Fake?

260 28 6
                                    

Halilintar kecil tengah duduk dipinggir jalan, sedikit jauh dari rumahnya. Ia menekuk lututnya dan meletakkan kepalanya diantara sela lututnya.

Hari ini Halilintar kecil dimarahi oleh ayahnya karena melihat Gempa yang tangannya bengkak. Halilintar dimarahi karena tidak becus menjaga saudaranya.

Pulang sekolah tadi, Gempa mampir ke kamar mandi sebelum pulang. Niatnya untuk membuang hajat sejenak, namun ternyata dirinya kembali sedikit lama. Saat kembali Gempa tersenyum dan beralasan bahwa dirinya sedang berperang dengan kecoak dikamar mandi, agar tidak membuat saudaranya yang lain khawatir.

Setelah sampai dirumah, Gempa langsung dipergoki menyembunyikan tangannya dibalik tas punggungnya. Angkasa bertanya apa yang ia sembunyikan hingga akhirnya Gempa menunjukkan tangannya yang memiliki bekas biru. Ia mengaku habis dicubit oleh anak dari sekolah lain.

Seperti tersihir, Angkasa percaya saja dan langsung menginterogasi Halilintar kenapa bisa sampai kecolongan begini. Setelahnya, Halilintar diceramahi panjang lebar karena tidak becus menjaga saudaranya.

Setelah kejadian itu, Halilintar memastikan seluruh saudaranya sudah tidur siang. Ia berjalan keluar setelah memiliki waktu untuk menenangkan dirinya yang sedang sedih.

"Hali!" Seru seorang wanita yang masih tampak muda itu. Wanita tersebut sudah sejak kecil ada disamping Halilintar saat anak itu sedih.

Halilintar yang melihat siapa yang menyapanya langsung bersemangat. "Tante Rena!" Seru Hali balik. Rena lah yang selama ini menguatkan Halilintar disaat dirinya sedih karena ulah ayahnya.

"Halilintar kenapa?" Tanya Rena sembari memeluk Halilintar yang memeluk dirinya balik dengan kuat.

"Ayah lagi?" Tebakan Rena akurat. Halilintar mengangguk mantap.

"Halilintar pasti lelah yang karena dipaksa dewasa. Dipaksa mengalah. Dipaksa bertanggungjawab atas sesuatu yang bukan menjadi salah Halilintar. Your Great, Hali." Rena menenangkan Halilintar. Mengusap punggung ponakannya itu guna memberi kekuatan kepadanya.

Halilintar kecil terisak mendengar penuturan Rena. Tidak pernah ia mendengar kata-kata itu kecuali dari ibunya dan Rena sendiri.

"Halilintar capek, tante."

"Tak apa! Berjuang lagi! Sedikit lagi Halilintar bertahan, tante yakin Halilintar bakal mendapatkan yang Hali mau." Selalu itu yang Rena katakan kepada anak kecil yang rapuh ini.

Berbeda dengan Gempa yang tidak menyukai Rena bahkan berusaha melarikan diri disaat Rena datang, Halilintar justru menyayangi tantenya sangat. Segala rasa sakitnya terobati karena tantenya ini.

Mengingat itu, Halilintar termenung jauh. Ia sudah berkonsultasi dengan Mecha, tapi Mecha justru memintanya untuk memikirkan hal itu sendiri.

Mendengar cerita Hali justru membuat Mecha frustasi. Masalah ini jauh lebih rumit dari masalah kebersamaan yang terjalin dikeluarga Angkasa. Rena, sepupu Angkasa itu justru sudah berjalan dikarpet merah dihati Halilintar. Sudah berjalan menuju ke sebuah singgahsana yang berada disana.

Dari kecil hingga besar, Rena selalu datang tepat disaat Halilintar membutuhkannya. Bahkan disaat Hali tidak mengingat apa pun, Rena masih tetap datang dan mengulurkan tangan kepada pemuda itu.

Karena itu, Mecha menyerahkan itu kepada Halilintar. Biarkan dia memilih dan memutuskannya sendiri. Tugasnya sudah selasai, dirinya tidak ingin ikut campur terlalu jauh lagi.

---

"Tante, apa kabar?" Tanya Hali kepada Rena. Ia tidak menyangka jika orang yang justru selalu mengulurkan tangannya, sekarang tampak begitu mengerikan.

Gempa Pembunuh? [Tamat] ✓ (Revisi) Where stories live. Discover now