Hipnosis 2

307 29 14
                                    

"Relaks! Renggangkan tubuh mu. Jangan tegang. Hindari diri dari pikiran negatif. Ikuti perintah ku." Mecha berjalan memutari Halilintar yang sedang duduk bersemedi. Halilintar mengikuti perintah dari Mecha. Tubuhnya direnggangkan hingga dirinya merasa tenang.

"Ambil nafas dalam waktu 4 detik. Lalu tahan selama 8 detik. Tahan! Lalu hembuskan dalam waktu 10 detik. Lakukan itu sebanyak 5 kali." Mecha memberi intruksi yang otomatis dilakukan oleh Hali.

Seluruh saudaranya memperhatikan Halilintar yang akan diperintah untuk melepas ingatan yang sengaja ditutup.

"Bayangkan ayah mu ketika sedang marah. Wajah merahnya. Suara bentakannya. Perlakuan kasarnya pula tak boleh luput," kata Mecha. Perlahan Halilintar membayangkan ayahnya dalam keadaan emosi. Ia sudah terbiasa dengan itu. Tapi entah kenapa yang ia rasakan hari ini berbeda.

"Bayangkan ayah mu yang mengamuk menyuruh mu untuk tunduk padanya." Seluruh nafas mereka berenam tercekat mendengar penuturan Mecha. Apakah Mecha sengaja untuk membangkitkan ingatan yang bahkan tidak pernah terjadi dan ia ingat sebelumnya? Itu pikir mereka.

"Orang yang membuat mu harus lebih dewasa dari saudara yang seumuran mu," Lanjut Mecha.

Halilintar membayangkannya. Halilintar kecil yang selalu dipaksa dewasa oleh ayahnya sedang menangis saat ayahnya sedang marah karena ia harus mengikuti segala perintahnya.

"Ayah mu yang membuat saudara kamu menjadi asing dengan mu."

Semakin lama wajah Halilintar semakin memerah. Kelopak matanya berusaha terbuka tapi tidak bisa. Pikirannya terkunci sudah membayangkan sejauh apa ia disakiti oleh ayahnya.

"Lalu bayangkan, ketika kau dimarahi dan dipukuli habis-habisan atas kesalahan adik-adik mu." Bisik Mecha tepat ditelinga Hali. Halilintar sudah menggerang. Erangan yang begitu serak seperti tenggorokannya tercekat. Begitu juga isak tangis yang turut menyertainya.

"Ayah! Berhenti ayah! Halilintar tidak salah!" Teriak Halilintar dengan nada merengek seperti anak kecil.

Mereka semua terkejut. Bagaimana tidak, mereka semua baru pertama kalinya mendengar Halilintar yang merengek seperti anak kecil. Tubuhnya bergetar tampak menahan rasa sakit. Bergerak gelisah seperti telah terkontrol sepenuhnya.

"Ayah berhenti!" Teriak Hali yang bergerak gelisah. Isak tangisnya terdengar semakin kencang.

"Segala ingatan masa lalu mu, menyakiti mu. Tapi ada pula yang berharap kamu mendapat ingatan mu. Kau akan mendapatkannya kembali dan menjaga mereka hingga kalian semua hidup bahagia." Jari tangan Mecha mulai menjelajahi wajah anak temannya itu. Dari dahi turun ke pipi lalu turun lagi hingga ke dagu. Diangkatnya dagu itu lalu Mecha berbisik.

"Emosi itu sangat menyakitkan. Aku yakin kamu bisa menghadapinya. Ayah mu akan kembali merentangkan tangannya dan membawa mu kedalam pelukannya suatu hari nanti. Kamu bisa bersabar hingga itu terwujud," Mecha menarik wajahnya menjauh dari daun telinga Halilintar.

"Kau hebat sudah berjalan sejauh ini, Nak. Tapi ada yang lebih membutuhkan mu saat ini. Saudara mu, Taufan, Gempa, Blaze, Ais, Duri, dan Solar membutuhkan mu. Tanpa ingatan mu, mereka akan dalam bahaya." Mecha mulai menggenggam jari jemari anak muda itu. Dielusnya hingga Halilintar sudah merasa tenang.

"Dalam hitungan ketiga, kau akan mendapat ingatan mu kembali didalam tidur mu," kata Mecha setelah melihat Halilintar mulai relaks.

Dihitung mundur oleh Mecha dari angka tiga.

Tiga!

Dua!

Satu!

Setelah hitungan mundur itu, Halilintar sontak terjatuh dari posisi duduk awalnya. Seluruh saudaranya bergegas mendekati mereka untuk menompang tubuh Halilintar yang sudah berkeringat banyak.

Gempa Pembunuh? [Tamat] ✓ (Revisi) Where stories live. Discover now