6

12.2K 1K 79
                                    

Hari ini adalah hari pertama kembali ke sekolah setelah liburan semester. Arlen tengah bersiap-siap dan merapikan dirinya di depan cermin. Dia memulai pagi ini dengan penuh semangat. Arlen teringat semua yang dikatakan oleh Dewa dan hal itu bisa membuat semangatnya meningkat dua kali lipat.

"Pantesan gue banyak yang benci, orang gue secakep ini." Ucapnya sambil memperhatikan diri sendiri. "Mari kita buat mereka yang iri jadi tambah panas."

Setelah berucap seperti itu, Arlen bergegas keluar rumah dan berjalan menuju halte yang ada di jalan raya tak jauh dari rumahnya. Perlu waktu sekitar 10 menit berjalan kaki untuk sampai kesana. Arlen memang pulang pergi sekolah menggunakan bus karena tidak bisa membawa motornya sendiri. Dulu motornya pernah dirusak oleh anak-anak yang biasa membullynya. Sejak saat itu dia selalu memilih naik kendaraan umum atau ojek online.

Sesampainya di gerbang sekolah, Arlen menarik napas dalam-dalam. Bisa dia lihat suasana sekolah sudah ramai. Mulai hari ini, yang akan mereka hadapi adalah Arlen yang baru. Dia mengeluarkan sebungkus permen karet untuk meredam debar jantungnya. "Lo pasti bisa. Ini Arlen yang baru, yang ngga takut apapun dan siapapun kecuali Tuhan." Ucapnya memberi semangat ke dirinya sendiri.

Saat dia berjalan memasuki area sekolah, banyak pasang mata yang menatap ke arahnya. Cacian dan makian tak lupa mengikuti.

Duh kasian yang kemarin abis diputusin Arga.

Orang kaya dia mana pantes buat Arga.

Dasar rendahan.

Kegatelan sih jadi orang.

Kata-kata hinaan tersebut banyak dilontarkan ke arahnya. Mereka sengaja berbicara dengan nada yang keras agar bisa didengar. Arlen tak mau ambil pusing dan terus berjalan menuju kelasnya. Menurutnya tak perlu membalas kata-kata sampah tersebut. Dia tak mau buang-buang energi untuk menanggapi hal yang tidak berguna. Satu hal yang Arlen tahu, sekolah ini  dipenuhi oleh anak-anak yang biasa hidup bergelimang harta orang tuanya. Namun hal itu tak membuatnya iri apalagi rendah diri. Selama ini dia justru merasa bangga karena bisa berjuang untuk dirinya sendiri dan itu bisa membuatnya lebih menghargai semua hal yang dia miliki. Arlen terus berjalan dengan langkah pasti tanpa merasa terganggu sama sekali. Beberapa dari mereka ada yang merasa heran. Pasalnya, kini sikap Arlen tak seperti biasanya. Tidak ada lagi Arlen yang berjalan menunduk dan ketakutan, yang sekarang mereka lihat adalah Arlen yang berjalan dengan kepala tegak dan penuh percaya diri.

Ruang kelas Arlen terletak di sebelah barat gedung. Untuk sampai kesana, dia perlu melewati lapangan basket outdoor yang kini sedang ada beberapa siswa yang bermain disana.

Bugh!!

Suara bola basket menghantam tembok dengan keras dan jatuh memantul di depan Arlen. Sebenarnya bola tadi memang sengaja diarahkan kepadanya namun berkat kemampuan khusus yang dia miliki, Arlen berhasil menghindar agar tak celaka. Dia pun mengambil bola tersebut dan melemparkan ke arah ring yang lumayan jauh. Bola berhasil masuk dengan sempurna. Andai ini adalah pertandingan resmi, maka lemparan Arlen tadi bisa bernilai three points. Mereka yang tadinya bermain hanya bisa diam dan menatap tidak percaya.

"Ringnya ada disana. Lain kali kalo ngga bisa shoot ngga usah main basket. Gue kira kalian jago ternyata noob."

Setelah mengucapkan hal itu, Arlen kembali berjalan meninggalkan tempat kejadian. Anak-anak yang ada di lapangan masih shock dengan apa yang baru saja mereka lihat.

Ini masih pagi ya, babi. Baru juga masuk udah harus mulai perang. Batin Arlen.

Sepertinya Tuhan sedang ingin mengujinya. Saat dia berbelok masuk ke area gedung dimana kelasnya berada, Arlen malah berpapasan dengan Arga dan teman-temannya. Sebenarnya dia ingin mengabaikan mereka namun ketiga teman Arga malah menghalangi jalannya. Mereka adalah Reynaldo, David, dan Marco. Dari ingatan Arlen, mereka bertiga biasanya kompak merundungnya di depan Arga dan itu justru menjadi hiburan untuk mereka saat melihat dirinya tidak berdaya.

BRAJAMUSTI (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang