Dinda memperhatikan penampilannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ia berpakaian tapi ia merasa seolah telanjang. Bagaimana tidak, ia mengenakan mini dress super ketat tanpa lengan berwarna hitam yang memperlihatkan belahan dada dan mengekspos sempurna bagian punggungnya, dipadukan dengan ankle strap heels berhak tinggi.
Tapi demi Dilan, Dinda rela berpenampilan seperti ini. Lagipula ia di sini bukan untuk menjual diri melainkan untuk bekerja melayani tamu. Ya, pekerjaannya adalah menemani tamu mengobrol, menuangkan minuman, memesan makanan yang diinginkan tamu, pokoknya melayani tamu dengan sebaik mungkin. Dan jika ada tamu yang hanya sekedar menyentuhnya atau pun ingin memeluknya, itu dibolehkan selama dalam batas wajar. Jika ada tamu yang keterlaluan padanya, Dinda bisa melaporkan itu pada para bodyguard yang bertugas di beberapa sudut di klub tersebut.
Itu lah yang tadi di sampaikan atasannya sebelum Dinda berganti dengan pakaian kurang bahan ini.
"Dinda Lavanya, bagaimana? Apa kamu sudah siap?" tanya seorang pria gemulai yang berdandan seperti wanita. Tapi sepertinya pria gemulai itu lah yang bertanggung jawab dengan para pekerja seperti Dinda.
Tanpa ada keraguan sedikit pun, Dinda menganggukkan kepala. Siap tidak siap, ia harus siap.
"Bodyguard, bawa dia ke depan."
Dinda pun mengikuti bodyguard berbadan tinggi besar itu dari belakang.
Setelah tiba di depan, Dinda mendengarkan dengan seksama instruksi yang diberikan oleh seniornya. Ternyata di tempat ini bukan hanya dirinya saja yang berpenampilan begitu terbuka, tapi ada banyak sekali gadis-gadis cantik yang berlalu lalang yang justru berpenampilan lebih parah darinya tapi mereka terlihat biasa saja, seolah sudah terbiasa.
Dengan posisi masih berdiri, sesekali Dinda menarik-narik ke bawah ujung mini dress nya, membenarkan bagian depan supaya bagian dadanya tak terlalu terekspos. Jika boleh jujur Dinda merasa tak nyaman degan pakaian ini.
"Hei, lo anak baru."
Dinda menunjuk dirinya sedang, "Gue?"
"Bawa ini ke meja 9."
Pria itu memberikan wood coffee tray berisi beberapa botol minuman beralkohol pada Dinda.
"Tamu pertama lo," jelas pria berseragam serba hitam itu, "Jangan sampai jatuh dan pecah. Lo tahu kan harga minuman ini enggak murah."
Dengan polosnya Dinda bertanya, "Memang satu botol minuman ini berapa harganya?"
Pria itu menelisik penampilan Dinda dari atas ke bawah kemudian memicingkan matanya mengamati wajah Dinda.
"Lo baru pertama kali masuk klub?"
Dinda menggelengkan kepala, "Udah sering." Jika boleh jujur sih iya tapi Dinda sengaja berbohong.
Dan saat pria itu menyebutkan harga empat botol minuman yang ada dalam tray itu yang setara dengan empat bulan gajinya, Dinda menghela napas dalam-dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET
RomanceELGARD DECLAN GENTALA tak pernah menyangka akan kembali bertemu dengan cinta pertamanya 7 tahun lalu, dengan keadaan dan status yang tidak lagi sama. Elgard membencinya. Elgard menaruh dendam padanya. Elgard menganggapnya tak ubahnya wanita simpanan...