Bagaimana dengan cinta? Apakah semudah itu? Tidak mungkin!
Pemuda tampan yang bersembunyi di balik sikap polosnya, Aga namanya. Beberapa menganggap ia adalah anak yang baik, tapi apakah benar begitu? Masih ingat dengan pribahasa bahwa "air tenang me...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Satu tahun lebih telah berlalu, Aga telah berangsur-angsur pulih dari sakitnya. Ia menjalani satu tahun terakhir dengan begitu sulit, ia kehilangan ingatannya. Ia tidak mengingat orang tuanya bahkan ia juga tidak dapat mengingat siapa dirinya, semuanya benar-benar tersapu bersih di dalam ingatannya.
Tidak ada musibah tanpa hikmah, betul begitu, Aga kini menjadi pribadi yang lebih bisa melihat dunia, lebih ekspresif, dan tidak begitu kaku seperti sebelumnya. Bukankah itu hal baik? Namun jika ada hal baik pasti ada yang sebaliknya, benturan di kepalanya membuatnya menderita dislekia, ia tidak dapat mengingat sesuatu untuk jangka waktu yang lama, bahkan ia terkadang kesulitan untuk menghafal urutan hari.
Saat ini dirinya sudah tidak lagi anak-anak, ia sudah menginjak tahun kedua di bangku SMA dan tumbuh menjadi remaja yang begitu tampan atau bisa dibilang cantik? Entahlah terlalu sulit untuk mendeskripsikan sesuatu yang begitu elok. Ia tumbuh bersama ingatan barunya, sifat barunya, dan berbagai hal barunya.
"Tolong pesankan aku minum ya." Ucap Aga dengan senyum polosnya kemudian duduk tidak jauh dari tempat temannya berdiri.
"Ah tidak dengan makan sekalian paduka raja?." Balas pemuda di dekatnya ini dengan nada mengejek.
Aga hanya menggeleng dan sedikit tertawa karena sikap temannya ini.
Salah satu hal baik yang diperoleh Aga, ia menjadi bisa bergaul dengan sekitarnya, ia tidak sendirian lagi seperti masa sekolahnya dulu, ia memiliki dua orang yang cukup dekat dengannya.
"Tidak biasanya kamu hanya membeli minum." Ucap Dimas.
"Tadi dia dimarahi habis-habisan oleh Bu Rina, pasti kenyang. Kamu tahu sendiri bagaimana Bu Rina kalau sudah emosi." Jawab kekasihnya, yang juga teman dekat dari Aga.
"Aku hanya lupa tidak mengerjakan PR. Hanya itu, tapi ia marah seolah aku telah membakar rumahnya." Balas Aga kemudian tertawa.
Meninggalkan Aga dan dua temannya yang asik menghabiskan waktu istirahatnya di kantin, beralih ke salah satu belahan kota besar ini, tampak seorang pemuda tengah menahan emosinya.
Wajahnya memerah, tangannya mengepal hingga buku-buku jarinya tampak memutih dengan urat lengannya yang mulai timbul. Tidak selang lama ia melepaskan pukulannya yang sudah ia tahan sedari tadi. Tepat mengenai rahang manusia di depannya itu yang kini telah tersungkur.
"Anak penjajah."
Satu kalimat itu itu berhasil menaikkan emosinya lagi. Ia mengangkat kerah insan di depannya itu kemudian memukulnya lagi tepat di pelipisnya, tidak sempat ia meloloskan pukulannya lagi pemuda itu berhasil menendang perutnya dan membuatnya melepaskan cengkramannya.
"Tidak usah sok jagoan, kamu tidak pantas hidup di sini."