Bagaimana dengan cinta? Apakah semudah itu? Tidak mungkin!
Pemuda tampan yang bersembunyi di balik sikap polosnya, Aga namanya. Beberapa menganggap ia adalah anak yang baik, tapi apakah benar begitu? Masih ingat dengan pribahasa bahwa "air tenang me...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Saya menerimanya." Jawaban Seno dengan begitu jelas dan tegas.
Senyum miring terlihat jelas pria itu tunjukkan akan jawaban pemuda di depannya ini. Bocah konyol, cinta anak kecil seperti ini tidak akan bertahan selama itu, mungkin nanti jika laki-laki ini menemui seseorang yang lebih dari anaknya di luar sana pasti juga akan tergoda, begitu dalam pikir pria tua itu.
"Baiklah, saya beri waktu selama sebelum kalian wisuda kamu bisa menemui anak saya, tapi setelah itu pastikan kamu akan pergi dan kembali hanya setelah mendapat gelar sarjana."
"Jika saya berhasil maka anda tidak berhak lagi untuk menghalangi hubungan saya."
"Pergilah." Ucap pria itu yang lebih seperti mengusir kehadiran dirinya.
Seno bangkit, membungkukkan badannya untuk memberi salam dan pamit dengan sopan, stelahnya ia melangkahkan kaki jenjangnya untuk meninggalkan ruangan ini.
♧♧♧
Waktu demi waktu berjalan, mentari yang tadinya tersenyum dengan megahnya kini telah kembali ke tempat tidurnya, menitah sang rembulan dan para bintang untuk menggantikan posisinya menghiasi langit malam. Seperti biasa pemuda manis bernama Aga ini sedang melakukan aktifitas malamnya, bekerja di sebuah toko yang menjual beragam makanan manis.
Malam ini tidak begitu ramai pengunjung, jadi ia bisa sedikit bersantai sembari melihat satu persatu pembeli yang memakan pesanan mereka disini. Ada satu orang yang mengalihkan penuh atensinya, seseorang itu nampak familiar dengan pakaian rapi dengan rambut hitam dan wajah yang tampan, bukan melebih-lebihkan Aga hanya mengatakan yang sebenarnya.
Laki-laki itu tengah berbincang santai dengan mas Kevin, pemilik toko ini, entah obrolan apa yang mereka ciptakan nampaknya seru sekali jelas dari senyum dan tawa mereka yang tak pernah pudar.
"Mbak Vina, kamu tahu seseorang yang sedang berbicara dengan mas Kevin itu." Tanya Aga kepada perempuan yang tak jauh darinya itu.
Gadis itu melihat ke arah dimana mata Aga menunjukkan, laki-laki itu tidak berani menunjuk dengan tangan, ia takut pria yang ia bicarakan ini menyadari perbuatannya.
"Itu teman pak Kevin, dia sering kemari namun akhir-akhir ini sedikit jarang, ini pertama kali setelah adanya kamu disini." Begitu balasnya.
Pantas saja laki-laki itu terlihat sangat akrab dengan atasannya ini.
"Memangnya ada apa, kamu suka dengannya?." Ucap gadis itu yang seakan mengejek dirinya. Seketika Aga menepis ucapan gadis ini, dengan dalih dirinya dan orang itu sama-sama laki-laki tidak mungkin dirinya bisa menyukai. Namun jawaban yang diberikan gadis itu membuatnya sedikit terkejut.
"Kalau cinta semua bisa terjadi." Aga tidak menjawab kalimat itu, tapi jauh di dalam hatinya ia membenarkan apa yang dikatakan gadis ini.
Aga seperti penah bertemu dengan laki-laki itu, ingatannya mencoba untuk dia kulik lagi, dengan susah payah pastinya, dan satu hal yang ia ingat, laki-laki itu yang membantunya saat ia pertama kali tinggal di kota ini, membantunya mengambil beberapa mi instan yang berada di rak paling tinggi. Namun ia tidak puas dengan itu, rasanya masih ada yang janggal, ada satu hal yang masih ia lupakan, tapi apa?.
"Hei. Katanya tidak mungkin suka, kok ngelamun." Ucap Vina membuyarkan pikiran Aga. Ia hanya bisa tersenyum polos dengan menggaruk belakang kepalanya yang tidak terasa gatal.
"Aku ke belakang dulu ya mbak, mau melihat kondisi dapur." Aga pergi untuk menghindari gadis ini. Sepertinya Vina itu dampat membaca pikiran seseorang, menakutkan sekali.
Pemuda itu menuju ke dapur hanya sebagai alibinya, namun juga tidak sepenuhnya, selama ia berada di tempat memasak itu ia banyak bertanya dan membantu, supaya dia juga bisa melakukan pekerjaan dapur, Reza dan Nita juga dengan cekatan dan ramah mengajarinya, sungguh teman kerja yang baik.
Hinggalah terdengar teriakan gadis tadi dari arah depan, sepertinya orang itu membutuhkan bantuannya. Benar saja, setelah ia berada di depan nampak ramai pengunjung yang datang. Ia membantu Vina untuk melayani semua pembeli ini, ada yang di makan di tempat dan juga ada yang di bawa pulang. Setiap kali ada yang keluar pasti ada yang masuk, membuat dirinya dan Vina tidak bisa berhenti sejenak untuk sekedar menarik nafas dengan tenang. Namun Aga menyukainya, ini lebih baik daripada ia tidak tahu harus melakukan apa. Lelahnya ini selain menghasilkan uang juga menghasilkan kesenangan.
Akhirnya ia dan Vina bisa menarik nafas dalam-dalam, ia bisa berhenti sejenak karena semua pengunjung sudah mereka layani. Nampak Aga mengedarkan pandangannya ke sekeliling, dan itu disadari oleh gadis di sampingnya.
"Orang itu sudah keluar, tadi saat kamu di belakang." Ujar Vina seakan dia tahu apa yang dicari oleh pemuda di sampingnya ini.
"Apasih mbak, tidak kok." Dalih Aga yang tidak berani menatap wajah gadis itu.
Vina hanya terkekeh melihat tingkah teman barunya ini. Sungguh menggemaskan seperti anak kecil.
"Bagaimana hasil pengumuman kemarin, kamu lulus kan?." Tanya Vina mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Lulus mbak, tapi hanya masuk lima besar, kira-kira bisa di terima di universitas atau tidak ya."
"Pasti itu, aku dulu hanya masuk sepuluh besar dan bisa masuk kuliah." Ucap Vina memberi semangat, gadis ini juga sama seperti dengannya, bekerja paruh waktu karena kuliah.
Aga tersenyum mendengar kaliamat temannya ini, semoga benar ia bisa di terima untuk kuliah.
"Nanti kalau pelanggan itu sudah selesai tutup saja ya." Ucap Kevin yang entah datang dari mana. Setelah berucap seperti itu kepada Vina dan gadis itu mengiyakan ia melenggang pergi keluar dari toko ini. Tinggal dua orang dalam satu meja, dan jam menunjukkan pukul setengah sembilan, tutup lebih awal, syukurlah.
Dalam keheningan malam Aga melajukan motornya, menerpa angin malam yang selalu memeluknya erat. Pikirannya tiba-tiba teringat dengan orang yang sempat ia bicarakan dengan temannya tadi, pemuda itu tidak begitu tampak lebih tua darinya tapi jika ia temannya Kevin bisa dikatakan mereka terpaut usia agak jauh. Tapi tunggu Aga saja tidak tahu berapa usia Kevin, dan wajah orang itu juga tidak nampak begitu tua, kenapa ia bisa berasumsi seperti itu. Konyol sekali pemuda ini.
Getaran ponselnya bisa ia rasakan di saku celananya, ia mengabaikan itu karena masih berkendara, namun getaran itu tidak hanya satu kali. Mungkin ada hingga lima kali, dan Aga mengabaikan itu. Sesampainya di dalam kamar barulah ia melihat siapa yang meneleponnya berkali-kali, dan benar siapa lagi kala bukan kekasihnya. Baru saja ia ingin menelepon kembali pemuda itu namun sudah didahului layar ponselnya yang menghitam, sial ponselnya mati.
Aga mengisi daya ponsel itu, sembari menunggu ia lebih baik membersihkan diri dan setelahnya ia akan menelepon kekasihnya.
Tidak lama hanya lima belas menit untuknya menyelesaikan kegiatannya itu, dan dirinya kini sudah merebahkan tubuhnya yang segar ini di atas kasur.
"Halo." Ucap Aga. Baru saja benda pipih itu ia nyalakan sebuah panggilan masuk ke dalam ponselnya.
"Sayangnya Seno.. Seno rinduu, pengen peyuk, pengen ditium."