"Di kantor catatan sipil dan di kantor urusan agama tidak pernah tercatat pernikahan atas nama Dinda Lavanya."
"Jadi bisa simpulkan kalau dia enggak pernah menikah."
Informasi yang Dandi berikan beberapa menit yang lalu itu begitu mendominasi pikiran Elgard. Jika Dinda tidak pernah menikah lantas siapa Ayah dari anak laki-laki yang menjadi korban tabrak lari itu?
Tunggu! Apa ini ada kaitannya dengan pria yang ia lihat check-in di hotel bersama Dinda waktu itu? Apa anak itu adalah anak dari pria itu?
Jika benar begitu kenapa pria itu tidak menikahi Dinda saja mengingat anak mereka sudah besar? Dan jika Dinda sedang kesulitan uang untuk membayar biaya rumah sakit, kenapa Dinda tidak meminta padanya saja?
Drrtt!! Drrtt!! Drrtt!!
Elgard meraih ponselnya yang bergetar, menempelkan ponsel itu ke telinganya.
"Saya sudah sampai. Sebentar lagi saya masuk."
Sebenarnya Elgard sudah muak karena lagi-lagi harus menginjakkan kakinya di tempat yang relasinya pilih untuk bertemu yang mana tempat itu adalah tempat Dinda bekerja. Ya, ia malas untuk sekedar berpapasan dengan Dinda.
Elgard pun masuk ke dalam kafe dan ia cukup kaget kala ia melihat pria yang tempo hari check-in di hotel bersama Dinda, itu menyapanya sebagai mana karyawan menyapa tamunya. Elgard membaca name tag yang tersemat di dada kirinya bertuliskan —Prayudo Rahardian—
Ah, ternyata Dinda dan pria itu satu pekerjaan. Pantas saja. Intensitas pertemuan mereka yang sering itu lah yang menjadi alasan mereka menjalin hubungan.
Elgard tak merespon sapaan Yudo dengan melengos begitu saja.
Dari kejauhan Elgard melihat Dinda sedang melakukan pekerjaannya seperti biasa tapi Elgard lebih memilih berpura-pura tak melihatnya.
Setelah tahu Dinda dan pria itu satu kerjaan, entah kenapa ia semakin ... Entahlah! Dadanya seperti terasa panas terbakar dengan kenyataan ini. Mungkin saja tanpa sepengetahuannya, Dinda dan Yudo kerapkali check-in di hotel. Atau mungkin juga setiap Dinda berhubungan dengan seorang pria, Dinda tak keberatan memberikan tubuhnya secara sukarela atas nama cinta seperti ...
Elgard menggelengkan kepala, menepis pemikiran itu dari isi kepalanya. Itu sama sekali bukan urusannya.
"Lupakan dan fokus, Elgard!" gumam Elgard pada dirinya sendiri setelah ia duduk dan berjabat tangan dengan relasinya. Benar! Ia harus menyelesaikan problem yang terjadi dengan berusaha fokus.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET
RomanceELGARD DECLAN GENTALA tak pernah menyangka akan kembali bertemu dengan cinta pertamanya 7 tahun lalu, dengan keadaan dan status yang tidak lagi sama. Elgard membencinya. Elgard menaruh dendam padanya. Elgard menganggapnya tak ubahnya wanita simpanan...