Kerja Sama

211 30 21
                                    

"Astaga!" Seru Ais kaget saat melihat salah satu pelayan datang kepadanya.

"Maaf, tuan muda. Tuan besar menyuruh saya untuk memanggil tuan muda," kata pelayan itu sembari menbungkuk hormat. Ais yang baru saja memasuki alam mimpinya terkejut mendengarnya. Tidak sampai sejam dia tiduran disini, ayahnya sudah memanggilnya.

"Baiklah, baiklah, aku akan keluar kesana sebentar lagi." Ais bangun dari tidurnya dengan malas. Energinya masih terkumpul sedikit akibat rumah atau bisa disebut istana ini membuatnya kelelahan.

Ais berjalan gontai meninggalkan kamarnya.

Ternyata kamar ini disesuaikan dengan kesehariannya. Minusnya tidak ada kulkas. Ia sempat melihat kamar Blaze yang disesuaikan dengan gaya Blaze yang terlalu rock and roll. Berbeda dengan dirinya yang nampak seperti putri tidur. Jomplang sekali kan?

"Weh, Ais? Kau dipanggil juga?" Tanya Blaze yang melihat Ais keluar dari kamarnya. Ais mengangguk mendahului Blaze didepannya.

"Katanya pelayan, ayah nyuruh aku buat hantar Gempa ke rumah sakit. Padahal aku lagi main game!" Seru Blaze kesal.

Ais diam malas menanggapi. Dipikirannya saat ini sedang memikirkan kata-kata yang pas untuk meminta kulkas baru kepada Angkasa agar dirinya tidak bolak-balik dapur yang memakan waktu 5 sampai 10 menit dari kamarnya.

Sesampainya diperbatasan lorong, Blaze dan Ais berjalan menuju tangga untuk turun ke ruang tengah. 2 tangga turun untuk turun ke lantai bawah dibagian kanan dan kiri.

Dikarena lorong kamar Blaze dan Ais berada diarah kiri, jadi mereka menggunakan tangga turun yang berada disebelah kiri.

Diperbatasan lorong tersebut dijadikan sebagai ruang santai. Dimana disana disediakan televisi yang besar sekali seperti TV-nya Rafatar dan juga sofa berbentuk bantal lalu lantainya dilapisi dengan karpet berbulu halus dan lembut sekali.

Ya Allah, dunia halu begini amat 😶

Ais sampai diruang tengah. Tampak ayahnya sedang duduk disalah satu sofa dan Gempa yang juga duduk disebelahnya.

"Ada apa ayah memanggil ku?" Tanya Ais bingung. Angkasa yang melihat Ais sudah sampai didekatnya langsung tersenyum.

"Kalian! Antarkan Gempa kerumah sakit. Dia harus check up sebelum diperbolehkan pulang dari rumah sakit." Angkasa mengkode Gempa untuk berdiri dan bergegas berangkat.

"Oh, Ayah! Kamarnya bagus sekali. Mungkinkah kalau aku request kamar ku ditambahkan kulkas disana? Akan sangat merepotkan jika aku harus bolak-balik dari dapur kerumah ku hanya untuk mencari makanan dikulkas." Pinta Ais panjang lebar. Blaze mendengar itu menggerlingkan matanya.

"Oh, ayolah. Itu terlalu formal, Ais. Kau bisa bilang saja, 'Yah! Aku mau minta kulkas dikamar'. Singkat, padat, dan jelas, seperti kebiasaan mu, kan? Omong-omong, Yah, aku juga mau minta dispenser air." Oceh Blaze.

"Kau ini, kita sedang diistana. Kita pangerannya, ayah rajanya, kan? Jadi kita harus sopan kepada yang mulia Raja." Bisik Ais. Blaze melebarkan matanya, benar juga apa yang Ais katakan.

"Oke kalau begitu, Ayah, mungkinkah jika hamba request untuk... " Belum selesai Blaze mengucapkan permintaannya, Angkasa sudah menyelanya lebih dulu.

"Jangan banyak bicara! Antarkan saja Gempa. Di tidak boleh jalan sendirian diluar, bahaya mengintai." Titah Angkasa. Blaze dan Ais memasang gaya hormat mengikuti perintah ayahnya.

"Siap di Raja!" Seru mereka yang memperoleh kerutan didahi Angkasa. Mereka kesambet apa tadi? Pikirnya.

Gempa yang juga bingung sudah diseret keluar oleh mereka berdua. "Kalian kenapa, heh?" Tanya Gempa yang sudah merinding sendiri. Takutnya Blaze dan Ais justru kesurupan jin istana.

Gempa Pembunuh? [Tamat] ✓ (Revisi) Where stories live. Discover now