Chapter 3

880 70 0
                                    

Bendera putih berkibar di depan rumah Salwa. Sudah banyak pelayat yang datang untuk mengirimkan doa. Salwa termenung menatap jasad sang ayah yang terbujur kaku tertutup kain kafan. Ia mengusap air matanya yang tak berhenti menetes. Satu jam lagi, pemakaman akan dilakukan.

"Sal, di luar ada yang cariin kamu" bisik Ratih, adik dari almarhum Wahyu.

"Siapa dek?" tanya Sari yang duduk di samping Salwa.

"Nggak tau, Mbak. Nggak pernah lihat. Ibu-ibu. Tadi turun dari mobil mahal. Kamu keluar dulu sana, Sal"

Dengan berat hati, Salwa berdiri. Ia melihat ayahnya lagi sebelum keluar menemui ibu-ibu yang dimaksud tantenya.

Sesuai dugaan, yang datang adalah Ralin. Salwa lalu membawanya ke teras samping rumah. Ia menarik dua kursi plastik dari depan rumah untuk mereka duduki.

(sumber: Pinterest)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(sumber: Pinterest)

Belum lama duduk, Ralin terlihat gelisah sambil terus menunduk, melihat bagian bawah kursinya. "ini aman gak? nggak akan patah kan?" Tanyanya membuat Salwa menarik napas berat sebelum berdiri dan mengambil satu kursi lagi.

"Tante berdiri dulu biar Salwa dobelin kursinya"

"Eh, kalo memang aman nggak usah. Tante nggak seberat itu kok. Tante cuma mau mastiin aja soalnya baru pertama kali pake kursi gini. Maaf ya" ujar Ralin, merasa tak enak hati.

Salwa melihat kembali penampilan wanita itu. Tentu saja tidak perlu dobel kursi, badan Ralin tergolong masih sangat bagus dan proporsional untuk wanita seusianya. Diam-diam Salwa mengaguminya. Mungkin karena itu juga yang membuat wanita tersebut terlihat awet muda.

"Randy baru sadar, jadi Tante agak lambat datang kesini"jelas Ralin.

Melihat Salwa yang menyurengkan alisnya, Ralin kembali berucap "Randy anak Tante, yang nabrak Ayah kamu. Maaf ya, dia belum bisa ikut kesini karena masih proses pemulihan. Nanti kalau sudah pulih, dia pasti kesini"

"Untuk apa? Nggak usah Tante, nggak perlu. Biar nanti kita ketemu di pengadilan aja"

"Salwa" Ralin segera menggenggam tangan Salwa dengan tatapan memohon . "Tante minta maaf yang sebesar-besarnya. Tante mohon, jangan tuntut Randy ya. Tante janji akan lakukan apapun asal anak Tante nggak dipenjara, Sal"

Dasar orang kaya. Rutuk Salwa dalam hati. Ia menepis tangan Ralin.

"Saya nggak butuh apa-apa dari Tante. Saya cuma mau keluarga saya mendapatkan keadilan dari kesalahan yang sudah anak tante lakukan. Tante nggak tau kan akibat dari ulah anak tante yang ngebut-ngebut di jalan, tiga anak harus kehilangan sosok ayahnya, kepala keluarganya, tulang punggung keluarganya. Tante nggak akan pernah ngerti karena anak tante baik-baik aja!" Salwa tidak tahan, ia bahkan tak sadar telah meninggikan suaranya pada orang yang lebih tua.

Ralin terdiam. Ia kembali meraih tangan Salwa.

"Sal.. Tante ngerti. Untuk itu tante yang akan bertanggungjawab untuk kalian. Tante yang akan menggantikan ayah kalian untuk memenuhi kebutuhan kalian. Izinkan tante ya, tante mohon. Sal, Randy anak tante satu-satunya. Tante janji bakal hukum dia, tapi nggak dengan penjara"

MengapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang