15 - Belajar

6 0 0
                                    

Bukan hanya Fika dan kedua orang tua Dimas yang terpukul atas kepergian laki-laki tampan itu, Aga juga merasakan sakit yang tak bisa ia jabarkan, namun ia mencoba untuk kuat, ada seseorang yang menguatkannya, ada seseorang yang selalu membuatnya b...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bukan hanya Fika dan kedua orang tua Dimas yang terpukul atas kepergian laki-laki tampan itu, Aga juga merasakan sakit yang tak bisa ia jabarkan, namun ia mencoba untuk kuat, ada seseorang yang menguatkannya, ada seseorang yang selalu membuatnya bahagia, ada seseorang yang selalu mendekap tubuh ringkihnya, ada Seno yang tak pernah meninggalkannya dalam masa-masa duka itu.

Bersedih? Tentu saja, tapi pemuda manis dengan manik onyx itu memilih untuk segera bangkit dan beranjak dari duka, berbeda dengan gadis cantik sahabatnya itu, ia masih murung setelah empat puluh hari kepergian kekasihnya. Beberapa kali ia drop dan masuk rumah sakit, tubuhnya menjadi lebih kurus dari biasanya, tak jarang juga pandangan gadis itu tiba-tiba kosong dan tersenyum atau menangis tanpa ada yang tahu alasannya.

Hari ini, mereka bertiga, Aga, Fika, dan kekasihnya Aga itu tengah duduk menikmati pemandangan yang hanya bisa dilihat satu tahun sekali, masa penerimaan siswa baru. Mereka mengamati satu persatu siswa baru yang diterima disekolah besar itu sembari memakan camilan, stroberi coklat, Aga membuat sendiri camilan itu. Coklat dapat menimbulkan perasaan tenang dan bahagia untuk seseorang yang memakannya, ia sering membawa ini, untuk Fika, harapnya gadis cantik itu tidak berlarut-larut dalam dukanya.

"Aga, lihat laki-laki itu, cantik sekali seperti kamu." Ucap Fika, wajahnya nampak lebih segar hari ini.

Aga menoleh kemana jari Fika menunjuk, begitupun dengan Seno, mereka mendapati sosok pemuda bertubuh kecil dan berkulit putih, baru saja memasuki gerbang sekolahnya.

"Lebih cantik Aga." Timpal Seno.

"Cantik kalau tidak disiplin buat apa?." Tambanya lagi, pasalnya laki-laki yang menjadi perbincangan mereka itu terlambat masuk di hari pertamanya.

Aga tidak bersuara, ia masih tersipu atas ucapan pertama Seno.

"Cih. Seperti kamu disiplin saja, tidak ingat hari pertamu masuk kesini? Wajahmu penuh dengan bekas memar, pasti kamu dikeluarkan dari sekolahmu sebelumnya karena membuat masalah, iya kan." Balas Fika, ia teringat bagaimana wajah Seno yang lebam saat pertama kali ia bertemu di jalanan.

Seno hanya terkekeh geli mendengar ucapan Fika, tidak bisa dipungkiri karena semua itu memang benar.

"Berbicara mengenai disiplin, disini hanya aku yang paling disiplin." Ucap Aga dengan sombongnya.

"Tidak ingat kamu yang sering dihukum karena lupa tidak mengerjakan PR?." Balas Fika sembari menggeplak belakang kepala Aga. Pemuda itu mengaduh dengan tawanya yang lepas.

Hatinya menghangat, sepertinya gadis di sebelahnya ini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, ia sudah belajar untuk bangkit dari keterpurukannya.

Telah puas mereka melihat calon-calon siswa baru di sekolahnya, mereka bertiga memilih untuk kembali ke kelasnya, meski belum ada pelajaran yang berlangsung tapi ini adalah salah satu sikap disiplin, benar kan?.

♧♧♧

Hari ini tidak banyak kegiatan di sekolah, kegiatan belajar mengajar belum seaktif biasanya, hanya pembagian jadwal, dan beberapa buku materi pendukung, ya begitulah. Mereka menjalani hari hanya dengan berbincang entah itu di kelas ataupun di kantin. Sesekali mereka juga melihat kegiatan MPLS siswa baru itu, sedikit menyenangkan melihat anak-anak itu dijahili oleh para anggota organisasi itu.

AGA ASKARA - Aku, Dia, dan KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang