Chapter 34

1.1K 146 36
                                    

Salwa terbangun saat sayup-sayup terdengar suara mengaji dari masjid. Ia mengerjapkan matanya perlahan. Begitu terbuka sempurna, Salwa terkejut mendapati dirinya tengah memeluk Randy. Dengan cepat ia menjauh sebelum pria itu bangun dan memergoki dirinya. 

"Untung gue yang duluan bangun. Malu banget kalau kepergok meluk dia" Rutuknya kemudian membangunkan Randy.

"Ran, bangun Ran! Udah maghrib kita mau balik jam berapa ini? Randy!"

Randy melenguh kemudian membuka mata. Beberapa kali ia berkedip, sebelum akhirnya kesadarannya terkumpul dan membuatnya teringat akan sesuatu. Randy segera duduk.

"Kenapa lo natap gue horor gitu? Mana yang katanya udah masang alarm? Kita ketiduran sampai maghrib ya! Cepetan sana lo cuci muka terus siap-siap sholat. Habis itu kita pulang" Cerocos Salwa membuat Randy mengerutkan dahinya, merasa ada yang kurang dari omelan itu.

"Sal, lo..."

"Apa lagi? Udah cepetan! Abis itu giliran gue" Salwa menarik tangan Randy agar segera bangkit dari kasur.

"Tumben gak ngamuk dipeluk" Gumam Randy seraya berjalan keluar kamar.

Salwa tak mendengar apa yang Randy ucapkan, ia sibuk merapikan kasur dan menyusun kembali bantal-bantal seperti semula lalu menyusul keluar. Tepat setelah ia membuka pintu, Mirna sudah ada di hadapannya.

"Baru aja tante mau bangunin kalian. Kalian jadi balik?"

Salwa mengangguk. "Iya tan, besok Randy ada meeting soalnya"

"Ya udah, sebelum pulang kalian makan dulu. Tante udah pesen soto tadi"

"Iya tante"

***

Sepanjang perjalanan pulang, Salwa benar-benar menepati ucapannya untuk begadang menemani Randy menyetir. Waktu tempuh 6 jam lebih itu mereka manfaatkan untuk bertukar cerita, saling mengenal satu sama lain. Sesekali mereka bernyanyi bersama saat radio memutar lagu yang mereka hapal.  

"Ternyata suara lo bagus juga" Puji Salwa.

"Iya dong. Apasih yang gue gak bisa" Balas Randy sombong.

Salwa berdecih. "Cih. Emang gak boleh dipuji nih orang" Ucapnya lalu mengalihkan pandangannya ke arah jendela, melihat bangunan-bangunan yang mereka lewati. Saat ini mereka sudah memasuki area Jakarta.

"Ran?" Panggil Salwa.

Randy menoleh sejenak dan kembali fokus pada jalanan di depan. "Kenapa?"

"Gue jadi kepikiran. Seandainya tragedi lo dan ayah gak pernah terjadi, kayaknya kita gak akan pernah ada di kondisi ini ya? Bahkan saling kenal pun gak akan"

"Kata siapa? Kita satu almamater kalau lo lupa. Bisa aja kan kita kenal dari lingkup itu"

Salwa mengangguk pelan. "Bisa aja sih. Tapi mungkin cuma sekedar tau nama. Jadi saling kenal sampai bisa ngobrol kayak gini, kayaknya gak mungkin deh. Kita terlalu beda gak sih?"

"Gak ada yang gak mungkin Sal, semua tuh udah diatur sama yang di atas. Buktinya kita ada disini sekarang. Kalau emang berjodoh, gak ada tragedi itupun kita bakal tetep di pertemukan"

"Gimana caranya?" Tanya Salwa. Ia menoleh, menatap wajah serius Randy saat menyetir.

"Ya gimana aja, pasti bakal ada caranya. Mungkin dari kita ketemu di event kampus terus gue jadi tertarik dan ngedeketin lo, misalnya. Bisa aja kan?"

"Tapi gue gak tertarik sama orang nyebelin kayak lo" Ucap Salwa dan kembali menatap jalanan. Meski sudah larut malam, jalanan Kota Jakarta masih cukup ramai dilalui pengendara.

MengapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang