"Ada yang datang ke rumah, Ka. Nyari kamu."
Sakha menghentikan tembakan pistol airnya, memberi kesempatan Jio untuk maju dan membalas serangan lebih dekat. Sesekali tembakan air masuk ke telinga Sakha. Membuatnya bergidik.
"Bentar, Yo, bentar." Tidak cuma ke telinga, air juga masuk ke mulutnya.
Menghujani ibunya dengan pertanyaan. "Binar balikin apa kali ini, Bu? Bukan piring ya? Tapi dia nyari aku? Mau dianter ke mana emangnya? Bilang ke Ibu nggak?"
Ibu menghela napas. Menyadari dua anak ini tidak boleh sering-sering main bersama. "Astaga, kalian pagi-pagi udah kuyup! Jio, mana mamamu?" Ketimbang menjawab repetan putranya.
Ibu segera masuk rumah dan membawa handuk keluar, membungkus tubuh cucunya sebelum menggigil. Menahan omelan di depan Jio. Ganti mendekapnya supaya tidak kabur.
"Jio yang ngajakin, Bu."
Ibu mengibaskan tangan ke Sakha. "Sana pulang. Temui tamumu."
"Binar masih nungguin?"
"Kepalamu isinya cuma dia? Bukan Binar." Ibu tampak serius. "Naira."
Seketika Sakha melempar pistol air ke rerumputan kemudian pulang dengan langkah lebar.
"Siapa, Uti?"
"Calon istrinya Om Sakha."
"Bukan perempuan yang di depan rumah Uti ya?"
"Bukan."
"Terus yang mana?"
"Rumahnya jauh, Yo."
"Kenapa bukan yang di depan rumah Uti aja?"
"Jio kalau udah besar nanti akan ngerti."
***
Sakha memelankan langkah saat hampir sampai. Dia mendapati Naira berdiri di tengah jalan dan takzim menghadap ke utara.
"Kenapa nggak duduk? Meski jalanannya sepi, suka ada rombongan domba nggak tahu diri."
Naira menoleh dan tersenyum. Lalu meneliti penampilan Sakha. "Aku nyasar dua kali tahu, Mas."
"Nekat banget sih. Bilang Mama nggak?"
"Bilang kok meski dimarahin dulu. Katanya naik kereta aja biar aman. Tapi aku pengin nyetir. Berangkat habis subuh."
Naira tahu alamat ini dari paket-paket yang dikirim Sakha.
Sakha urung menawarkan pelukan karena dirinya basah. "Suka banget bikin Mama marah." Berniat menggandeng tangan Naira untuk menyingkir dari jalan.
"Itu rumahnya Kak Binar?"
"Iya."
Tampak antusias. "Dia lagi di rumah? Ada jemuran soalnya. Pengin ketemu, kenalan langsung."
Sakha masih memegang tangan Naira dan sempat bergeming. Naira tahu Binar dari cerita-ceritanya selama ini. Tapi dia belum menceritakan kepulangan Binar yang mengejutkan, serta kondisinya saat ini.
"Pantes Mas betah."
"Aku awalnya juga kaget dia di rumah."
"Aku pengin ketemu. Boleh, kan?"
Tidak menjawab, tapi Sakha melepas tangan Naira. Membiarkan perempuan itu berjalan melewati pagar rumah Binar.
Sakha mengikuti setelah beberapa langkah. "Dari samping, Nai. Biasanya dia lagi berjemur."
"Berjemur?"
"Nanti kamu tahu sendiri."
Naira berbalik, berjalan pelan dan mundur. "Dia kaget lihat aku nggak ya? Aku jadi deg-degan. Dia kenal aku kan, Mas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Wins All [End]
RomanceHe fell first, he fell harder. Orang-orang bilang namanya seterang karirnya. Orang-orang mungkin salah. Hidup Binar kembali ke titik ini lagi. Cahayanya redup. Karirnya kandas, mimpinya selesai. Sampai kemudian seseorang datang. Dibanding anugerah y...