Epilog macam apa yg sepanjang ini wkwkw ya udahlah ya. Selamat membaca😘
***
Dito benar. Dia datang terlalu awal. Beberapa pengisi acara masih soundcheck. Tapi segelintir penonton sudah mulai berdatangan.
Sakha mendongak ke langit yang bersih. Dia sengaja datang lebih awal demi Binar nyaman berinteraksi dengan teman-temannya, tanpa muka cemberut seperti tadi. Tapi kalau diingat tetap menggemaskan. Sakha tersenyum ketika muka Binar membayang lagi.
Para staf penyelenggara festival masih mondar-mandir dengan HT di tangan mereka. Mengecek ini dan itu, memastikan semua sudah terpasang baik dan tidak ada yang kurang. Alih-alih di dalam tenda, Sakha pilih menunggu di area luar dekat barikade. Melihat ke arah panggung. Ada salah satu personil band yang membawa putri kecilnya. Membiarkannya menyemangati dari dekat.
Gadis kecil itu tampak anteng, tidak mengganggu mamanya yang sedang bekerja. Duduk di kursi pinggir panggung, memperhatikan sambil memeluk boneka beruang kecil dan kaki yang diayunkan gemas.
Sakha betah memandangi anak kecil itu. Yang kalau dilihat lebih saksama, lama-lama mirip dengan Binar. Ragu jika penilaiannya bias, maka dia memotret gadis itu dengan ponsel dan mengirimkannya ke Dito.
Dibalas Dito tak lama kemudian.
Ah gak mirip. Sel tubuh lo isinya binar semua bang. Periksa gih.
Abaikan Dito. Sakha tetap percaya dengan penilaiannya sendiri.
Merasa masih perlu pendapat lain, Sakha juga mengirimkannya ke Arum. Bertanya hal yang sama. Dia yakin Arum sehati dengannya.
Beda kali, Mas. Anak siapa tu?
Dito mungkin benar. Sakha sudah keblinger dengan Binar. Tapi anak kecil itu terus tertangkap sudut matanya. Beberapa kali ikut masuk ke dalam lensanya. Akan dia tunjukkan ke Binar nanti. Siapa tahu perempuan itu sepakat dengannya, bahwa memang rada mirip.
Sakha sudah memperhitungkan waktu. Setelah pekerjaan ini selesai pukul enam petang, dia bisa langsung menuju stasiun. Dia sudah mengirim pesan ke Binar, memastikan jam keberangkatan kereta.
Mengambil pekerjaan di acara musik festival membuatnya bernostalgia. Dulu di awal karirnya dia cukup sering, bahkan pernah sampai pagi. Tapi kali ini dia hanya mengambil di sesi satu. Itu pun karena ada band indie favoritnya, Serenade, yang masuk line up.
Sakha melupakan sesuatu dan baru ingat sekarang. Gadis kecil kisaran umur empat tahun itu merupakan putri dari vokalis Serenade, Danisha. Seingatnya kembar. Mungkin yang satu tidak ikut.
Penonton mulai memadati lapangan. Tapi sepertinya cuaca mendadak tidak bersahabat. Awalnya hanya desau angin kecil, lalu diikuti gumpalan awan hitam berarak. Staf hilir-mudik lagi. Opening pun sedikit ditunda.
Gerimis turun. Sakha menepi, berteduh demi mengamankan kamera. Dia melihat penonton yang bergerak mundur, menjauhi panggung, berpencar tapi beberapa masih bertahan. Bukan hanya gerimis, petir tiba-tiba menyalak. Angin kencang datang cepat. Menggulung benda-benda ringan di sekitar, menerbangkan debu-debu. Tepian atap tenda putih berkibar-kibar ketika dilewati angin.
Yang tidak mereka antisipasi, angin kencang tak kunjung berhenti; justru makin mengamuk. Orang-orang seketika panik mencari tempat berlindung yang lebih aman dan kokoh. Berlarian ke gedung serba guna di dekat gerbang masuk.
Situasi seketika kalang kabut.
Salah satu tenda tercerabut, terbang terbawa angin dan menghantam tiang panggung. Jeritan terdengar dari orang-orang yang melihatnya. Sakha menatap jerih ke arah panggung yang mungkin tinggal menunggu waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Wins All [End]
RomanceHe fell first, he fell harder. Orang-orang bilang namanya seterang karirnya. Orang-orang mungkin salah. Hidup Binar kembali ke titik ini lagi. Cahayanya redup. Karirnya kandas, mimpinya selesai. Sampai kemudian seseorang datang. Dibanding anugerah y...