S2. 9. Secret

962 91 10
                                        

Setelah mengobrol sebentar dengan tetangga, (Name) memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Ia mencoba untuk sarapan terlebih dahulu, walaupun sebenarnya (Name) seringkali mual ketika melihat makanan, tapi mengingat demi kesehatan bayinya di dalam kandungan, ia akan mencobanya terus-menerus.

Saat (Name) tiba di meja makan, ia terkejut melihat menu utama sarapan yang tidak membuatnya mual, padahal (Name) belum mengatakannya pada sang ART, namun ART nya seperti mengetahui apa yang dia inginkan.

        "Bibi serius menyiapkan ini?" tanya (Name) spontan.

        "Iya nyonya, eh? Apa nyonya mual lagi setelah melihat makanannya?"

(Name) menggeleng cepat. Ia duduk dengan semangat di kursi makan. Kali ini (Name) tidak ragu untuk menyentuh makanan itu, menu yang didominasi oleh sayuran, membuat (Name) merasa ia sanggup menghabiskannya kali ini.

        "Tidak, terimakasih bibi. Sejujurnya aku cukup mual kalau menu terdapat daging didalamnya.." kata (Name) jujur.

         "Sebenarnya ini juga menu rekomendasi dari tuan tadi pagi. Sebelum saya mulai memasak, tuan sempat memberikan saya pesan untuk menu utama sarapan pagi nyonya. Tuan juga mengatakan sebentar lagi akan pulang" jelas ART (Name).

(Name) merengut kesal. Bisa-bisanya Zayne lebih sempat mengabari ART di rumahnya dibandingkan dengan (Name) yang jelas-jelas menunggunya semalaman. (Name) kali ini bertekad ia akan ngambek pada Zayne saat pria itu pulang nanti.

.
.
.
.

Selesai sarapan, (Name) menyibukkan diri dengan membaca buku terkait obat-obatan yang ia temukan di kamar. (Name) membaca dengan teliti, sesekali ia membenarkan letak kacamata baca nya yang sedikit merosot.

Tak lama pintu kamar terbuka, tanpa melirik pun (Name) sudah tau siapa pelakunya. Suaminya itu baru saja kembali setelah menghilang selama semalaman. (Name) bertingkah seolah-olah Zayne tidak berada disana.

        "Pagi sayang" panggilnya lembut.

(Name) tidak menjawab, bahkan menoleh pun tidak ia lakukan. Melihat reaksi istrinya yang marah, Zayne seketika menyadari kesalahannya. Ia berdehem pelan sebelum berjalan mendekati (Name).

Pria itu duduk di tepi ranjang, ia mengamati wajah sang istri yang masih terfokus pada bukunya. Zayne mengulum senyum tipis sebelum ia memulai percakapan.

       "Sepertinya aku melihat ada aura kemarahan disini" celetuk Zayne.

        "..."

Zayne mengerutkan keningnya melihat (Name) yang tak kunjung merespon. Ia kemudian meletakkan telapak tangannya pada halaman buku seolah menghalangi (Name) untuk tidak lagi membacanya.

        "Siapa kamu?!" sinis (Name) spontan.

        "Suami kamu" jawab Zayne cepat. (Name) semakin kesal dibuatnya.

        "Aku tidak ingat aku punya suami, lagipula kalau memang aku punya suami, dia harusnya memberiku kabar ketika mau pergi!" oceh (Name).

Zayne segera meraih punggung tangan (Name) dan mengecupnya pelan. Hal itu membuat (Name) terdiam di tempatnya, pipi (Name) sudah memerah namun ia tetap tidak mengubah ekspresi kekesalannya sedikitpun.

         "Aku minta maaf ya, aku tidak sempat memberitahumu sebelum berangkat, keadaan benar-benar hectic, hingga aku dibutuhkan segera, aku akan pastikan ini kesalahan pertama dan terakhirku untuk tidak membuatmu khawatir lagi.." ungkap Zayne serius.

(Name) bisa melihat tatapan mata Zayne yang nampak tulus saat meminta maaf padanya. Sialnya, ia tidak bisa keras kepala terlalu lama. (Name) menggerutu dalam hati.

Enigma [Zayne X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang