Lupa Ingatan

1K 69 4
                                    

Cahaya terang menerobos iris mata coklat milik Gempa. Gempa mengerjapkan matanya beberapa kali hingga terbiasa dengan pencahayaan disekitarnya.

Kepala berdenyut hebat kala Gempa berusaha menggerakkan kepalanya, pusing melanda. “Sakit!” Gempa menggumamkan kata itu beberapa kali berusaha menghalau rasa sakit dikepalanya.

“Beristirahatlah sejenak." Seseorang mencegah Gempa yang berusaha bangun agar beristirahat hingga tubuhnya membaik. Gempa kembali mengistirahatkan tubuhnya saat merasa kepalanya berdenyut kembali.

“Aku dimana?” Gempa bertanya kepada seseorang dihadapannya.

“Kamu ada dirumah sakit, Nak. Jangan terlalu banyak gerak. Kamu belum pulih sepenuhnya.”

“Kenapa aku bisa ada disini? Aku kenapa?” Gempa bertanya kepada dokter yang ada dihadapannya. Dokter tersebut menghela nafas, lalu mengelus tangan Gempa, menatap Gempa dengan tatapan prihatin. “Apa kamu ingat siapa nama kamu?" Tanya dokter tersebut pada Gempa.

Gempa menatap sang dokter dengan tatapan bertanya. “Nama ku, Gempa, dok.” Jawab Gempa.

“Apa kamu ingat apa yang terjadi sebelum kamu ada di rumah sakit?”

Gempa menggeleng tidak mengingat apa pun. Sekali lagi dokter dihadapannya bertanya, “Apa kamu ingat siapa keluargamu?" Gempa diam berusaha mengingat-ingat siapa keluarganya tetapi lagi-lagi Gempa tidak mengingat apa pun.

Melihat Gempa yang hanya diam, sang dokter bertanya lagi dengan intonasi yang lebih serius. “Kamu ingat siapa orang tuamu?”

Dan, lagi-lagi Gempa berusaha mengingat namun nihil, dirinya tidak mengingat apa pun. Gempa menggeleng sebagai jawaban. Dokter dihadapannya menghela nafas berat dan melanjutkan melakukan pengecekan terhadap fisik Gempa memastikan Gempa mulai pulih.

Gempa diam melihat dokter yang memeriksa tubuhnya. Pikirannya dipenuhi banyak pertanyaan namun tidak sanggup menanyakan semuanya. Hingga sang dokter selesai memeriksanya dan keluar dari kamar rawat inapnya.

Seseorang masuk setelah dokter yang melakukan pemeriksaan padanya telah pergi.

“Apa kabar mu, Nak?" Seorang pria paruh baya yang dapat dilihat dimatanya terdapat sorot kekhawatiran bertanya padanya.

“Kau siapa?” Bukannya membalas pertanyaan pria paruh baya itu, Gempa justru bertanya balik. Pria dihadapannya tersenyum tipis membalas pertanyaan Gempa.

“Maafkan aku. Tadi aku terburu-buru hingga tak sengaja menabrak mu ditengah jalan. Aku berada disini sebagai permintaan maaf ku kepada mu. Aku membawa mu ke rumah sakit agar kau dapat diobati. Masalah biaya rumah sakit biar aku yang mengurusnya, anggap saja sebagai bentuk permintaan maaf ku karena telah menabrak mu ditengah jalan.”

“Apa aku pernah mengenal mu?" Tanya Gempa hanya memastikan. Pria dihadapannya menggeleng.

“Aku Laut. Kita baru saling kenal saat ini anak muda. Nama kamu siapa?" Tanya Laut pada Gempa. Gempa menghela nafas pelan.

“Aku Gempa.”

---

Di ruangan yang gelap dimana tidak seorang pun yang tahu ia dimana.

Gempa terbangun berusaha mengenal ruangan disekitarnya. Namun yang ia lihat hanya kegelapan.

"Aku dimana? Apa yang terjadi?"

"Kenapa gelap sekali?" Tanyanya sekali lagi. Gempa berjalan tak tentu arah. Bahkan ia tidak tahu apakah ia menabrak sesuatu atau tidak.

"Permisi, Apakah ada orang disini? Halo!" Hatinya berdebar ketakutan dan terus berteriak mencari seseorang untuk membantu mengeluarkan dirinya dari kegelapan ini.

Ia terus berlari hingga ia menemukan sebuah cahaya dimana ada sebuah jalan keluar disana dan menampakkan 6 orang remaja yang sedang berbondong-bondong keluar dari ruangan gelap itu.

"Siapa mereka? Mengapa mereka mirip dengan ku?" Tanya Gempa, namun ia ikut berjalan keluar dari ruangan yang gelap ini dengan kebingungan. 

Beberapa langkah Gempa bejalan, ia merasakan ada yang menariknya menuju tempat yang sangat gelap ketimbang yang tadi. Dirinya berteriak sekeras mungkin. 

"Lepaskan aku! Tolong! Lepaskan aku, aku mau pulang!" Teriak pemuda tersebut berusaha memberontak. Namun tarikan tersebut semakin kuat menariknya ke dalam kegelapan.

"TIDAK!!" Teriak pemuda tersebut.

Lima tahun berlalu tanpa terasa. Gempa menjalani kehidupan seorang diri dengan berbagai pertanyaan yang terus berputar dipikirannya. Tentang siapa dirinya? Siapa keluarganya? Hidup tanpa mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya membuatnya lelah.

"TIDAK!!" Teriak Gempa ketika terbangun dari mimpi buruknya.

"Mimpi ini, sudah beberapa kali menghantui ku? Sebenarnya siapa 6 pemuda di mimpi ku itu? Aduhh! Kepala ku sakit!" Sudah beberapa kali mimpi itu menghantuinya bahkan setelahnya nyeri dibagian kepalanya selalu menyerang setelah bangun dari tidur nyenyaknya.

Gempa seorang pemuda yang kini hidup mandiri yang jauh dari saudaranya tengah bersiap-siap pergi kuliah. Ia sangat bersemangat sekali karena tidak lama lagi ia akan lulus dan kemudian berkerja untuk dirinya sendiri.

Menurutnya, kuliah dijurusan arsitektur sangat menyenangkan baginya. Entah mengapa banyak siswa mengatakan juruan arsitektur sangat susah, tetapi beda bagi Gempa. Ia justru bersemangat sekali apalagi sebentar lagi ia akan dinyatakan lulus dan mendapat gelar sebagai arsitek.

"Hmm, ada yang ketinggalan tidak, ya?" Monolong Gempa.

"Ah, mungkin tidak ada." Meyakini diri sendiri yang biasanya ragu-ragu. Gempa mengunci rumahnya lalu pergi menuju universitas yang mencerahkan masa depan menurutnya. Mungkin kebahagiaannya hanya bertahan sementara.

Apa yang akan terjadi berikutnya?

Gempa Pembunuh? [Tamat] ✓ (Revisi) Where stories live. Discover now