26

6.9K 735 29
                                    

Pagi ini Dewa kembali mengantarkan kekasihnya ke sekolah. Naik apa mereka kesana? Tentu saja tetap dengan Ciko. Benda itu sekarang sudah menjadi motor kesayangannya Dewa. Arlen juga suka berboncengan berdua menggunakan motor itu karena lebih nyaman. Dan lagi outfit Dewa sudah di taraf normal. Dia kini memakai helm bogo dan jaket denim tipis sebagai atasannya.

Dewa juga bebas mengantar Arlen hingga ke dalam. Seringkali mereka masuk area sekolah berbarengan dengan para siswa lain yang membawa mobil atau motor sport. Tapi tak ada yang berani berkomentar apapun. Siapa juga yang punya nyali untuk mengolok-olok Dewa? Meskipun cuma pakai skupi, tapi isi saldonya jelas bikin iri. Bahkan guru-guru dan staf disana tidak akan segan untuk menyapa Dewa.

"Nanti gue jemputnya agak telat dikit, soalnya nanti di jam terakhir gue mau jengukin temen sekelas gue yang masuk rumah sakit."

"Oke, nanti gue tunggu disini."

"Jangan pulang sendiri. Gue bakal pesen ke satpam buat jagain lo."

"Iyaaa. Udah sana berangkat."

"Gue sekolah dulu. Bye."

"Ati-ati."

Arlen masih berdiri menatap kepergian kekasihnya hingga dia tak terlihat lagi. Masih ada setengah jam hingga bel masuk jadi daripada langsung ke kelas, Arlen memilih ke perpustakaan dulu untuk membaca novel barunya. Disana terasa lebih nyaman daripada harus berbaur bersama siswa-siswi yang lain.

***

Kalau biasanya Arlen begitu bersemangat saat jam istirahat, kali ini dia justru memilih tetap berada di kelas. Alasannya adalah karena sejak jam pertama tadi dia sudah beberapa kali berpindah ruangan selama pembelajaran. Mulai dari ruang audio visual, lab. kimia, ruang seni, dan terakhir kembali ke kelas.

Untung saja dia masih membawa roti dan susu kotak didalam tasnya jadi lumayan untuk mengisi perut.

Sedang enak-enaknya makan, tiba-tiba ada yang menggebrak pintu kelasnya dengan keras. Tentu saja Arlen dan beberapa siswa lain yang ada disana merasa terkejut. Pelakunya berjalan cepat mendatangi tempat duduk Arlen yang ada di belakang.

"Heh! Lo apain adek gue?"

Ternyata yang datang tadi adalah Ivan dan Zeva.

"Ngapain lo dateng marah-marah?"

"Gue tanya sekali lagi, lo apain adek gue?" Ivan menarik kerah seragam Arlen lalu mendorongnya ke dinding.

"Gue ngga ngapa-ngapain." Jawabnya santai.

"Ngga usah bohong lo. Kemarin lo mukulin dia sampe luka kaya gini kan?!"

Arlen melihat ke arah Zeva dan menemukan ada memar biru di pipi dan dagunya.

"Gue ngga ngapa-ngapain, adek lo tuh yang bohong."

"Masih ngga mau ngaku?"

"Ngaku apaan? Lo budeg sekarang? Gue ngga pernah mukul adek lo sama sekali."

"Terus kenapa dia bisa kaya gini?"

"Ya mana gue tau."

"Lo ngga usah alasan lagi. Pasti lo ngga suka sama dia makanya lo berani lukain dia, kan?!"

"Gue emang ngga suka sama adek lo tapi bukan berarti gue mau ngotorin tangan gue buat nyentuh dia duluan."

"Apa lo bilang?"

"Gue cuma jambak rambutnya doang, kalo mukanya memar gitu paling ya akibat perbuatan dia sendiri."

"Maksud lo apa?"

BRAJAMUSTI (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang