Setidaknya budayakan untuk votes kalau ga mau membayar karya dengan uang.
Laluna memeluk tubuh Bagaskara dari samping, menuntunnya menuju tenaga medis yang sudah menunggu di depan gedung.
Tadi, Laluna mendengar keributan di dalam restoran di susul beberapa orang aneh masuk bergerombol. Firasatnya tidak tenang, ia meminta Lane menghubungi ambulan dan polisi.
Laluna memutuskan memasuki kembali ke lantai dimana Restoran berada, namun tubuhnya terseret arus manusia yang berlarian keluar gedung hotel. Ia gagal memasuki hotel dalam waktu singkat, hingga ia memutar ke bagian belakang hotel dan masuk lewat pintu darurat.
Tubuhnya gemetar, segala pemikiran buruk menghiasi pikirannya.
"Ga apa-apa, jangan mati dulu please. Lo nikah sama dia dan happy ending di kalian pun ga apa-apa, yang penting jangan mati dan jangan tinggalin gue" ucap Laluna terisak, dalam langkahnya menaiki tangga. Laluna hampir hilang kesadaran, tubuhnya terasa lemas tapi dia berusaha sampai menemukan Bagaskara.
Sekarang, Laluna memperhatikan Bagaskara yang tengah di tangani tim medis dan sedang menunggu ambulan. "Emang ga bisa manggil helikopter kesini? Bos kalian dalam keadaan terluka dan kalian masih bisa tenang?" Laluna hampir saja memaki anak buah Bagaskara yang juga terluka namun tidak ada yang parah.
"Sudah sweet heart, luka ini tidak seberapa" jawab Bagaskara membuat Laluna memicingkan matanya. Yang jelas, dia akan membuat perhitungan pada Bagaskara setelah ini.
Laluna lebih memilih diam, duduk di samping Bagaskara tanpa berniat menjawab pertanyaan Bagaskara.
Tangan Bagaskara yang tidak terluka, menggenggam tangan Laluna yang masih gemetar. Bagaskara merasa bersalah, gadisnya memang terlalu baik untuk dunianya yang di penuhi orang-orang jahat dan berambisi.
Namun, Laluna berusaha melepaskan genggaman Bagaskara setelah Laluna menyadari cincin yang di gunakan Bagaskara. Entah mana yang akan ia percaya, alur novel tentang Bagaskara dan Sofia atau realita yang ada saat ini.
"Kenapa?" Tanya Bagaskara heran mendapati sikap Laluna yang tiba-tiba berubah.
"Kamu hutang penjelasan ke aku, dan kalau penjelasan kamu ga masuk akal. Aku bener-bener ga mau kenal kamu lagi" Jawab Laluna dengan wajah serius, Bagaskara sepertinya akan melalui hari yang sangat panjang.
"Apa aku perlu membuat power point untuk menjelaskan semuanya?" Tanya Bagaskara berniat bergurau.
"Oh, mau aku persulit? Kalau perlu sekalian bawa semua bukti yang akan kamu jelasin ke aku, besok aku tunggu" Laluna menjawab dengan menahan tawanya, dia akan mengerjai Bagaskara kali ini.
Tidak mudah baginya melalui dunia fiktif ini seorang diri, berkat adanya Bagaskara hidupnya tidak lagi sepi dan hambar. Bagaskara, hanya sebatas itu untuknya saat ini sampai waktu membuktikan semuanya. Sampai waktu akan membawanya kembali, ataukah menemukan cerita baru dalam hidupnya kali ini.
Seseorang datang menginterupsi kegiatan dua sejoli ini, "mari Tuan, Ambulan sudah siap dan hanya satu orang yang di perkenankan menemani di dalam bersama tim medis dan paramedis" ucap seorang pria berseragam paramedis, kemudian membantu Bagaskara untuk berdiri di susul Laluna memasuki mobil ambulan bagian belakang.
"Saya akan duduk depan saja" ucap Laluna saat Bagaskara sudah masuk lewat pintu belakang. Laluna bergidik ngeri, dia merinding jika harus memasuki bagian belakang mobil ambulan. "Takut" Laluna seolah bisa menjawab arti tatapan Bagaskara, dengan sedikit heran Bagaskara tetap mengiyakan.
Laluna menaiki mobil ambulan di sebelah supir, menyapa supir ambulan dengan sopan yang di jawab anggukan dari supir ambulan.
Suara riuh ambulan yang berjajar ke belakang mengingatkan Laluna di dunianya dulu, ketika musim virus mematikan menyerang siapapun tak pandang bulu. Setiap saat sirine ambulan berbunyi, bangunan-bangunan beralih fungsi menjadi rumah sakit atau bahkan asrama khusus pasien yang terjangkit. Laluna kehilangan banyak orang di wabah tersebut, walau hidupnya dulu tak sempurna tapi kali ini dia merasa merindukan seluruhnya. Kehidupannya yang lama.
Lamunannya terpaksa buyar ketika seseorang membuka pintu mobil, dan Laluna terkejut ternyata sudah sampai di Rumah Sakit dan Bagaskara lah yang membukakan pintu. Seorang pasien, tapi tidak terlihat seperti pasien sedikitpun membuat Laluna kesal.
"Kamu tuh bisa ga sih Kak seengganya pura-pura jadi pasien yang baik? Kakak terluka lho, darahnya kemana-mana dan keluar sebanyak itu kenapa bisa sesantai ini?" Laluna bertanya kesal, dengan tatapan matanya memerintah Bagaskara untuk duduk di kursi roda dan di dorong paramedis.
"Sebaiknya anda mengisi data sebagai wali dari pasien, dan pasien akan melakukan pembedahan di ruang bedah" ucap seorang suster yang kini mendorong Bagaskara.
Laluna mengangguk menyetujui, "Semangat ya Kak, Kak Bagas masih banyak PR untuk nyari bukti buat presentasi besok" ledek Laluna, kemudian berjalan meninggalkan Bagaskara menuju meja resepsionis.
"Selamat Malam Sus, saya perwakilan dari keluarga pasien Bagaskara Jayvyn" ucap Laluna kepada Perawat yang bertugas. Terlihat sekali, Perawat tersebut memandang Laluna sinis yang membuat mood Luna semakin berantakan, dia paling tidak suka di remehkan, egonya terluka. "Maaf Sus, kenapa melihat saya gitu banget?" Tanya Laluna akhirnya.
Perawat tersebut memberikan map dengan kasar pada Laluna, "emang saya lihatnya gimana? Biasa aja kok" jawabnya ketus. Laluna ternganga mendengar respon dari Perawat tersebut.
"Apa memang begitu cara Perawat di Rumah Sakit ini melayani? Kalau memang begini standarnya sih, memang saya saja yang berharap ketinggian pada Rumah Sakit mewah" jawab Laluna, membuka map berisi lembaran yang perlu dia isi.
Perawat tersebut juga membawa beberapa lembar kertas, kemudian bertanya "Ada hubungan apa dengan pasien?" Secara ketus.
"Emang apa urusannya sama situ?" Tanya Laluna tak kalah kesal, walau ia tau itu prosedural tapi melihat Perawat tidak punya sopan santun begini membuat moodnya terjun bebas dan tidak ada lagi kata ramah.
"Kalau tidak ada hubungan apapun, tidak berhak menjadi penanggung jawab" jawabnya masih ketus.
"Lalu? Kalau ga ada yang mau tanggung jawab, pasien juga ga di tangani begitu?" Tentu saja Laluna sudah hampir meledak.
"Ya emang gitu prosedurnya" jawab Perawat tersebut masih saja singkat dan ketus.
Laluna memijat pangkal hidungnya, dia yang ingin fokus mengisi data di lembaran kertas tersebut malah terpancing emosinya.
"Gila ya?! Dari tadi lo ga ada sopan sopannya, bukan berarti gue masih muda bisa lo giniin gila!" Seru Laluna pada akhirnya. Tidak perduli dengan sekelilingnya yang mulai memperhatikan.
Perawat tersebut tersenyum culas, "Tadi sudah saya tanya, hubungan anda dengan pasien. Hanya perlu menjawab apa susahnya?"
Laluna melotot tak percaya, dia kesal. Hari ini benar-benar membuatnya lelah lahir dan batin.
"Gue tunangannya, udah kan? Sekarang buruan isi dan tangani tunangan gue!" Ucap Laluna lantang, hingga ia tak menyadari sejak tadi ada penonton yang merekam aksi keduanya diam-diam.
"Besok akan menjadi trending topic" ujar seseorang di balik maskernya.
Karyakarsa TRNNDHT
Instagram TARANINDHT
![](https://img.wattpad.com/cover/351357626-288-k778435.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist's Second Chance
Fantasia(HANYA AKAN LENGKAP DI KARYAKARSA) AWAL CERITA SUDAH TERSEDIA DI KARYAKARSA Lorenza berusia 25 tahun, yang tengah menjalani the quarter of life nya. Yang merasa hidup sedang berat-beratnya, menjadi junior di kantor tidak semudah yang ia bayangkan. S...