77. momen mengharukan

836 26 1
                                    

Setelah kepergian Dinda kini Bagas bergabung bersama kyai dipta dan umi alisya dan juga keluarga zio berada di ruang tamu, mereka menunggu Luna selesai bersih-bersih.

Bagas kini duduk di sebelah zio, yakni kakak ipar suami dan Luna.

"Kak selamat ya atas pernikahan mu, aku titip mbak Luna jangan sakiti dia."

"Siap, aku akan menjaga dan menyayangi Luna," jawab zio menepuk pundak Bagas.

"Aku percaya padamu kak," sahut Bagas.

Tiga puluh menit Luna telah selesai beres beres dia turun di bantu bik Siti membawa barang barang nya, dengan mengenakan gamis berwarna maroon dan hijab syar'i membuat zio terpana akan kecantikan istri nya.

Luna menunduk malu-malu saat di tatap penuh hangat oleh zio. Umi putri menatap Luna penuh dengan kebencian, hanya saja bersikap ramah dan lembut ketika berada di depan semua orang terutama menjaga kepercayaan zio.

"Sini nak duduk lah," panggil umi alisya menepuk sofa di sampingnya yang masih kosong.

Sebelum berpisah dan tinggal di rumah zio kini Luna memeluk uminya dengan erat, tak terasa pelupuk matanya di penuhi dengan butiran-butiran kristal.

"Sayang dengerin umi ya, jadilah istri yang baik dan nurut terhadap suami mu, ingat sekarang imammu adalah zio jadi patuhlah kepadanya," nasehat umi alisya kepada anaknya.

"Apapun yang terjadi, dan masalah apapun yang menimpa kalian jangan ucapkan kata perpisahan, ingatlah Allah membenci kata itu, rasulullah bersabda 'sesuatu yang halal tapi paling dibenci Allah adalah perceraian' jadi Abah hanya mengingatkan di awal pernikahan kalian, saling menjaga, saling percaya dan saling menyayangi, Abah hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian," nasehat kyai Dipta.

"Insya Allah zio akan mengingat nasehat abah, dan zio janji akan menjaga dan menyayangi Luna seperti abah menyayanginya," jawab zio penuh dengan kesopanan.

"Drama banget...!! Cuma pindah rumah aja ribet," gerutu putri dalam hati nya.

"Zio ingatlah jika suatu saat kamu tidak menyayangi anak Abah lagi, jangan sia-siakan dia ya, kembalikan kepada Abah lagi, karena sampai kapanpun Abah akan menerima dengan tangan terbuka."

Mendengar kata-kata abahnya membuat Luna semakin terharu, air matanya tak dapat lagi dia bendung.

Zio hanya mengangguk mendengarkan ucapan dari mertuanya. Begitu juga Bagas merasa sedih harus berjauhan dengan Luna, walupun sejak masa kuliah sudah tidak serumah, namun akan merasa kurang jika mengunjungi Abah dan uminya, tidak ada sosok Luna selalu menasehati dan menenangkan Bagas.

"Abah, umi, Luna mohon doanya ya! Semoga Luna bisa menjadi istri yang baik dan langkah Luna selalu di berkahi. "Ujar Luna menyeka air matanya.

"Doa kami selalu bersamamu nak," jawab umi alisya dengan tersenyum, walaupun hatinya merasa tidak rela dengan kepergian Luna, setiap hari akan ada suara Luna memenuhi rumah besar tersebut dan kini akan terasa sepi.

"Kyai kalau begitu kami pulang dulu, kami akan menganggap Luna seperti anak kita sendiri, kami akan menjaga Luna dan menyayanginya dengan sepenuh hati," ujar kyai rival berpamitan, setelah itu mereka bersalaman berpelukan sebuah perpisahan.

Bagas tak tega melihat raut wajah uminya sedih dan berpura-pura tersenyum. Dengan sigap Bagas merangkul menuju teras melepas kepergian luna. Kini Luna memasuki mobil, sedangkan kyai rival dan umi putri melajukan mobilnya terlebih dahulu.

Zio membawa mobil sendiri, karena takut Luna merasa tidak enak hati jika harus satu mobil dengan Abah dan uminya.

"Assalamualaikum umi zio pamit," salam zio menutup kaca mobilnya.

gadis bercadar Milik Ceo Tampan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang