37. Meski tidak sempurna, tapi tumbuh seindah yang kita sangka

1.6K 366 104
                                    

Surprise update!😘

Chapter ini lumayan panjang, bacanya pelan2 aja yaa. Aku dah gak ada stok draf mhuehehe

***

Satu bulan berlalu. Sakha yang selalu menghubunginya lebih dulu. Mengirim pap foto di mana pun lelaki itu sedang bekerja. Menanyakan makanan apa yang sedang Binar inginkan, lalu mampir selarut apa pun.

Binar merasa tidak apa-apa. Hubungan mereka masih berjalan baik, komunikasi lancar. Saling mengerti.

Terlepas Binar tidak tahu bagaimana cara menghadapi keluarga Naira. Dia tahu, dia tidak salah apa-apa. Tapi sesuatu mengganggu di sudut hati.

"Aku balik ke rumah Mama malam ini, Bi."

Ketika Binar muncul di pintu apartemen dan melihat satu koper besar di dekat rak sepatu.

Sakha memperhatikan ekspresi Binar yang mengamati koper beberapa saat sebelum memandang ke arahnya.

Memberi senyum lebar sambil melepas sepatunya. "Oh, bagus. Mereka pasti senang kamu tinggal lagi sama mereka."

"Ini rencanaku sendiri."

Binar menarik kursi, duduk mendengarkan.

"Meski nggak tahu bakal berhasil apa nggak, aku pengin Naira lihat aku sebagai kakak lagi."

"Ya. Kamu mesti perbaiki hubungan kalian lebih dulu."

"Makasih udah ngerti, Bi."

"Kalau gitu nanti aku pergi sendiri aja."

"Tetep sama aku."

Ponsel Sakha di atas meja bergetar. Binar yang berada di dekat ponsel menengok layar sesaat, tanpa bilang apa-apa langsung menyingkir ke dapur.

Sakha tahu tanpa melihat. Hanya Ibu yang menghubunginya jam lima lewat. Tidak setiap hari, kadang dua minggu sekali. Atau malah sebulan sekali.

"Halo, Bu." Sakha menjadikan toples kerupuk, benda terdekatnya, sebagai tumpuan ponsel.

"Kamu udah pulang kerja?"

Tersenyum melihat Ibu yang tampak sehat. "Iya, ini di apartemen. Ada kabar apa di sana, Bu?"

"Kabar apa. Sepi banget. Apalagi setelah Binar nggak di sini."

Yang disebut namanya tiba-tiba bersin. Sakha mengangkat pandangan. Melihat Binar yang random mengabsen isi kulkas dan membuka toples entah apa.

"Kamu lagi sama Naira?"

"Bukan."

"Dito? Tapi suara bersinnya perempuan."

"Temen, Bu."

"Oh iya, kamu udah nyamperin Binar? Alamatnya masih kamu simpen, kan?" Pertanyaan ini seolah lebih penting ketimbang memastikan siapa gerangan teman yang disebut anaknya.

Binar mengembalikan jar sambal ke kulkas dan menyimak baik-baik. Entah itu jawaban Sakha atau Tante Retno yang suka membawa-bawa namanya.

"Kayaknya ilang pas aku di Bali, Bu."

"Ck. Kamu ini."

"Tapi, Bu, biar apa sih aku nyamperin Binar? Ntar dia pede kirain aku ngejar-ngejar dia." Melirik Binar yang mendekat dengan kerlingan jenaka.

"Nah. Ituuu. Itu yang harusnya kamu lakuin dari dulu, Nak. Sekarang ada kesempatan. Kamu sendiri, Binar sendiri. Ayo dong jangan banyak mikir lagi, Sakha. Nanti keduluan orang lain lagi. Kamu kurang apa? Anak Ibu ganteng gini."

Love Wins All [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang