25. Mari jangan bertemu di ketidaksengajaan mana pun

1.3K 316 75
                                    

Disarankan baca ulang chapter 24 ya (atau kalo memungkinkan baca juga Sakha POV bagian 5) biar lebih menyayat, eh maksudnya menghayati😭🙏

***

Tadinya sungai ini tenang. Anak-anak kecil yang biasa main di sini sedang sekolah. Binar merasa memiliki sungai ini sendirian pagi ini. Hanya ada suara gemericik air mengalir, udara yang dingin tapi sejuk, serta langit yang agak mendung.

Lalu Arum dan Naira merusak ketenangan miliknya.

Dahi Binar sontak mengerut kesal. Pejaman matanya terbuka dan menemukan dua bocah bertingkah tidak masuk akal. Di udara yang dingin, mereka turun ke bagian sungai yang dangkal. Atau lebih tepatnya Arum sedang memandikan Naira.

Binar pikir suara langkah kaki dan keributan kecil tadi adalah warga yang kebetulan lewat hendak ke ladang. Bukan dua orang yang tiba-tiba menyusulnya ke sini dan merusak paginya yang damai.

Setelah pasrah akhirnya Naira membuat balasan yang setimpal. Arum ditarik jatuh ke air. Kepalanya dicelup-celupkan ke air. Kasihan tapi Binar sedikit terhibur. Arum bertemu lawan yang seimbang.

Arum menjulurkan tangan ke arahnya, menyerukan nama Binar, meminta tolong. Binar cuma tertawa kecil.

"Aku cari ke mana-mana. Ternyata di sini." Suara dan parfum yang familier muncul di sebelah kursi roda Binar.

"Siapa yang kamu cari?" Binar mendongak. Terlontar begitu saja pertanyaan itu. Padahal dia tahu jawabannya.

Sakha menoleh, tersenyum tipis, lalu melepas sandalnya sendiri untuk alas duduk. "Sejak kapan mereka gulat kayak gitu?"

"Mending kamu buruan tarik Naira. Pasti dia udah kedinginan."

"Kulitnya badak, kebal dingin. Lagian lucu lihat mereka berantem. Masalah apa sih?"

"Tahu deh. Hanya mereka yang ngerti." Binar malas menjelaskan kalau Arum memang sensitif ke Naira sejak pertama bertemu.

Mereka sejenak sama-sama memperhatikan dua bocah yang sepertinya bisa jadi teman akrab kalau saja sering bertemu.

Sakha ingin menggunakan kesempatan ini untuk berpamitan, tapi masih terlalu pagi. Dia hanya ingin diam. Menikmati waktu tenang di sebelah Binar sebelum dirinya pergi. Mengingat sebulan ke belakang. Apa-apa yang dia lakukan dan lalui bersama Binar.

Andai bisa selamanya.

"Nyari Naira karena harus berangkat sekarang?"

"Masih siang nanti. Kamu tumben ke sungai, Bi? Pagi-pagi lagi."

"Pengin suasana baru."

"Harusnya kamu nggak ngajak mereka."

"Mereka datang sendiri."

"Kamu pasti keganggu banget."

"Makin keganggu karena kamu ikutan datang."

Seperti biasa, Sakha terkekeh. Binar tidak perlu menoleh. Seperti sudah hapal bentuk bibir lelaki itu ketika tertawa. Bukan sesuatu yang aman untuk dilihat sering-sering.

"Besok kamu udah tenang. Nggak aku rusuhin lagi."

Meski mengobrol dengan Binar, matanya tetap awas mengawasi Naira. Takut anak itu bertindak ceroboh.

"Untungnya cuma sebulan."

Sakha membeo. "Ya. Untung cuma sebulan aku di sini. Kalau lebih, aku nggak tahu mesti gimana."

"Kalau lebih, mungkin aku yang keluar dari rumah."

"Ngomong-ngomong soal itu, Bi. Apa suatu hari nanti kamu bakal balik lagi ke Jakarta?"

Love Wins All [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang