Bagaimana dengan cinta? Apakah semudah itu? Tidak mungkin!
Pemuda tampan yang bersembunyi di balik sikap polosnya, Aga namanya. Beberapa menganggap ia adalah anak yang baik, tapi apakah benar begitu? Masih ingat dengan pribahasa bahwa "air tenang me...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Luasnya lautan angkasa bertabur ramainya bintang-bintang begitu cantik, berbanding terbalik dengan suasana hati sosok pemuda yang tengah mendudukkan dirinya di lantai balkon. Ia menikmati hawa dingin yang berhembus menyapa kulit putihnya, dengan sesekali menghisap bendi putih panjang yang terselip di sela jemarinya. Entah sejak kapan pemuda ini menyukai benda kecil itu, mungkin karena rasa tenang yang dibuat benda itu ia jadi menyukainya.
Nikotin dalam benda itu sungguh memabukkan, candu seperti sebuah ciuman kekasihnya. Ia merindukan kekasihnya, sudah terhitung hampir dua minggu dari pamitnya sosok itu. Biasanya dua atau tiga hari sekali kekasihnya itu akan menemuinya atau menemani ia tidur meski hanya satu malam.
Satu jam yang lalu ia mengirimi pesan kepada pemuda itu namun belum mendapat jawaban hingga saat ini, mungkin saja ia sibuk karena harus menyiapkan banyak hal disana. Itu membuat Aga benar-benar merasa sendiri, ia kesepian.
Kuromi. Ia teringat dengan boneka itu, pasangan dari Melody yang ia berikan kepada kekasihnya. Kira-kira apakah laki-laki itu membawa Melody bersamanya? Entahlah ia tidak tahu, ia tidak menanyakan hal itu. Namun satu hal yang pasti, ia harus mengambil Kuromi dari rumahnya, ia juga merindukan sosok ibunya meski rasa itu sempat ia sanggah beberapa kali.
Flashback
"Sayangnya Seno, sini peluk dulu."
Aga mendekat ke arah kekasihnya, wajahnya masam, matanya sembab, semalam tidurnya sungguh tidak nyenyak.
Seno memeluk kekasihnya itu begitu erat, ini akan menjadi pelukan terakhirnya sebelum ia pergi meningalkan pujaan hatinya. Mencium penuh wajah kekasihnya, mencium rambutnya, semua yang bisa ia lihat. Ciuman perpisahan, atau lebih tepatnya lumatan perpisahan tak lupa ia berikan.
Mereka beradu bibir, bertukar ludah, saling menghisap dan saling mendesah, kegiatan ini harus menjadi peringatan buat Aga supaya laki-laki itu tidak memalingkan hatinya. Aga adalah milik Seno, akan begitu, dan selamanya begitu.
"Ini, untukmu, gunakan." Seno menyerahkan sebuah ponsel baru dan satu buah kartu.
Aga menerimanya tanpa berucap satu patah katapun.
"Sudah ada nomorku di ponsel itu dan aku akan mengisi setiap bulan kartu itu, gunakan semaumu."
"Yang aku butuhkan hanya kamu bukan semua ini."
♧♧♧
Menaiki kendaraan umum Aga akan pulang ke rumahnya, ia tidak mau lelah berkendara sendiri, jadi ia memutuskan untuk seperti ini karena lebih efektif. Perasaan ragu dan khawatir entah kenapa begitu menyelimuti hatinya. Jika ia kembali ke rumah itu apakah masih ada orang yang menerimanya? Jika ia bertemu dengan ayahnya apa yang harus ia lakukan? Apakah ia masih diijinkan untuk menginjakkan kakinya di rumah itu?.
Pagi ini Aga memutuskan untuk ijin libur kerja, karena tempat makan seperti itu tidak mungkin memiliki hari libur. Semalam saat ia membulatkan tekat untuk mengambil Kuromi-nya ia segera menelepon si pemilik warung, dan syukurlah niatnya itu mendapat respon baik.