Hidup sendiri ternyata tidak semudah itu, tanpa orang tua, tanpa ada teman, tanpa ada hal-hal lain yang ia kasihi yang berada di kota ini. Kesepian, itu yang dirasakan Aga, tidak hanya itu, ia sempat bingung harus melakukan apa. Dihari-hari sebelumnya ia tidak memikirkan hal-hal sepele seperti dengan apa ia akan makan, dengan apa ia membeli pulsa, dengan apa ia berbelanja kebutuhannya, semuanya menjadi berbanding terbalik saat ini. Semua ia pikirkan sendiri, semoga saja pemuda manis ini bisa melanjutkan hidupnya, jangan lupa kalau ia adalah orang hebat, dan jangan lupakan juga kekasihnya yang selalu ada untuknya.
Aga harus segera mencari pekerjaan, yang dimana dapat menerima anak kecil seperti dia dengan sistem part time. Ia tidak bisa hanya mengandalkan tabungannya selama ini, cepat atau lambat tabungan itu akan habis jika tidak ia isi. Sebisa mungkin ia sisakan tabungan itu untuk membayar biaya masuk kuliahnya, jika ia lulus ujian seleksi, semoga saja.
Pagi ini laki-laki itu tengah mendudukkan tubuhnya di sebuah kursi panjang yang tersedia di sebuah taman pusat kota, berpakaian rapi sembari membawa sebuah amplop besar berwarna coklat berisi surat-surat lamaran kerja yang ia isi seadanya. Pemuda itu sudah mencoba di beberapa tempat namun ia tidak diterima, alasannya cukup sederhana, tidak ada yang mau memekerjakan anak di bawah umur seperti dirinya. Namun semua itu tidak membuatnya patah semangat, ia akan berusaha untuk bisa menyambung hidupnya, tidak ada yang peduli dengannya selain dirinya sendiri.
Sembari memandangi awan putih yang tak berhenti berjalan di atas sana, ia merasa ada sebuah getaran di dalam saku celananya, ia merogoh benda pipih itu dan melihat notifikasi disana, ada sebuah pesan masuk.
"Aga sayang, gimana kabarnya nak?." Begitu isi pesan yang dibacanya.
"Aga sehat ma, bagaimana dengan mama?." Balasnya.
"Mama sehat, ayah juga, begitupun dengan Seno. Kamu sedang apa nak, sudah makan?." Benar, sosok yang mengirimi ia pesan ini adalah ibu dari kekasihnya.
"Syukurlah, Aga sedang mencari pekerjaan ma, Aga sudah makan juga, terimakasih sudah sangat perhatian kepada Aga."
Sebenarnya laki-laki ini merasa tidak enak dengan sikap yang diberikan oleh orang tua kekasihnya itu, mereka tetap memperlakukannya seperti sebelumnya, seperti saat dia belum terjatuh seperti ini, ada rasa malu dan tak pantas yang menyelimutinya, namun di sisi lain ia juga bersyukur karena tidak kehilangan rasa kasih dari kedua orang tua itu.
"Jangan terlalu lelah, jangan lupa makan, kalau ada waktu mainlah ke rumah, nanti mama suruh Seno menjemputmu."
Tak terasa air matanya menetes begitu saja, ia benar-benar merasakan hangat di dalam hatinya, ibu dari kekasihnya itu sepertinya sangat tulus menerima dirinya.
"Iya ma, Aga lanjutkan cari pekerjaan dulu ya, sehat-sehat mama disana, salam buat ayah Alex dan Seno :')" Aga memutus pesan itu dengan kalimatnya.
Aga melanjutkan langkahnya lagi, untuk mengadu nasib tentunya, mengendarai motor yang dipinjamkan oleh sahabatnya. Tempat demi tempat ia pijaki, namun belum ada yang menerimanya, hampir semua ia coba, mulai dari restoran cepat saji, minimarket, swalayan, dan semacamnya. Tubuhnya penat, sedari tadi pagi ia belum mengisi perutnya, wajahnya nampak pucat dengan tubuh yang bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGA ASKARA - Aku, Dia, dan Kamu
Любовные романыBagaimana dengan cinta? Apakah semudah itu? Tidak mungkin! Pemuda tampan yang bersembunyi di balik sikap polosnya, Aga namanya. Beberapa menganggap ia adalah anak yang baik, tapi apakah benar begitu? Masih ingat dengan pribahasa bahwa "air tenang me...