Jam baru menunjukkan pukul 6 pagi. Ini masih terlalu awal untuk bangun tapi Arlen sudah membuka mata sejak setengah jam yang lalu.
Dia sedang duduk menghadap jendela yang menampilkan suasana luar yang masih sedikit gelap. Tangan Arlen bergerak untuk mengeratkan jaketnya. Meskipun pemanas ruangan masih menyala, tetap saja ada sedikit angin dingin dari luar yang mampu menembus celah kecil di rumah ini.
Akhirnya Arlen memutuskan untuk membuat coklat panas di dapur. Dengan cekatan dia menyalakan water heater kemudian menuangkan ke mug yang sudah berisi coklat dan krim bubuk. Suara dentingan sendok menggema di seluruh ruangan. Arlen kemudian membawa minuman tersebut ke ruang bersantai untuk dia nikmati disana.
Matanya menelisik ke semua sudut yang ada. Banyak sekali kenangan yang terjadi di rumah ini. Kenangan yang bagi Arlen sungguh membahagiakan. Ini adalah rumah yang sama dengan yang dulu dia tempati sewaktu pertama kali berlibur ke negara ini bersama seseorang yang dulu berstatus sebagai kekasihnya.
Meskipun sudah bertahun-tahun lalu, rasanya seperti baru kemarin Arlen menikmati semua kegiatan itu. Terpatri dengan jelas di ingatannya bagaimana dia bisa merasa bebas dan bahagia disaat bersamaan. New Zealand adalah negara yang spesial untuknya.
Sekarang dia dan Dewa memang bukan lagi sepasang kekasih, tapi dia masih boleh mengenang masa-masa menyenangkan itu, kan? Lagipula kenangan-kenangan itu sangat berharga baginya. Tak ada satu hal buruk pun yang dia dapat dari Dewa selama mereka menjalin hubungan dulu.
Bibirnya tersenyum kecil saat otaknya memutar kembali memori tersebut.
"Mommy?"
Sebuah panggilan menyadarkan Arlen dari lamunannya. Dia menoleh lalu mendapati putranya yang baru berusia 3 tahun berjalan ke arahnya.
"Kok Abim udah bangun?" Arlen mengangkat tubuh kecil itu dan mendudukkan di pangkuannya.
"Abim haus, teyus mau ambil minum."
"Udah minumnya?"
"Beyom, Abim liat mommy disini teyus nda jadi minum."
"Yaudah, Abim tunggu disini. Mommy ambilin minum dulu, ya?!"
"Otey, maasih mommy."
"Sama-sama, sayang."
Arlen memberikan kecupan di dahi putranya sebelum menuju dapur untuk mengambil segelas air.
"Nih, diminum ya."
"Iyaa mommy."
"Pelan-pelan, nanti kesedak."
"Aah... udah." Arlen mengambil gelas itu dari tangan si kecil kemudian meletakkannya di meja.
"Abim mau bobok lagi?"
"Nda mau, Abim mau disini aja sama mommy."
"Emang ngga ngantuk?"
"Abim nda ngantuk lagi."
"Oke, disini aja sama mommy."
"Mommy kok sendiyi? Daddy mana?"
"Daddy masih tidur. Bentar lagi bangunnya."
"Kenapa beyum bangun?"
"Daddy kan capek, sayang. Jadi perlu istirahat dulu. Emang kenapa kok Abim pengen daddy cepet bangun?"
"Abim pengen cepet liat pinguin. Daddy udah janji ajak kesana sama mommy juga."
Arlen pun terkekeh mendengar jawaban putranya. "Nanti, sayang. Pinguinnya kan juga masih bobok. Nanti siang baru bangun."
"Ooh, jadi halus tunggu pinguinnya bangun?"
"Iya, dong."
"Hmmm... ote."
KAMU SEDANG MEMBACA
BRAJAMUSTI (BxB)
Teen FictionSebenernya gue orangnya males balas dendam tapi kayanya anak-anak modelan mereka kudu dikasih pelajaran sekali-kali. -Arlen Cover by Pinterest