Bonchap ++++

99 14 0
                                    

"Gempa."

"Ya?"

"Anda mendapatkan surat dari Nyonya Carelin."

"Nyonya Carelin?"

Gempa yang baru saja keluar dari kamar miliknya tiba-tiba saja dikejutkan dengan seorang maid yang tiba-tiba datang memberikannya surat berstample dari keluarga Carson.

"Ada apa Nenek memberikan ini pada ku?" tanyanya pada maid di depannya. Maid tersebut menggeleng tidak tahu. "Saya pamit undur diri." Setelahnya maid tersebut pergi dari hadapannya meninggalkan Gempa seorang diri.

Gempa pergi ke ruang tamu. Dapat dia lihat saudaranya baru saja datang sehabis bekerja. Halilintar mengusap peluhnya. Taufan tertidur di sofa dengan pakaian kerja. "Kalian baru pulang?" tanya Gempa.

Mereka bertujuh baru saja lulus kuliah tahun lalu. Halilintar yang sekarang sibuk memegang universitas milik Rena yang di wariskan padanya. Lalu Blaze menjadi atlet terkenal. Solar memilih melanjutkan kuliahnya ke tingkat Magister. Duri yang memilih berbisnis dari hasil berkebun.
Taufan dan Ais juga memilih berlatih bekerja dengan Ayahnya. Dan sekarang hanya Gempa yang hanya duduk sembari termenung memikirkan masa depan.

"Baru saja tadi. Aduh! Badan ku rasanya mau retak, Gempa!" keluh Taufan padanya. Gempa menggeleng berinisiatif memijat pundak Taufan. "Gempa dipanggil sama Nenek."

Taufan dan Halilintar kompak menatap Gempa. "Buat apa?" tanya mereka bersamaan. Gempa mengendikkan bahu tidak tahu.

"Pasti ingin membicarakan tentang kau sebagai ahli waris, Gem. Pergi sana!" sahut Taufan tapi Gempa menggeleng. "Gempa tidak mau."

"Loh, kenapa, Gem?" tanya Halilintar bingung. Gempa merengut. Bukannya dia tidak mau menjadi pewaris keluarga Carson terlebih keluarga Ibunya itu adalah puncak dari keluarga berkuasa yang ada di bumi, tapi dia bukan lah keluarga Carson. Melainkan keluarga Raenggae.

"Kau bisa mengatakan dengan tegas pada Nenek kalau kau menolak warisan yang diberikan Nenek." Gempa menggeleng lagi. "Gempa tidak berani, Kak."

Halilintar menghembuskan napasnya lelah. Gempa memang seperti ini. Sejak dia ditetapkan menjadi ahli waris keluarga Carson, sejak itu juga anak itu sering murung dan menjadi robot Neneknya.

"Kau harus berani. Kau tidak mau dan kau memiliki kekuatan atas diri mu untuk menolak," ucap Hali. Gempa cemberut. Nyalinya menciut setiap kali berhadapan dengan Neneknya. Entah karena apa? Mungkin karena Carelin adalah Ibu dari Ibunya?

"Aku tidak layak dengan warisan itu. Warisan itu seharusnya menjadi milik orang lain," ucap Gempa. Taufan melongo mendengarnya. Dia menatap Halilintar dengan tatapan tidak percaya. "Li! Gempa Adik kita atau bukan?" tanya dirinya yang masih syok.

"Dia pasti alien yang menyamar menjadi Adik kita," celetuk Halilintar menatap ponselnya. Gempa menghembuskan napas lelah mendengar Halilintar dan Taufan. "Ayolah! Gempa serius!"

Lantas setelahnya Taufan terkekeh gemas. "Nenek sudah meminta mu. Biarkan saja. Katakan pada mereka kalau sekiranya mereka tidak terima, kalau Nenek yang memintanya, bukan diri mu. Kau hanya menerimanya dengan senang hati," ucap Taufan. Gempa menggeram kecil lantas kembali ke kamarnya.

"Lah, Gem! Jangan ngambek dong!"

---

Gempa berdiri di depan cermin menatap pantulan dirinya mengenakan jas coklat dengan sepatu pantofel hitam. Dirinya akan pergi ke gedung yang dikunjungi Neneknya.

Gempa keluar dari kamarnya setelah mematikan lampu kamar. Dia menatap saudaranya di ruang tengah sedang bercanda ria dengan Ayah dan Ibu tirinya.

Gempa melihat figura besar di belakang sofa yang tersimpan apik di sana. Dia menatap wajah Ibunya yang dia rindukan. Melihat dirinya saat kecil yang tampak bahagia. "Ibu, Gempa bingung. Beri Gempa pencerahan." Gempa berbisik pada dirinya sendiri. Ia lantas menghampiri keluarganya di ruang tengah membuat suasana sekitar menjadi hening. Semua mata menatapnya bingung.

Gempa Pembunuh? [Tamat] ✓ (Revisi) Where stories live. Discover now