Jeruji Besi

295 40 1
                                    

"Atas nama Gempa. Kami mendapat surat penangkapan mengenai kasus pembunuhan yang terjadi 5 tahun lalu. Kami juga mendapat surat izin untuk menggeledah rumah yang bersangkutan."

Pagi ini, saat Gempa akan pergi berangkat kuliah, ia mendapati sekelompok polisi menghadangnya. Bagaimana ia tidak terkejut, ternyata kasus ini diangkat sampai ke pihak kepolisian.

"Tunggu, siapa yang membuat laporan ini?" Tanya Gempa. Ia panik setengah mati, berusaha menelfon saudaranya diam-diam hingga telfonnya tersambung.

"Anda akan tau setelah ikut kami ke kantor polisi," Ucap salah satu polisi yang dari pakaiannya sepertinya memiliki pangkat paling tinggi dirombongannya. Orang itu mengkode bawahannya untuk masuk ke rumah Gempa untuk melakukan penggeledahan.

Awalnya Gempa merasa biasa saja karena merasa tidak memiliki benda apa pun yang patut dicurigakan.

"Tunggu!" Seru Hali saat melihat rumah Gempa dikerubungi oleh rombongan pihak kepolisian.

"Ada apa ini? Kenapa kalian menerobos masuk ke rumah orang tanpa izin?" Kata Hali yang langsung meluncur dengan ke lima adiknya ke rumah Gempa setelah mendengar sambungan telfon dari Gempa.

Gempa tersenyum tipis melihat seluruh saudaranya berdiri di belakang polisi yang ingin menangkap Gempa dan mereka semua memasang muka sangar.

"Apakah kalian saudara dari Gempa?" Tanya polisi itu. Halilintar dari yang lain mengangguk.

"Begini, kami mendapat surat perintah untuk menangkap Gempa karena kasus pembunuhan. Kami juga mendapat surat ijin untuk menggeledah rumah Gempa." Jelas polisi tersebut.

"Gempa tidak terlibat dengan aksi pembunuhan apa pun. Dia masih innocent," Ujar Taufan tiba-tiba. Polisi tersebut terkekeh.

"Biasanya yang terlihat innocent justru adalah yang paling patut dicurigai. Siapa tau hanya wajahnya saja yang polos? Bagaimana dalamnya?" Ejek bapak polisi itu. Diam-diam juga ia mendekat untuk memborgol tangan Gempa.

"Kami mengenalnya dari sejak kami dari dalam kandungan! Dia tidak pernah munafik! Kalian jangan menuduh jika tidak ada barang bukti!" Seru Duri dan Taufan bersamaan. Mereka benar-benar kompak untuk mendukung Gempa.

"Justru itu, kami perlu menggeledah rumah tersangka untuk mencari bukti." Kata polisi disebelahnya sembari memakai sarung tangan dan memegang foto yang ia temukan didalam rumah Gempa. Foto tersebut telah ia masukkan sebagai barang bukti.

Halilintar menatap Gempa meminta penjelasan. Gempa tentu saja terkejut, bagaimana bisa foto tersebut dijadikan barang bukti?

"Itu, itu foto dari peneror yang selalu meneror rumah ku." Sergah Gempa. Kenyataannya itu memang benar, foto tersebut berasal dari peneror yabg meneror rumahnya.

"Halah, bilang aja tidak mau mengaku kamu!" Hardik polisi tersebut bersamaan dengan menarik tangan Gempa secara paksa untuk diborgol.

"Beri kesaksian dikantor polisi, kamu tidak bisa mengelak untuk kami bawa ke kantor polisi." Gempa memberontak untuk dipasangka borgol ditangannya. Bagaimana bisa tubuhnya diseret begitu saja oleh mereka.

"Tidak bukan aku! Aku bukan pembunuhnya!" Jerit Gempa. Ia tidak mau pergi ke kantor polisi. Ia trauma masuk kedalam kantor polisi.

Dibelakangnya, keenam saudarannya berusaha mengejar Gempa namun ditahan.

"TIDAK! GEMPA BUKAN PEMBUNUH!"

"Lepas! Lepaskan aku!" Teriak Gempa berusaha semaksimal mungkin untuk lepas dari tarikan para polisi.

"Lepas! Dia bukan pembunuhnya, kami bersumpah!" Seru Duri. Disela-sela berusaha mengejar Gempa, ia menangis. Seluruh ingatannya mulai pulih secara murni, bukan hanya seperti apa yang Ais ceritakan padanya.

Gempa Pembunuh? [Tamat] ✓ (Revisi) Where stories live. Discover now