Diskusi

264 31 4
                                    

"Ini semua hanya sandiwara. Semua yang terjadi hanya untuk mengecoh lawan," celetuk Gempa melihat saudaranya yang lemas setelah pulang dari kediaman Mecha. Mobil masih berjalan dikemudi oleh Taufan. Saat ini ia dipercaya untuk mengemudikaan mobil karena Halilintar masih pusing setelah bangun dari tidurnya.

Gempa sendiri masih kudet. Ia tidak tau cara mengemudikan mobil karena ia tidak pernah belajar. Awalnya mereka menunjuk Ais untuk mengemudikan mobil, tapi ia menolak karena sudah mengantuk, jadilah saat ini Taufan yang menyetir.

Mereka tidak menunjuk Taufan karena Taufan selalu mengemudikan mobilnya dengan ugal-ugalan mengikuti suasana hatinya. Untung saja hari ini, maksudnya saat ini hati Taufan sedang damai.

"Maksud mu sandiwara?" Tanya Ais.

"Em, ya, sandiwara. Saat aku sidang kemarin, itu benar-benar tidak masuk akal! Berbeda jauh saat tante Rena disidang." Jawab Gempa.

"Yah, bayangkan saja! Saat sidang ku kemarin, itu justru tampak seperti perang keluarga, daripada menyelesaikan kasus pembunuhan. Menyelesaikan kasus pembunuhan tidak sesingkat, dan semudah itu." Lanjut Gempa.

"Itu benar! Rasanya lebih mendebarkan saat tante Rena yang disidang." Ujar Duri menyetujui pernyataan Gempa. Gempa mengangguk semangat.

"Jadi maksud mu, sidang mu itu hanya untuk main-main saja?" Tanya Taufan yang masih tidak mengerti.

"Tidak lah, Fan! Itu artinya, sidang Gempa kemarin hanya untuk menjatuhkan muka ayah dihadapan semua orang!" Seru Blaze gemas dengan kakaknya yang satu ini.

"Ohhh, tapi kenapa perlu menjatuhkan muka ayah? Gimana caranya?" Entah memang Taufan yang tidak mengerti, atau dia yang terlalu polos, ia justru menanyakan hal yang tidak jelas.

"Bukan gitu, Fan! Ya Allah! Nyebut aku, nyebut!" Seru Blaze frustasi. "Gini, Fan. Maksudnya itu dipermalukan dihadapan umum!" Lama-lama Blaze kesal! Padahal kemarin Taufan yang mengurus segala keperluan Gempa hingga kembali kerumah, tapi dia sendiri yang tidak mengerti.

"Ohhhh, aku ngerti!" Seru Taufan.

"Ngerti apa?"

"Eh, tidak tau." Blaze menepuk dahinya. Sudahlah, Taufan memang benar-benar tidak mengerti politik. Gempa terkekeh melihatnya.

"Maksudnya, Kak, Sidang Gempa kemarin dilakukan semata-mata untuk mempermalukan ayah yang bertindak sedikit gegabah," kata Gempa dengan lembut kepada Taufan. Taufan akhirnya mengerti apa yang dimaksud.

"Tapi, Gem, kurasa ini bukan semata untuk mempermalukan ayah." Ujar Solar tiba-tiba beropini.

"Lalu apa?" Tanya Gempa.

"Sebenarnya sidang mu diadakan untuk menguak siapa pembunuhnya. Ayah pasti tau jika kau bukan pembunuhnya, juga ayah sendiri yang memiliki rekaman CCTV itu. Apa lagi jika bukan untuk menjebak pembunuh aslinya?" kata Solar. Apa yang dikatakan Solar ada benarnya juga.

"Tapi jika ternyata ayah tidak melampirkan CCTV itu, dan Gempa tidak melampirkan bukti rekaman itu, tetap saja Gempa yang akan dicap pembunuh. Karena bukti sidik jari Gempa dibarang bukti." Jelas Blaze yang juga mengatakan tentang opininya.

Kedua opini Blaze dan Solar ada benarnya. Mereka sendiri akhirnya jadi bingung. Sebenarnya, ayahnya ini maunya apa?

"Sudahlah! Kepala Duri pusing, nih! Intinya, Duri sudah tidak like dengan ayah!" Seru Duri menutup telinganya. Dirinya sudah pusing dengan keadaan yang ada. Otaknya tidak sampai untuk hal yang begituan. Mereka semua saling tatap lalu tertawa mendengar seruan Duri.

Halilintat tersenyum. Lagi-lagi dia diam tidak bersuara. Rasanya hal seperti ini tidak perlu diganggu dengan apa yang sedang ia pikirkan sekarang.

Setelah sampai dirumah sakit, mereka semua berpisah. Mereka memiliki urusan mereka masing-masing.

Gempa Pembunuh? [Tamat] ✓ (Revisi) Where stories live. Discover now