Blaze Sakit

357 44 6
                                    

"Ayah tumben pulang cepat?" Tanya Ais yang masih separuh sadar. Ais baru saja pulang kuliah langsung merebahkan dirinya disofa hingga terlelap, tapi pergerakan tangan dirambutnya membuatnya terbangun.

Angkasa tersenyum pada anaknya. Ia memang pulang lebih cepat, terlebih lagi sehabis pertengkarannya dengan Halilintar membuatnya memilih kembali lebih cepat untuk meluruskannya.

"Pekerjaan ayah menjadi sedikit lebih cepat selesai, jadi ayah pulang lebih cepat. Gimana dengan yang lain? Kemana mereka?" Tanya Angkasa. Ais menggeleng tidak tahu.

"Aku tidak tau dimana mereka, aku pulang kuliah langsung tidur karena lelah." Ucap Ais. Angkasa mengangguk mengerti. "Bangun lah, panggilkan mereka semua, kita akan makan bersama." Titahnya.

"Hm,"

Ais berdiri melenggang untuk memanggil saudaranya. Semoga saja mereka masih berada dirumahnya.

Pertama ia berjalan menuju kamar Halilintar yang berada paling dekat dengan ruang tamu. Lalu ke kamar Taufan disebelahnya. Sempat ia berhenti didepan ruangan yang sekarang dijadikan gudang oleh ayahnya. Lalu akhirnya lanjut jalan menuju kamar Blaze, setelahnya ia melewati kamarnya sendiri lalu berjalan menuju kamar Duri dan setelahnya ke kamar Solar.

Tapi anehnya, mereka semua tidak ada dikamarnya. Setelah itu ia berjalan menuju kebun yang dirawat sendiri oleh Duri, tapi mereka tetap tidak ada dimana-mana. Sampai di seluruh sudut rumahnya tetap tidak menemukan mereka.

"Kemana mereka semua?" Tanya Ais pada dirinya sendiri.

"Ais, kemana mereka?" Tanya Angkasa. Ais menggeleng lelah, "Mereka tidak ada dirumah." Jawab Ais.

"Coba telfon mereka, suruh mereka buat pulang lebih cepat." Titahnya lagi.  Ais hanys berdehem singkat menanggapinya.

Sudah ketiga kalinya Ais menelfon Blaze, tapi tidak kunjung mendapatkan jawaban. Ia coba menelfon Halilintar tapi tetap tidak ada jawaban. Sampai akhirnya ia nelfon Taufan baru ia mendapatkan jawaban.

Baru saja Ais ingin berbicara tapi suara Taufan dari seberang telefon menyahut lebih dulu.

"Ais, Gempa masuk penjara!" Seru Taufan berteriak diseberang. Ais terkejut sampai rasanya detak jantungnya tidak karuan.

"HAH!"

Ternyata itu mimpi.

Ais terbangun dari tidurnya. Seruan Taufan dimimpinya membuat jantungnya benar-benar dibuat berdisko. Ais bangun dari sofa untuk memastikan saudaranya ada dirumah atau tidak.

"Kak, kau ada dirumah? Untung saja." Ucap Ais kala menemukan saudaranya. "Kau mencari ku? Ada apa?" Tanya Hali. Ais menggeleng. "Tidak ada apa-apa."

"Oh, aku mimpi ayah pulang lebih cepat tadi." Ujar Ais sebelum meninggalkan kamar Halilintar.

"Ayah madih belum pulang, tenang aja. Kau bisa tidur lagi kalau lelah."

"Kau masih belum mengingatnya?" Tanya Ais. Halilintar yang tari sedang fokus dengan tugasnya mengalihkan pandangannya kepada Ais. "Ingat apa?"

"Masa lalu?"

Halilintar menggeleng. "Aku belum mengingat apa pun sampai sekarang, tapi aku yakin kalau Gempa ada hubungannya dengan kita." Jelasnya.

"Hm, semoga kita bisa mendapat ingatan kita lebih cepat. Perasaan ku sudah tidak enak tentang itu." Ujar Ais.

"Kenapa?"

"Seperti ada bahaya yang menunggu? Aku tidak tahu pasti." Ucap Ais. "Ya, kita harus ingat secepatnya."

---

Gempa Pembunuh? [Tamat] ✓ (Revisi) Where stories live. Discover now