Calonnya Laut

387 35 38
                                    

"Laut! kau datang lagi! Apa ada hal penting yang mau dibicarakan?" Seru Gempa saat melihat Laut didepan pintu rumahnya. Gempa mengajak Laut untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Aku punya kabar baik untuk mu!" Seru Laut saat sudah masuk kedalam rumah Gempa. Gempa pergi ke dapur yang tidak jauh dari ruang tamu. Rumah Gempa begitu kecil, sehingga setiap ruangan seperti saling terhubung.

"Iya. Kabar baiknya aku akan menikah dengan seseorang.  Bagaimana menurut?" Tanya Laut dengan semangat. Gempa terkekeh kecil.

"Menikah saja jika orang itu baik untuk mu. Aku dukung saja segala keputusan mu," Ucap Gempa sembari tersenyum senang. Ia senang karena Laut yang selama ini membantunya akhirnya menemukan kebahagiaannya.

"Haha, terima kasih, Gem. Kau memang adik yang luar biasa. Hari ini aku membawa calon istri ku untuk ku perkenalkan pada mu." Seru Laut dengan senang.

"Oh ya? Mana dia? Aku mau lihat siapa orang yang berhasil meluluhkan hati mu setelah 30 tahun membujang." Ucap Gempa. Laut tersenyum kecil padanya.

"Tapi jangan kaget ya! Karena dia janda." Ujar Laut. Gempa mengedipkan matanya heran. Janda?

"Iya, dia sudah punya anak 2 asal kau tahu. Eh, mungkin juga akan mempunyai cucu dalam waktu dekat." Lanjut Laut yang membuat Gempa semakin penasaran.

"Berapa umurnya?" Tanya Gempa. Laut berfikir sejenak. Umur calonnya ini jelas jauh darinya. "Calon ku sudah masuk kepala 4 lebih. Eh, mungkin sekitar 43 tahun?"  Cicit Laut sedikit malu.

Gempa tertawa sedikit kencang. Dia merasa selera Laut sedikit aneh. Tidak! Benar-benar aneh.

Gempa membawakan dua gelas berisi teh yang ia buat dan menyuguhkannya kepada Laut.

"Kau benar-benar lucu, Laut. Tapi itu pilihan mu. Kau memiliki kebebasan dalam memilih. Dan aku hanya akan mendukung pilihan mu saja." Ujar Gempa sembari mengacungkan kedua jempolnya.

"Omong-omong, dimana orangnya?" Tanya Gempa penasaran. Laut tersenyum.

"Sebentar lagi orangnya bakal masuk."

Tuk! Tuk!

Itu suara sepatu yang digunakan oleh calon Laut, menandakan bahwa ia sedang berjalan kemari.

Tuk! Tuk!

Lagi. Dan Gempa merasa mengenali sepatu apa yang dipakai oleh wanita tersebut. Bayangan wanita yang mengejarnya kala ia kecil membuatnya linglung.

Tuk! Tuk! Tuk!

Gempa bahkan bisa membayangkan dengan jelas warna dan model sepatu itu hanya mendengarkan dari suaranya. Ia hafal sekali dengan suaranya.

Wanita yang Laut maksud berhenti tepat didepan pintu rumah Gempa. Laut tersenyum menyambutnya. Sedangkan Gempa sudah keringat dingin melihat siapa wanita yang laut maksud.

Itu sepupu ayahnya yang selalu menerornya kala itu. Wanita itu tersenyum remeh kepada Gempa.

"Nah, ini dia orang yang ku maksud, Gempa. Kalian mungkin bisa berkenalan lebih dulu," Ucap Laut dengan senyum sumringah. Gempa hanya bisa memaksakan dirinya untuk tersenyum.

"Aku Mala Renaina Raenggae. Kau bisa memanggil ku, Rena. Senang bertemu dengan mu," Ucap wanita tersebut memperkenalkan dirinya.

"Gempa."

"Senang bertemu dengan mu juga, bu Rena." Gempa tersenyum ramah. Ternyata memang benar dugaannya tadi pagi.

---

Malam itu Angkasa datang karena spam pesan dari Halilintar yang tidak kunjung berhenti menganggunya bekerja, membuatnya terpaksa untuk pulang agar mereka berhenti mengganggunya.

"Aku pulang. Kenapa kalian selalu menyusahkan? Kemarin Blaze sekarang Tau-  Fan?" Angkasa melihat kehadiran Gempa diruangan Taufan. Apa yang terjadi?

"Maaf om, saya temannya Taufan. Tadi saya mengantarkan Taufan kedalam, jadi saya pergi dulu." Ucap Gempa yang tersenyum ramah kepada Angkasa, lalu berpamitan kepada saudaranya.

Gempa pergi dengan menghadirkan tanda tanya yang besar kepada seluruh keluarganya kecuali Ais.

Gempa jelas terkejut saat mendengar suara Angkasa yang tiba-tiba datang kerumahnya.

Blaze manatap Angkasa tajam. Kebencian kepada ayahnya menumpuk dipelupuk matanya.

"Taufan, dia tidak apa-apa kan? Kalian bagaimana bisa akhir-akhir ini banyak bermasalah. Dari yang Duri pingsan, Blaze sakit, Taufan pingsan, ayah sangat lelah mengurus pekerjaan!" Seru ayahnya kesal.

"Ngurus pekerjaan atau jalan-jalan dengan istri tercinta?" Sarkas Blaze pada Angkasa yang mampu membuatnya naik darah. Angkasa berniat untuk menampar anak itu kalau tidak ditahan dengan Hali dan Solar.

"Lebih baik kau urus Taufan yang sedari tadi berteriak kesakitan hingga pingsan!" Seru Hali. Ia tidak membuang waktu.

"Angkat Taufan ke mobil. Ayah akan membawanya ke rumah sakit." Titah Angkasa, lalu setelahnya pergi meninggalkan mereka untuk masuk ke dalam mobil.

Sesampai dirumah sakit, Taufan diperiksa selama 1 jam lamanya. Dokter keluar membuat seluruh saudara kembarnya dan Angkasa bangun dari duduknya karena ingin tau penjelasan dokter tentang keberadaan Taufan.

"Apa kalian keluarga pasien?" Tanya dokter. Mereka semua mengangguk antusias. Dokter tersebut menghela nafas pelan bersiap untuk menjelaskan.

"Jadi begini, Hippocampus, bagian otak yang memproses memori pasien bekerja dengan sangat kuat. Memaksa pasien untuk mengingat kembali masa lalunya dengan lebih tajam. Tapi anak tersebut tidak dapat menahan rasa sakit nya. Oleh karena itu pasien pingsan.

"Sebenarnya, dengan pasien yang pinsan justru bagus untuk mempertajam memori. Dimana ingatan dimasa lalu dapat tergambarkan dengan jelas didalam mimpinya. Jadi, kalian tidak perlu khawatir karena pasien sekarang sudah baik-baik saja." Jelas dokter tersebut dengan singkat dan mudah dipahami oleh mereka.

Seluruh saudaranya saling pandang. Merasa lega dengan pernyataan dokter, namun berbeda dengan Angkasa yang justru merasa kesal.

"Apa ingatannya buruk?" Tanya Angkasa. Dokter menggeleng tidak tahu.

"Baik buruknya ingatan yang pasien punya itu tergantung dengan apa yang sudah pasien jalani selama ini. Dalam scaning otak yang kami lakukan, kami dapat menemukan kalau pasien mengalami amnesia dalam jangka panjang karena efek hinopsis. Ada pula efek obat-obatan yang memicu pasien untuk kehilangan ingatannya.

"Jadi kami tidak bisa memastikan apakah memori yang pasien punya adalah memori yang baik atau buruk. Mungkin segitu saja, kami pamit dulu untuk mengatasi pasien lain. Pasien ini akan kami pindahkan ke ruang rawat inap segera." Lanjut dokter panjang lebar.

"Tunggu dokter!" Panggil Hali menahan dokter yang memeriksa Taufan saat sudah jauh dari jangkauan Angkasa. "Ya apa yang bisa saya bantu, dek?" Tanya dokter tersebut.

"Untuk efek obat, apa ada cara untuk memulihkan ingatannya? Bukan kah efek obat-obatan dapat mengganggu kinerja dari hippocampus nya?" Tanya Hali. Dokter tersebut tersenyum kepada Hali.

"Untuk membantu memulihkan ingatannya, pasien bisa menerapkan pola hidup sehat. Seperti menerapkan pola makan sehat yang teratur. Olah raga, beraktivitas dengan aktif. Menjaga kesehatan mental juga dapat membantu memulihkan ingatan, dan mempertajam ingatan pasien. Apa ada lagi yang mau ditanyakan?" Jelas dokter. Halilintar menggeleng.

"Itu sudah cukup, terimakasih dokter." Ucap Hali kepada dokter sebelum dokter tersebut pergi.

...

Aku awalnya mikir cerita ini mau dijadikan happy end. Tapi setelah dipikir lagi, gimana kalo endingnya ada yang jadi ubi?

Udah banyak banget clue yang terang-terangan aku masukin tentang siapa pembunuh aslinya. Kalian bisa tebak ga siapa orangnya?

Gempa Pembunuh? [Tamat] ✓ (Revisi) Where stories live. Discover now