36 - Kenal

5 0 0
                                    

Bangun pagi, itu merupakan kebiasaan baru Aga, sebelum mentari menampakkan wujudnya, pamuda manis ini telah terlebih dahulu mengukir senyumnya, menyambut dunia dengan suka cita, ia mengabaikan semua rasa sakit dan penat yang ia rasakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bangun pagi, itu merupakan kebiasaan baru Aga, sebelum mentari menampakkan wujudnya, pamuda manis ini telah terlebih dahulu mengukir senyumnya, menyambut dunia dengan suka cita, ia mengabaikan semua rasa sakit dan penat yang ia rasakan. Cukup ia habisakan semua rasa tidak enak itu di masa mudanya ini, agar kelak di usia senja ia tinggal menikmati semua jerih payahnya.

Membersihkan diri, mencuci semua pakaian kotornya dengan tangan, dan membereskan kamar kos nya yang lumayan berantakan ini, semuanya selesai dan saatnya ia untuk menukar tenaga dan waktunya dengan uang, masih seperti biasa ia bekerja di sebuah kedai makan yang selalu saja ramai. Tempat seperti itu tidak pernah mengenal libur karena manusia tidak pernah berhenti untuk mengisi perutnya.

Ia berangkat dengan munumpangi beat merah pinjaman dari sahabatnya, sungguh beruntung ia memiliki sahabat seperti Fika. Namun ia sudah jarang bertemu dan bertukar kabar dengan gadis itu, saat ia kembali di kota kelahirannya ia tidak sempat mengunjungi sahabatnya itu, ada rasa penyesalan tapi yasudah, mungkin lain kali.

Tidak perlu lama ia tiba di tempat kerjanya, karena hari masih pagi dan jalan pun belum ramai membuatnya dengan lancar sampai di tempat tujuan.

Bukan hal yang aneh orang ramai sudah menunggu tempat ini buka. Mari kita mulai, semangat, begitu ucap Aga di dalam hatinya. Ia menjalani semua ini dengan penuh senyum, dan seperti itulah adab seorang pelayan, tuntutan untuk murah senyum meski hati sedang tidak baik-baik saja.

Ia sempat berpikir kenapa tempat ini begitu ramai padahal tempai ini bukanlah satu-satunya warung makan. Apa mungkin si pemilik menggunakan jalur lain, jalur yang tidak dapat dilihat dengan orang awam, ah sepertinya tidak mungkin, karena pemilik tempat ini begitu ramah dan baik hati.

Dari mulai pagi hingga mentari hampir menempatkan posisinya di tengah-tengah angkasa warung makan makan ini tidak pernah sepi, ada saja orang yang membeli, sempat tadi ia beristirahat namun tidak ada tiga puluh menit lagi-lagi tempat ini diserbu oleh banyak orang, wajar karena ini sudah memasuki jam makan siang. Aga dengan cekatan melayani semua pembeli itu.

"Nasi anget pakai ayam bakar dengan kuah kari, nasinya setengah porsi saja." Begitu ucap si pembeli, namun tidak ada sahutan dari Aga, ia membeku dengan pandangannya yang tertuju pada manik emerald seseorang di hadapannya ini.

"Dek." Panggil orang itu karena tidak mendapat respon dari si pelayan ini.

"Ah iya mas maaf, pesan apa tadi?." Ucap Aga supaya laki-laki itu mengulang pernyataannya.

"Lain kali kalau kerja itu fokus, jangan malah terpesona dengan pelangganmu."

Perkataan laki-laki itu sungguh membuat Aga geram, antara malu dan kesal ia rasakan, pasalnya kenapa pemuda ini dengan percaya dirinya mengatai kalau Aga terpesona. Namun tidak sepenuhnya ucapan itu salah, Aga benar-benar terkagum dengan manik yang dimiliki pemuda ini, sangat indah.

Setelah pemuda itu mengatakan pesanannya tadi segera ia menyiapkan itu. Tidak lama pesanan itu siap dan Aga memberikannya kepada si pembeli, namun sebelum laki-laki itu meninggalkannya ia sempat bertanya sesuatu.

AGA ASKARA - Aku, Dia, dan KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang