Pagi ini diawali dengan langit yang terlihat mendung. Masih seperti hari-hari sebelumnya, Arlen berangkat ke sekolah dengan perasaan yang belum baik-baik saja. Sebelum berangkat tadi dia mendapat telfon dari mamanya Dewa bahwa anaknya mampu menembus babak semifinal di lomba debat yang dia ikuti sehingga Dewa harus bertanding sampai sore nanti. Rasanya Arlen ingin menyemangati kekasihnya itu secara langsung namun jelas hal itu tidak bisa dia lakukan. Alhasil hanya doa saja yang bisa dia kirimkan agar Dewa bisa meraih hasil yang maksimal. Arlen berencana untuk jalan-jalan sebentar setelah pulang sekolah nanti agar pikirannya sedikit teralihkan. Dia tidak ingin berlarut-larut dalam suasana hatinya yang murung. Mungkin pergi ke toko buku favoritnya bisa sedikit memperbaiki keadaan.
***
Sekolah berjalan seperti biasa. Belajar, mengerjakan soal, lalu istirahat. Tak ada yang spesial. Langit yang tadinya mendung kini sedang menurunkan muatannya dalam bentuk gerimis. Melihat suasana yang seperti itu, Arlen merasa sedikit mengantuk. Dari semua kegiatan yang ada, dia memilih berdiam diri di perpustakaan untuk menghabiskan waktu istirahat. Disini rasanya tenang dan damai. Arlen mengambil sebuah buku secara asal kemudian duduk menyendiri di kursi yang berada di dekat jendela. Dia juga mengeluarkan earphones yang dia bawa untuk menemani aktivitasnya sekarang. Buku, hujan, dan musik adalah perpaduan yang sangat Arlen sukai.
"Aduh, maaf kak, aku ngga sengaja."
Tiba-tiba ada seorang siswi yang menumpahkan sisa cat air yang sedang dibawanya. Dalam sekejap Arlen tersentak lalu menoleh ke arah pelakunya yang ternyata Zeva. Kenapa dia tidak menyadari keberadaan perempuan itu? Sudah pasti dia sengaja ingin mengerjai Arlen. Ah, pasti karena sedari tadi dia sibuk melamun sambil memperhatikan rintik air yang turun hingga tak sadar ada bahaya mendekat. Arlen memperhatikan lengan bajunya yang kini memiliki noda berwarna biru dan nampak sangat jelas terlihat. Sudah pasti bekasnya nanti akan sulit dihilangkan.
Arlen pun berdiri dari kursinya lalu mulai melangkah pergi. Ketenangannya sudah rusak gara-gara Zeva.
"Kak, aku tadi beneran ngga sengaja. Maaf banget ya." Zeva menahan Arlen yang hendak pergi.
"Hm."
"Tunggu, aku ambilin tisu dulu ya, kak."
"Ngga usah."
"Atau aku gantiin seragam kak Arlen, nanti aku beliin di koperasi."
"Ngga perlu."
"Tapi kak-"
"Gue bilang ngga usah, gue bisa beli sendiri."
"Tapi aku mau tanggungjawab, kak."
"Ngga butuh. Mending lo minggir, gue mau pergi."
"Kak Arlen beneran ngga apa-apa?"
Tanpa menjawab, Arlen langsung berlalu begitu saja melewati Zeva yang masih berdiri di tempatnya. Dia tidak ingin berlama-lama berinteraksi dengan adik dari Ivan itu. Daripada moodnya tambah memburuk, lebih baik segera menjauh dari sumber negatif. Tujuannya sekarang adalah koperasi siswa untuk membeli seragam baru karena bajunya yang terkena cat tadi jelas tidak akan bisa dibersihkan dengan maksimal.
"Siang bu, saya mau beli seragam baru." Sapanya ramah kepada petugas penjaga koperasi.
"Ada, kamu mau ukuran apa?"
"Ukuran M ya, bu."
"Sebentar saya ambilkan dulu."
Arlen menunggu beberapa menit sebelum akhirnya petugas tersebut kembali sambil membawa satu stel seragam baru.
"Ini seragamnya. Ada lagi yang kamu butuhkan?"
"Itu aja, bu."
"Harganya 248 ribu, mau tunai atau cashless?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BRAJAMUSTI (BxB)
Teen FictionSebenernya gue orangnya males balas dendam tapi kayanya anak-anak modelan mereka kudu dikasih pelajaran sekali-kali. -Arlen Cover by Pinterest