48. Thunder Wolves

7 0 0
                                    

Hari telah berlalu dan kini sinar mentari pagi telah menerangi dunia. "Zai, lo ga pulang? " ucap Jendra yang baru saja sampai di rumah sakit, memang jendra tak menemani Zaidan karena ia takut akan terkena amukan ayah tirinya itu. Sebenarnya Gemini adalah orang yang dermawan dan baik hati, namun berbeda jika dirumah, moodnya selalu berubah secara drastis.

"Enggak, gue nunggu nauren, Rendra pernah bilang kan ke kita kalau dia pergi duluan gue harus jaga Nauren? " ucap Zaidan yang terduduk di kursi tunggu dengan wajah pucat.

"Nih buat lo, kebetulan gue tadi habis dari kantin, gue gatau lo suka apa tapi gue beliin nasi goreng, muka lo pucet. " ucap Jendra lalu duduk di samping Zaidan.

"Thanks, Jen. "

"Nauren mana? "

"Dia nunggu Rendra di dalem, masih belum sadar, gue takut dia kenapa-kenapa"

"Kalau dia ga bisa lewatin masa kritisnya, kemungkinan akan ga sadar untuk waktu yang lama"

"Maksud lo? "

"Gue kemarin ketemu sama ayahnya Rendra, kita sempet ngobrol juga, "

"Jadi sampai kapan Rendra sadar? "

"Gue gatau pasti tapi gue harap Rendra sadar sekarang" ucap Jendra, dan tak lama suara patient monitor milik rendra pun berbunyi dengan cepat.

"Wehh, jen, panggil dokter Theo, gue mau masuk" ucap Zaidan dengan cemas dan langsung masuk kedalam ruang rawat Rendra. Zaidan melihat Nauren yang tertidur pulas di sofa dan Zaidan pun membangunkan Nauren.

"Nauu bangunn, Rendra kejang. " namun Nauren tak sadar dari alam mimpinya itu, Zaidan menggoyangkan badan Nauren dan tiba tiba Nauren pun jatuh ke lantai dengan lemas. Zaidan menyadari bahwa Nauren tidak tidur, melainkan pingsan.

Tak lama dari itu Jendra dan dokter Theo pun masuk kedalam ruang rawat Rendra. "Jen lo ikut gue dulu, Nauren pingsan. " ucap Zaidan sambil membawa Nauren dengan cara di gendong.

"Yaudah kita bawa ke ruang rawat lain aja. " ucap Jendra. Mereka berdua pun meninggalkan ruangan itu dan mencari suster yang lain.


✧༺ Di sisi Rendra ༻✧

Dokter sekuat tenaga untuk menyelamatkan Rendra, karena ini sudah melewati masa kritis Rendra namun ia belum sadar juga. "Sus, tolong ambilkan alat pacu jantung. " ucap dokter Theo yang sudah tak bisa berpikir lagi.

"Tapi dok, pasien ini masih dalam kondisi yang tidak stabil, akibatnya bisa fatal dok? "

"Saya tau, tapi ini cara satu satunya. "

"Baiklah dok, saya ambilkan terlebih dahulu. " tanpa pikir panjang dokter Theo langsung menempelkan alat itu ke dada milik Rendra.

"Saya mohon bertahan. " ucap dokter Theo yang masih berusaha agar Rendra sadar

"Dok, bagaimana ini? Kondisi pasien tak kunjung stabil? " ucap suster yang semakin panik.

Dokter Theo yang pasrah pun menaruh kembali alat itu dan memilih untuk manual menggunakan tangan. Dengan perlahan dokter Theo menekan dada Rendra sekuat tenaga. Air mata dokter Theo tak bisa terbendung lagi, saat dokter Theo berada di titik terendah nya ia tertunduk lesu di sofa.

"Sus, cabut selang infus dan oksigen nya, ini ga mungkin bisa selamat. " ucap dokter Theo dengan nada yang bergetar.

Sebuah keajaiban, secara tiba tiba detak jantung Rendra kembali normal. "M-ma-mah" ucap Rendra dengan terbata-bata dan terlihat jika cairan bening itu telah keluar dari kelopak mata Rendra.

"Dok, detak jantungnya kembali normal, pasien memanggilnya ibunya" ucap suster yang kaget.

"Hah?! " dokter Theo pun langsung berdiri dari tempat duduknya dan mulai menghampiri Rendra secara perlahan. "Rendra? " ucap dokter Theo secara perlahan.

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang