Zayne baru kembali ke ruangannya ketika hari sudah gelap. Ia sedikit terkejut melihat (Name) yang terlelap di sofa. Zayne tidak menyangka kalau (Name) datang ke rumah sakit.
Seketika Zayne juga ingat kalau dia belum sempat mengirimkan pesan pada (Name), pria itu menghela nafas, ia jadi merasa bersalah karena membuat istrinya menunggu sendirian disini.
Kaki jenjang Zayne melangkah menuju meja kerjanya. Disana ia mengambil ponsel miliknya sendiri yang masih tergeletak di atas meja. Zayne membuka ponselnya namun keningnya mengernyit heran, seingatnya ia sudah mengetikkan pesan pada (Name) namun belum terkirim, tapi setelah Zayne cek lagi hasil ketikannya sudah terhapus.
Ia kembali melirik ke arah (Name), berhubung (Name) belum bangun juga, Zayne memilih keluar ruangan kembali, ia berniat untuk mencari kopi di cafe terdekat.
Sesampainya di cafe, ia memesan kopi yang diinginkannya. Zayne juga duduk disana sembari bermain dengan kucing yang kebetulan berada di cafe. Beruntungnya kali ini kucing tidak menolak kehadirannya.
"Belum pulang Dokter?"
Zayne menoleh ke arah seorang gadis yang menjadi pelayan di cafe langganannya. Zayne membalas dengan senyuman tipisnya.
"Belum" jawabnya singkat.
Gadis itu meletakkan secangkir kopi yang Zayne pesan di atas meja, Zayne pun tidak lupa mengucapkan terima kasih sebelum gadis itu pergi kembali.
Zayne mulai meminum kopinya sedikit, pikirannya kembali melayang kepada (Name) yang menyinggung soal perceraian secara tiba-tiba. Biasanya Zayne selalu mengikuti kemauan istrinya, tapi kali ini dia keberatan untuk mengiyakan.
Zayne merogoh saku baju dimana ia sudah melepaskan cincin yang melingkar di jari manisnya. Ia menatap cincin itu lamat hingga ponselnya tiba-tiba berdering. Buru-buru pria itu menyakukan kembali cincin pernikahannya.
Satu panggilan masuk membuat Zayne langsung mengangkatnya. Orang yang menelepon adalah ayahnya sendiri. Zayne bahkan lupa kapan terakhir kali ia berbicara dengan keluarganya.
"Zayne, bagaimana kabarmu?" tanya sang Ayah dari seberang sana.
"Baik, ayah sendiri bagaimana?" jawab Zayne jujur.
"Sama sepertimu. Ngomong-ngomong apa istrimu sudah hamil? Kalian benar-benar melakukan program kehamilan seperti yang waktu itu ku sarankan padamu kan?"
Zayne memijat pelipisnya yang berdenyut, ini alasan ia selalu menghindar untuk berkunjung ke rumah orangtuanya. Dulu sewaktu dia masih sendiri, Zayne selalu dicecar perintah untuk cepat menikah, makanya Zayne mendadak melamar (Name).
Ia kira setelah ia menikah, orang tuanya tidak akan menanyakan tentang kehidupannya lagi, namun nyatanya setelah ia menikah pun ia tidak lepas dari pertanyaan tentang kehamilan istrinya.
Tidak mau ambil pusing, Zayne memilih mengambil kacamatanya, ia hendak membaca buku yang ia bawa sambil sesekali mendengar ocehan ayahnya.
"Ya, hanya saja belum ada tanda-tanda sedikitpun. Ayah tidak perlu khawatir, kami mengusahakan nya" jawab Zayne terpaksa berbohong. Ia tidak mungkin menceritakan kejadian sebenarnya.
"Jangan bilang kalau istri mu mandul?"
Krek.
Zayne menggenggam erat kacamata nya sendiri hingga patah. Tentu saja ia tidak menerima perkataan Ayahnya barusan. Selama ini dia selalu menjadi garda terdepan ketika orang tuanya menjelekkan istrinya, bahkan Zayne tidak segan untuk membantah ucapan orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma [Zayne X Reader]
FanfictionMencari tahu tentangmu adalah sebuah keharusan, tapi mencintaimu? Tidak ada hal yang tidak mungkin dari pria misterius yang menjelma menjadi suami mu. ⚠️WARNING⚠️ Cerita ini mengandung unsur toxic, bahasa yang tidak baku, smooth lemontea, pembaca ya...