81. kebucinan keduanya

973 28 0
                                    

Dalam perjalanan Lexxa memilih diam enggan berkata apapun, setelah mengetahui perasaan Arsen dan bidadari yang di maksud, terasa canggung untuk mengobrol. Tidak dengan Arsen, bersikap santai, walaupun dalam hati dan jantungnya bertalu-talu tak karuan.

Setelah selesai solat di mesjid, Arsen dan Lexxa kembali ke kosan Dinda. "Assalamu'alaikum buk bos," pintunya kini di tutup Arsen terus saja memanggilnya.

"Waalaikum salam Sen, berisik Lo gangguin gue aja!" gerutu Bagas membukakan pintu.

"Nih gue belikan makanan bos," sembari menyodorkan kantong kresek.

"Baik banget Lo Sen, pasti habis jadian ya?" ledek Bagas membuat Lexxa malu enggan menatapnya.

"Kepo aja Lo bos, buruan sana suapin kasihan buk bos tuh nungguin," ujar Arsen.

"Iya bawel, oiya Sen habis ini Lo telfon Rey buat ambil motor Dinda."

"Oke asiap pak bos laksanakan," sahut Arsen kini keduanya duduk di teras. Sedangkan Bagas kembali ke dalam menyuapi Dinda. "Sebelum pulang makan dulu ya."

"Aku bisa makan sendiri Gas, lagian tangan kanan mu masih terluka."

Bagas tersenyum mengacak rambut di balut dengan hijab. "Luka nya tak seberapa, biar aku suapin ya."

Dinda mengangguk, pertama kali disuapi Bagas membuat jantung nya berdegup kencang tak karuan. Begitu juga Bagas merasakan hal yang sama.

Hanya saja bagas bersikap seolah-olah biasa saja.

Setelah selesai makan kini Bagas membantu membereskan barang-barang Dinda. Beberapa menit kini mereka bersiap-siap pulang, Bagas membopong Dinda duduk di belakang, sedangkan Arsen menyetir di sampingnya Lexxa.

"Kok bukan Lexxa di belakang?" tanya Dinda saat Bagas memasuki mobil, dan duduk di sampingnya.

"Kasihan Arsen biar ada penyemangat nya!" ledek Bagas membuat Lexxa malu.

"Sialan lo bos! Lo nya aja mau deket-deket buk bos, gue dijadiin mangsa."

"No comen Sen, tancap gas ke rumah ibu!"

Kini Arsen melajukan mobilnya menuju rumah Dinda, dalam perjalanan Arsen curi-curi pandang ketika lampu merah, sedangkan Dinda menahan rasa sakit dan nyeri di kakinya. "Din masih sakit ya?" tanya Bagas ketika melihat Dinda meringis kesakitan.

"Iya Gas, rasanya nyeri banget, jadi gak bisa aktifitas kemana-mana deh," sahut Dinda merasa sedih ketika harus berbaring tanpa melakukan aktifitas.

"Sembuhin dulu kaki nya baru aktifitas kembali, jangan ngajar dulu dan jangan ke toko, awas aja sampai kemana-mana," ancam Bagas.

"Iya iya Bagas Kafa, aku istirahat sampai sembuh total," jawab Dinda.

"Oiya buk bos, semua baju di toko itu hasil rancangan buk bos semua ya?" tanya Arsen penasaran.

Dinda tertawa renyah. "iya kali kak semua rancangan ku, bukan kak Arsen, hanya beberapa, kak Arsen kan tau sendiri, Dinda itu belum punya karyawan, mesin jahit cuma satu. Dinda itu berkerja sama dengan beberapa brand, dan juga rancangan ku tidak semua aku yang jahit, jadi Dinda hanya belanja kain juga desain baju setelah itu aku serahkan deh ke konveksi, jika pesanan dalam jumlah banyak, jika pesanan bisa di jangkau Dinda kerjain sendiri kak."

Bagas merasa kagum dengan kemandirian istrinya bahkan pengetahuan nya begitu luas. "Kirain buk bos sendiri yang ngerjain semuanya," celetuk Arsen, juga merasa kagum dengan Dinda.

"Ya enggak kak Arsen, kapan dong waktunya aku istirahat, mana pagi ngajar setelah dzuhur jualan di live, terus packing barang, dan tangan Dinda cuma dua."

gadis bercadar Milik Ceo Tampan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang