"Coba ulangi, Sakha bilang apa ke kamu?"Takutnya Binar salah dengar. Arum barusan bicara sambil mengunyah apel.
"Dombanya Umar masuk ke kamar Mbak Binar. Katanya, untung ada dia. Domba pun selamat dari amukan Mbak Binar dan bisa pulang dengan selamat."
Arum yang tumben polos atau Sakha yang ngibulnya menyakinkan.
"Terus?"
"Makanya dia kemarin nyuruh aku panggil tukang buat pasang teralis. Mama udah ngehubungin tukang. Nanti siang tukangnya dateng ngukur dulu. Paling masangnya besok."
Binar menoleh ke jendela, ke tenda yang tenang. Orang yang menghuni tenda masih terlelap. "Rum, bangunin tuh. Suruh pulang."
"Mbak aja. Aku buru-buru ada kuliah pagi. Aku ke sini cuma bilang itu."
"Iya, sekalian. Kamu kan mau keluar. Bangunin sekalian."
Arum akhirnya menurut. Membangunkan dengan memanggil beberapa kali dari luar tenda tapi tidak berhasil.
Dia melongok ke kamar Binar, menggeleng. "Susah dibangunin. Aku berangkat ya. Kalau Mbak nggak mau bangunin, panggilin aja ibunya. Kalau ibunya nggak ada, panggil penghulu."
Sebelum sesuatu melayang ke kepalanya, Arum cepat-cepat lari. Tawanya yang menyebalkan terdengar.
Beberapa menit kemudian Sakha bangun sendiri. Keluar dari tenda dengan rambut awut-awutan. Semakin berantakan karena pemiliknya menggaruk kepala. Binar melihat tapi tidak menegur. Orangnya lalu asyik meregangkan tubuh, membunyikan tulang leher dan tangan.
Barulah kemudian menyadari keberadaan Binar di jendela kamar. Tidak lupa cengiran khasnya. "Pagi, Bi. Nyenyak tidurmu?"
Binar tidak diberi kesempatan menjawab.
"Pasti nyenyak. Orang aku jagain dari sini."
"Tendanya bongkar habis kamu sarapan."
"Aku sewa buat dua malam. Sayang nggak sih? Siapa tahu aku nanti tidur di sini lagi."
Maling sialan! Binar harus menghadapi Sakha dan tingkah anehnya lagi. Malah sekarang punya tekad jadi satpam di depan kamar Binar.
"Pulang dulu, Bi. Sampai ketemu sore ya."
Binar malas tanya sore hendak ke mana. Semoga sore nanti hujan badai halilintar.
Masih tersisa lima hari dan dirinya akan terlepas dari gangguan Sakha. Lebih baik lagi kalau kepergian lelaki itu dipercepat dari yang semestinya.
***
Seorang anak baru saja melompat dari jembatan kayu, terjun ke sungai yang cukup dalam. Anak lainnya menyusul. Tertawa-tawa. Saling menyipratkan air ke muka temannya.
Sungai riuh rendah oleh suara anak-anak yang bermain air.
Di sinilah Binar berada di sore yang cerah. Kelewat cerah malah. Tuhan berpihak ke Sakha hari ini.
Sakha duduk di rerumputan sebelahnya. "Kita tunggu agak sore dikit baru nyemplung."
"Aku udah mandi."
"Kamu inget nggak, dulu para ibu nyuci bajunya di situ." Sakha menunjuk batu-batu hitam yang tersebar di beberapa titik sungai yang dangkal.
"Nggak inget."
"Aku pernah ikut Ibu nyuci. Sengaja ngehanyutin celana Bang Lutfi, habis dia duluan iseng nyembunyiin sepatuku. Tapi Ibu berhasil ngejar celana itu."
"Lain waktu aku nggak sengaja hanyutin kaus Bang Deri. Eh nggak kekejar sama Ibu. Aku dimusuhin sama abangku berhari-hari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Wins All [End]
RomansaHe fell first, he fell harder. Orang-orang bilang namanya seterang karirnya. Orang-orang mungkin salah. Hidup Binar kembali ke titik ini lagi. Cahayanya redup. Karirnya kandas, mimpinya selesai. Sampai kemudian seseorang datang. Dibanding anugerah y...