02 - Es Coklat

80 5 2
                                    

Hembusan angin malam mengiringi langkah kakinya, berjalan santai sembari menikmati udara yang terasa lebih dingin dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hembusan angin malam mengiringi langkah kakinya, berjalan santai sembari menikmati udara yang terasa lebih dingin dari biasanya. Aga menyusuri malam berniat untuk membeli es coklat yang tidak jauh dari rumahnya, entah kenapa dia mulai menykai hal ini, ia mulai menyukai es coklat.

Setelah mendapat apa yang dia inginkan segera ia bergegas pulang, karena ini sudah hampir pukul sembilan dan dia tidak mau begadang karena besok masih ada ujian.

Tidak segaja ia melihat sesuatu, manik hitamnya itu sedikit mengecil untuk memfokuskan pandangan ke seberang jalan, seorang pemuda sedang berbincang dengan polisi, dari postur tubuhnya ia sedikit mengenali pemuda itu, tidak berpikir panjang ia melangkah menjauh, melanjutkan perjalanan pulangnya. Seperti yang ia bilang tadi ia tidak ingin begadang, lagipula itu bukan urusannya meski pemuda yang ia liat tadi sempat mengantarnya pulang kemarin.

"Tidak biasanya polisi beroperasi di jam ini." Aga menggerutu sembari meminum es coklat yang tinggal setengah.

"Em maaf pak." Ucap Aga ketika ia tidak sengaja menabrak lengan seseorang yang berpakaian rapi serba hitam dan terlihat jauh lebih tua darinya.

Tak ada balasan, hanya tatapan tajam mengintimidasi yang diberikan orang itu kemudian masuk ke dalam mobil yang terpakir tak jauh.

Pikirannya tidak fokus, ia teringat dengan pemuda tadi, beberapa meter lagi ia sampai di depan pintu gerbang rumahnya namun ia memutar langkahnya, menuju tempat dimana ia melihat pemuda tadi. Tidak sampai sepuluh menit, sepertinya ia berjalan dengan cepat saat ini, namun sesampainya ia tidak mendapati apa yang ia cari.

"Ah sial kenapa aku harus kemari." Ucap Aga pelan ketika ia merasa bodoh atas tindakannya.

"Mencariku?."

Seketika Aga menoleh, laki-laki yang menjadi alasan dia kemari saat ini berada tepat di belakangnya. Tersenyum begitu lebar seakan tak ada beban yang pernah dihadapinya.

"Tidak." Jawab Aga asal kemudian melangkahkan kakinya pergi menjauh.

"Tadi aku melihat mu, aku sempat memanggilmu tapi kau mengabaikanku, mungkin kamu tidak mendengarnya." Ucap pemuda itu yang berjalan di sebelah Aga.

Tidak ada jawaban dari Aga, ia fokus dalam langkahnya dan sesekali menyedot es coklat yang tersisa sedikit.

Mereka berjalan dalam diam, tak ada obrolan lagi sampai pemuda itu dengan halus memegang lengan Aga dan mengajaknya duduk di bangku panjang bawah lampu jalan.

"Aku mau pulang." Ucap Aga.

"Duduklah dulu, lagipula rumah mu tidak jauh dari sini, dan pun ini masih setengah sepuluh belum sampai tengah malam, kita masih bisa berbicara. " Balas pemuda itu panjang lebar.

Lagi-lagi ucapan pemuda itu hanya dibalas dengan diam oleh lawan bicaranya. Aga menatap pemuda itu lamat-lamat tanpa ekspresi kemudian berjalan menjauh meninggalkan pemuda itu yang sedang duduk sembari memandanginya melangkah.

Beberapa menit berlalu, sebuah mobil mewah berhenti di depan pemuda tadi, ia berjalan mendekat kemudian memasuki mobil itu dan duduk di kursi belakang.

"Motor tuan muda besok akan saya urus, sementara sekolahnya akan saya antar jemput dulu." Ucap seseorang berpakaian serba hitam yang mengendarai mobil ini.

"Iya." Balas pemuda itu singkat. Ia sedang tidak ingin banyak bicara sekarang.

♧♧♧

Ujian Nasional telah usai, saat ini semua siswa dan siswi sedang menikmati acara terakhirnya di sekolah ini. Wisuda berjalan begitu meriah dan khidmat, semua bersuka cita begitupun dengan Aga, meskipun ia tidak menunjukkan itu dengan ekspresi tidak seperti teman-teman seperjuangannya. Namun ia bangga atas apa yang diperolehnya, ia bangga karena perjuangannya berbuah manis, ia bangga karena mendapat nilai sempurna. Di balik semua itu ia merasa ada yang tidak benar dengan perasaannya, sesekali ia teringat dengan pemuda itu. Ia merasa tidak enak karena terakhir kali mereka berpisah tidak secara baik bahkan mengetahui namanya pun tidak.

"Aga, ayah sama mama pulang dulu ya, nanti kalau acara mu sudah selesai telepon saja pak Budi." Ucap wanita cantik paruh baya itu.

"Iya ma." Balas Aga sembari tersenyum singkat.

Acara wisuda telah usai namun teman satu kelasnya termasuk Aga akan merayakan kelulusan ini di tempat lain, mereka telah memesan salah satu retoran untuk bisa menikmati momen-momen bersama untuk terakhir kali.

"Aga, ayok." Ucap Riko salah satu temannya, ia berehenti di depannya dengan motornya.

Tanpa menjawab Aga menaiki motor itu dan melaju bersama teman-teman lainnya.

Makan-makan bersama di sebuah restoran yang dilakukan oleh sekumpulan anak-anak yang baru saja lulus SMP apakah ini hal wajar? Hal itu sempat terlintas di kepala Aga. Bukankah di usia ini terlalu dini untuk melakukan hal seperti ini, meski tidak ada minuman beralkohol atau semacamnya tapi entahlah, menurut Aga ini rasanya aneh.

Terlepas dari pemikiran itu Aga menikmati momen ini, berbincang bersama teman-temannya sembari menikmati hidangan yang sudah mereka pesan sesuai selera masing-masing. Sangat hangat, begitu rasanya.

Satu jam berlalu, momen hangat di restoran juga telah selesai. Sembari menikmati hamparan rumput hijau dihiasi bermacam-macam bunga Aga terduduk di sebuah bangku taman yang terletak tak jauh dari restoran tadi. Tak ada yang menemaninya, hanya desiran suara angin dan daun-daun kuning yang berjatuhan.

Suasana taman tidak ramai, mengingat waktu yang menunjukkan hampir senja. Meski begitu ia sangat menyukai ini. Tidak ada manusia, tidak ada kebisingan, ia bisa memejamkan matanya dan merasakan udara sejuk memeluknya. Tanpa ia sadari ia tersenyum mengingat hal-hal yang menurutnya cukup menarik.

Langit barat tampak memerah, senja mulai terlukis begitu indah di atas sana, tak ada cela dari ciptaan Tuhan yang satu ini. Aga menyukainya, Aga menyukai senja. Ia menikmatinya, memandanginya tanpa berhenti berterimakasih kepada sang Pencipta atas semuanya. Perlahan angkasa yang tadinya merah oranye kini berubah menjadi gelap, pertanda bahwa malam akan segera menyapa.

"Halo, pak Budi tolong jemput Aga ya, lokasinya sudah Aga kirim."

"...."

"Terima kasih pak."

Tidak selang lama setelah Aga mengakhiri panggilan ke pak Budi sebuah mobil datang menghampirinya. Aga sangat akrab dengan mobil itu namun jarang melihat ada di rumahnya, setelah benar-benar berhenti ia memasuki mobil itu.

"Tumben pak Budi pakai mobil ini, ayah ada di rumah ya?"

"Iya mas, tuan sudah sedari tadi menunggu mas Aga pulang."

"Oh.. -Pak mampir ke minimarket sebentar ya."

"Baik mas."

Pemuda manis itu turun dari mobil dan segera masuk ke dalam minimarket, ia berjalan tapi fokusnya masih setia di layar ponselnya, hingga tak sengaja ia menabrak seseorang di depannya dan dahinya terbentur oleh bibir orang itu, seketika mereka berdua mengaduh dengan orang itu mengusap bibirnya lantaran sakit.

"Kamu kenapa?." Ucap Aga spontan ketika melihat pemuda itu memiliki memar di pelipis dan sudut bibirnya.

"Kalau jalan itu lihat depan." Balas seseorang itu dengan ketus kemudian melangkah pergi meninggalkan Aga yang masih diam mematung.

















To Be Continue.

























Enjoy your reading :)

AGA ASKARA - Aku, Dia, dan KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang