S2. 11. Different Choice

1K 101 29
                                        

(Name) terus saja mengurung diri di kamar semenjak ia kehilangan dua sosok kesayangannya. Lingkaran hitam di sekitar matanya juga tercetak dengan jelas, wajahnya selalu sembab akibat menangis terus menerus.

Zayne memang selalu mendampinginya, tapi karena (Name) yang sudah terlanjur kecewa memutuskan untuk mengabaikannya.

Tentu saja ini akibat rasa marah dan dendam yang ia simpan sendirian. (Name) bahkan sudah berencana ingin memburu pemerintah dan membunuh mereka di kemudian hari.

(Name) tidak mengatakan niat jahatnya terhadap pemerintah pada Zayne, bagi (Name), Zayne terlalu baik, dia bahkan tidak mampu untuk membalas perbuatan jahat yang dilakukan oleh mereka.

Pintu kamar dibuka, (Name) enggan menatap kearah pintu. Disana Zayne sudah membawa sebuah nampan berisi sarapan lengkap. Bahkan makanan yang dibawakan tidak membuat (Name) berselera satupun.

        "Sayang, aku sudah membuatkan mu sarapan" ucap Zayne lembut.

         "..."

Pria itu duduk di tepi ranjang, dimana ia bisa melihat wajah (Name) yang nampak tidak berekspresi. Zayne paham sekali kalau (Name) marah padanya.

Ia sudah mencoba berbagai cara agar (Name) mau tenang, nyatanya dia tetap tidak bisa, (Name) bahkan terlihat semakin membencinya.

         "Masih tidak mau berbicara?" tanya Zayne lagi. (Name) sontak menatap Zayne tajam. 

         "Kalau begitu, ayo kita bercerai aja!" jawab (Name) cepat.

Zayne menghela nafas berat, ini bukan sekali dua kali (Name) mengatakan hal yang sama. Rasanya sungguh menyakitkan, tapi dia juga tidak mungkin memarahi istrinya.

         "Beberapa kali sudah ku katakan padamu, coba lah untuk tenang. Kamu pikir balas dendam semudah itu? Lawan kita adalah pemerintahan, mereka yang memimpin negara ini. Kita harus menyiapkan segala aspek sebelum memberikan mereka pelajaran" kata Zayne serius.

        "Kalau pun memang benar begitu, kenapa kau tidak melakukannya? Kau bisa saja membalasnya, tapi kau tidak mampu melakukannya kan?!" sentak (Name).

Kilatan amarah bisa (Name) lihat dari wajah Zayne. (Name) bahkan tidak peduli lagi, kalaupun setelah ini hubungan mereka berakhir sesudah bertengkar hebat.

        "Kau tidak merasakannya, Zayne! Kau masih mempunyai keluarga, sedangkan aku? Sedari kecil aku hanya bersama dengan nenek, lalu mereka juga membunuh nenek ku! Apa kau pikir aku akan menerima semuanya dengan tenang?!" tambah (Name) berapi-api.

         "Berhentilah bersikap seakan-akan kau seperti malaikat tak bersayap! Kau juga manusia, ada saatnya kau membangkitkan sisi gelapmu!"

Zayne terdiam sejenak, ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak meledakkan emosinya dihadapan (Name). Rasanya semakin ia mendengarkan (Name), tekanan darah nya semakin naik.

         "Aku rasa sepertinya kita tidak lagi cocok! Jadi aku mau-"

Zayne reflek menjatuhkan nampan berisi makanan yang dibawa olehnya. Ia sudah cukup bersabar hari ini. Pria itu segera pergi meninggalkan (Name) yang mematung sendirian di kamar. Zayne bahkan langsung pergi menggunakan mobilnya, (Name) berpikir kalau suaminya pasti kembali bekerja di rumah sakit.

Seusai kepergian Zayne, (Name) tidak tinggal diam. Ia langsung membereskan pakaiannya, memasukkan ke dalam koper. (Name) sudah berencana untuk pergi dari rumah Zayne.

Tujuannya ia ingin pergi dan berada pihak yang menjadi lawan dari pemerintahan. (Name) sudah menghubungi pria itu sebelumnya, dan ia sudah mendapatkan bantuan untuk bisa sampai kesana.

Enigma [Zayne X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang