Malam ini begitu tenang, tidak banyak bintang, rembulan pun tidak seterang biasanya, gumpalan awan terlihat mendominasi angkasa, udara dingin berhembus menyentuh dedaunan dan membuat mereka menari, pantas karena bulan ini masihlah musim penghujan.Satu minggu berlalu, ujian selesai, semua berjalan mudah, ayahnya masih sangat protektif kepadanya namun tidak pernah membahas Seno dan itu membuat pikirannya lebih tenang, cukup untuk menghadapi ujiannya. Sudah tidak ada lagi kegiatan sekolah, tinggal menunggu nilai keluar, pengumuman kelulusan, dan wisuda tentunya.
Pemuda itu sudah mendaftarkan diri di salah satu universitas ternama di negeri ini, tidak dengan Fika, gadis itu memilih untuk tidak melanjutkan, sedangkan Seno, ia tidak tahu, setiap kali ditanya jawabnya hanya "entahlah".
Seperti rencana diawal, mereka akan pergi ke pantai hanya untuk sekedar bersenang-senang. Lusa mereka akan berangkat, hanya seharian, tidak ada acara menginap atau semacamnya.
"Besok lusa jangan lupa, aku sudah membeli tiketnya." Aga mengirim pesan untuk Fika dan juga kekasihnya tentunya.
"Iyaa Agaa bawell. Kita tidak menginap kan?." Balasan dari Fika.
Sedangkan pesan untuk kekasihnya belum dibalas, sepertinya pemuda itu tidak aktif.
"Tidak, hanya bersenang-senang dari siang sampai sore saja, malam mungkin baru sampai di rumah, setelah makan malam." Balas Aga lagi.
Decitan suara pintu kamar terbuka, Aga menoleh mendapati ayahnya berjalan ke arahnya, sorot matanya begitu tajam, dengan tanpa suara laki-laki paruh baya itu melemparkan sebuah kertas, kecil dan tipis, sebuah tiket.
Seketika matanya membola, darimana pria di depannya ini mendapatkan tiket miliknya. Sial, pasti ketinggalan di saku celana seragamnya.
"Jelaskan." Ucap pria itu singkat, ia masih berdiri di depan anaknya.
"Aga akan ke pantai besok lusa." Aga menjawab dengan santainya.
"Dengan Alexander?."
-klunting!
Suara notifikasi pesan masuk di ponsel Aga mengubah suasana, semua pandang mata mengarah ke sana, dimana terlihat dengan jelas di layar ponsel yang di genggam Aga. Laki-laki itu dapat membacanya, matanya belum rabun.
"Iya sayangnya Seno, mau aku jemput?." Fuck! Kenapa laki-laki itu membalasnya di saat seperti ini.
Seketika ponsel yang digenggamnya itu berpindah tangan, dengan tanpa berpikir panjang tuan Askara membanting ponsel itu. Aga terkejut dengan perbuatan ayahnya ini, kenapa ia tega sekali.
"Ayah kenapa melakukan ini." Ucapnya dengan suara gemetar, ia takut juga kesal, ingin marah tapi masih ia tahan sebisa mungkin.
Bukannya menjawab pria itu menarik kerah pakaian Aga, mengangkat tubuh ringkih itu hingga ia berjinjit, dengan begitu keras ayahnya melayangkan sebuah tamparan, tepat di pipi anaknya. Aga hanya meringis merasakan panas dan perih di pipinya. Terlihat ibunya datang di ambang pintu, melihat anaknya yang sudah tersungkur di lantai itu segera ia memeluknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGA ASKARA - Aku, Dia, dan Kamu
RomantikBagaimana dengan cinta? Apakah semudah itu? Tidak mungkin! Pemuda tampan yang bersembunyi di balik sikap polosnya, Aga namanya. Beberapa menganggap ia adalah anak yang baik, tapi apakah benar begitu? Masih ingat dengan pribahasa bahwa "air tenang me...