️Penting:
Sebelum lanjut baca chapter ini, coba panjat dulu ya. Cek sudah baca chapter 33 atau belum. Kemarin aku update tapi gak muncul notif soalnyaa😭
***
Jam lima lebih dua menit. Binar menunggu di dapur terbuka. Justru Sakha yang terlambat. Binar sungkan memasuki rumah utama. Lelaki itu menempati kamar di sana. Apalagi pintu besar berbahan jati itu masih tertutup rapat.
Sebelum Binar memutuskan menelepon, Sakha akhirnya muncul. Tapi ekspresi lelaki itu sedikit mengernyit. Wajahnya agak pucat.
"Kamu sakit?"
"Salah makan kayaknya pas keluar kemarin."
"Keluhannya apa aja? Aku coba tanyain temen medisku di vila sebelah. Dia bawa obat-obatan."
"Udah nggak apa-apa. Buat gerak pasti enakan. Yuk jalan."
Di tangan kanan Sakha tergantung kamera digital. Dia punya banyak footage sunrise dari berbagai kota yang pernah dia kunjungi. Bali pun ada. Tapi kali ini perginya dengan Binar. Siapa tahu sunrise-nya makin indah.
Karena takut kaki Binar belum kuat untuk jalan jauh, Sakha berhenti di menit ke sepuluh. Melangkahi pembatas jalan dan duduk di atasnya. Menepuk tempat di sebelahnya. Menyuruh Binar yang masih berdiri di jalan aspal agar menepi dan mengikuti jejaknya.
"Baru jalan bentar udah duduk."
Sakha sigap mengulurkan tangan saat Binar hendak melangkah duduk. Lalu mengatur kameranya, menangkap garis langit timur.
Binar diam, belum mengajak bicara, bukan karena melihat Sakha sedang serius mengambil foto atau entah video. Bukan itu. Binar sedang mengagumi profil Sakha dari samping, dari dekat.
Sekarang adil. Jantung Binar juga berdebar kencang.
"Ganteng kan, aku? Kamu sih nggak percaya."
Mencoba tidak terlalu kentara, Binar tidak langsung membuang pandangan. Sakha menurunkan kamera, menoleh, mempertemukan mata mereka.
Angin yang berembus tenang memainkan rambut keduanya. Yang seperti berlomba siapa yang bisa bertahan tanpa berkedip.
"Kamu resmi balik ke Blue Phoenix, Bi?"
Binar mengangguk. "Tahun depan. Sayangnya bukan jadi pemain lagi. Meski aku bisa jalan lagi, kondisinya nggak sama kayak semula. Dokter wanti-wanti aku buat nggak aktivitas berat. Pihak manajemen BP pertimbangin aku jadi asisten pelatih untuk musim depan. Ternyata mereka setiap bulan kirim email ke aku, tanya kondisi, tanya kabar."
"Aku senang mereka memperlakukan kamu seperti keluarga."
"Ya. Tapi aku malu karena saat terburuk milih menjauh dari mereka."
"Aku juga bakal kayak gitu. Tapi namanya keluarga, pasti nerima kita. Sebandel apa pun kita."
Sakha benar-benar menyimpan kamera dan hanya ingin fokus ke Binar.
"Apa rencanamu selain balikan sama Adam?"
"Ngomong kayak gitu sekali lagi aku aduin ke Ibu kamu. Kamu pernah mabuk, nggak pulang, malah tidur di rumahku."
Ibu sudah tahu. "Ck. Mainnya orang dalem. Kali ini serius, apa rencanamu, Bi?"
"Nggak penting apa rencanaku. Kalau kamu? Patah hati nggak bikin kamu kepikiran buat pindah negara, kan?"
"Kok tahu? Tapi aku nggak patah hati."
"Negara mana?"
"Belum tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Wins All [End]
RomanceHe fell first, he fell harder. Orang-orang bilang namanya seterang karirnya. Orang-orang mungkin salah. Hidup Binar kembali ke titik ini lagi. Cahayanya redup. Karirnya kandas, mimpinya selesai. Sampai kemudian seseorang datang. Dibanding anugerah y...