S2. 10. Poison

1K 93 35
                                        

Hari ini (Name) kembali menjalani aktivitas dimana ia berangkat ke restoran seperti biasa. Tentunya ia berangkat diantar oleh Zayne, suaminya itu akan kembali sibuk di rumah sakit mengingat ada jadwal operasi hari ini.

Awalnya semua keadaan di restoran berjalan lancar sebelum pada siang hari tepatnya di jam istirahat kantor, (Name) tiba-tiba kedatangan beberapa petugas medis yang (Name) tidak tahu asalnya.

Sebagai pemilik restoran tentu saja (Name) terkejut. Ia langsung turun tangan untuk berbicara dengan mereka. Tara yang juga penasaran, ikut mendampingi (Name).

        "Ada apa ini?" tanya (Name) sebagai pembuka.

         "Maaf mengganggu waktunya, tapi kedatangan kami disini untuk menjalani pemeriksaan sekaligus pemberian vaksin pada warga"

          "Vaksin? Tapi untuk apa? Lagipula ini restoran, tidak seharusnya kalian datang ke sini" sahut Tara heran.

(Name) terdiam mengamati barang yang dibawa oleh para petugas medis tersebut. Mereka membawa tas yang kalau (Name) lihat berisi alat suntikan dan juga obat-obatan yang (Name) tidak tahu asal usulnya.

Ia juga tidak mendapatkan kabar apapun dari Zayne, kalau memang vaksin sudah ditetapkan oleh pihak rumah sakit.

          "Kami disini hanya menjalankan tugas dari pemerintahan untuk memberikan vaksin kepada warga di tempat yang ramai dikunjungi. Tenang saja, ini hanya vaksin biasa untuk mencegah virus kembali menyebar seperti yang dialami oleh warga belakangan ini"

          "Maaf, aku menolak. Suamiku juga bekerja di rumah sakit, tapi dia tidak memberi keterangan apapun padaku mengenai kehadiran vaksin ini" tolak (Name) tegas.

Salah satu petugas medis wanita kemudian membuka masker yang dikenakannya. Ia nampak menatap (Name) datar, terlihat raut wajah tidak mengenakkan ia perlihatkan pada (Name).

          "Oh ya? Memangnya siapa suamimu nona? Kau sepertinya tidak mempercayai petugas medis utusan pemerintahan" timpal si petugas wanita pada (Name).

         "Dr. Zayne. Apa kalian mengenalnya?"

Seketika itu juga ekspresi para petugas nampak terkejut mendengar penuturan (Name). Hal itu membuat (Name) semakin curiga, mereka juga terlihat tegang saat (Name) menyebutkan nama 'Zayne'.

         "Dr. Zayne ya? Hm, ya kami mengenalnya. Lagipula Dr. Zayne sedang sibuk menangani pasiennya di rumah sakit sedari pagi, jadi dia tidak sempat memberimu kabar" balas petugas itu kembali.

(Name) terdiam. Ia memang membenarkan hal itu di dalam hatinya. Toh dari pagi Zayne sudah memberitahunya kalau jadwal dia sedang padat, jadi (Name) juga tidak mau mengganggu Zayne sementara waktu.

         "(Name), kamu yakin mau biarin mereka memberi vaksin disini?" bisik Tara penasaran dengan keputusan (Name).

         "Aku tidak tau, lagipula aku tidak bisa mengambil keputusan ini sendirian tanpa Zayne.." jawab (Name) jujur.

         "Ya memang sih kau kan udah bersuami, tapi ini kan restoran milikmu, bukankah hak penuh berada di tanganmu?"

(Name) kembali menatap kearah petugas medis. Ia butuh pertimbangan terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan. Apa yang diucapkan Tara ada benarnya juga, bagaimanapun ini adalah restoran nya, sudah seharusnya (Name) mengambil tindakan sendirian.

         "Apa yang akan terjadi jika aku menolaknya?" tanya (Name) serius.

          "Pemerintah akan menutup permanen restoran ini karena telah melanggar aturan, dan dianggap sebagai pembawa virus yang masih berkeliaran bebas. Ini surat resmi nya" jelas si petugas lagi.

Enigma [Zayne X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang