Sumpah dingin banget. Belum hujan padahal. Mas Sakha tadi ke sini nggak?"
"Nggak tuh."
"Tugasku kemarin dapet A+, dipuji dosen juga. Pengin ngasih tahu dia."
"Nggak usah."
Arum mendecih. "Cemburu ya adiknya punya kakak lain?"
"Biasa aja."
"Rumahnya kosong. Tadi aku mampir, ngetuk pintu tapi nggak ada yang nyahut."
Binar bersorak di dalam hati. Benar-benar satu hari yang akan berjalan amat tenang dan mengalir.
"Nggak mungkin kan udah balik Jakarta?" Ternyata Arum diam karena sedang menduga-duga.
"Bagus kalau udah balik."
"Masa nggak pamitan sih? Nggak mungkin deh." Mematahkan asumsinya sendiri. "Atau Tante Retno sakit? Mobilnya nggak ada. Coba chat Mas Sakha, Mbak."
"Buat apa?"
"Chat doang."
"Terus nanya apa?!"
"Tanya lagi di mana."
"Nggak!"
Arum mengubah posisinya jadi duduk. Membujuk dengan senyum manisnya. "Bukannya udah akrab, hm? Kemarin sore main layangan bareng."
"Terpaksa."
"Terus pagi ini Mas Sakha nggak recokin, rasanya gimana? Ada yang hilang?"
Binar tertawa hingga terpingkal. "Kamu nggak lihat?" Menunjuk mukanya sendiri. "Kurang jelas semua raut bahagia ini, Rum? Masih nanya?"
***
Pukul dua siang. Tante Retno sudah terlihat ada di rumah. Tapi anak bandelnya belum. Arum yang memberi laporan setelah diam-diam bertandang ke rumah depan.
"Pantes sepi. Tante Retno dari pagi ke rumah anaknya dan ternyata Jio rewel. Mas Sakha dari subuh ikut abangnya kunjungan Gubernur. Panen raya atau apa tadi. Belum termasuk acara jamuan sama hiburan. Padat acaranya."
"Emang dia penting?"
"Katanya sih suruh fotoin. Bagian dokumentasi. Dua hari acaranya."
Binar tersenyum lebar. Arum menuding sepupunya itu. "Seneng banget kayaknya Mas Sakha sibuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Wins All [End]
RomanceHe fell first, he fell harder. Orang-orang bilang namanya seterang karirnya. Orang-orang mungkin salah. Hidup Binar kembali ke titik ini lagi. Cahayanya redup. Karirnya kandas, mimpinya selesai. Sampai kemudian seseorang datang. Dibanding anugerah y...