20

2.1K 314 15
                                    

sebuah kesalahpahaman kecil membuat Jennie merasa kesal dan merajuk. Dia mengunci diri di kamar, tidak ingin berbicara dengan siapa pun.

Jisoo, yang merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki keadaan karena ia telah salah berucap. Dia tahu bahwa Jennie butuh waktu untuk menenangkan diri.

Dengan hati-hati, Jisoo mengetuk pintu kamar Jennie. "Jendeuk, boleh aku masuk?" tanyanya dengan lembut. Tidak ada jawaban. Setelah beberapa saat, dia mendengar suara pelan dari dalam, "Masuklah."

Jisoo membuka pintu dan melihat Jennie duduk di tepi ranjang, memeluk bantal dengan wajah yang muram. "Hey," kata Jisoo sambil mendekat. "Aku minta maaf kalau ada yang membuatmu marah. Kita bisa bicarakan ini?"

Jennie mendesah, matanya tetap tertunduk. "Aku cuma butuh waktu sendiri, Jisoo."

Jisoo duduk di sampingnya, menjaga jarak agar Jennie merasa nyaman. "Aku mengerti, ada apa Jendeuk? Aku selaku kakak dan temanmu siap mendengar cerita"

Jennie akhirnya menatap Jisoo. Ada kebingungan dan sedikit kekecewaan di matanya. "Kamu benar-benar peduli, ya?"

"Tentu saja," jawab Jisoo dengan tulus. "Kamu penting bagi aku. Bolehkah aku tahu apa yang sebenarnya membuatmu kesal? Apa ucapan ku tadi? Sungguh aku tak bermaksud dan tadi itu hanya bercanda"

Sementara itu, di ruang tamu, Lisa dan Rosé duduk bersama, bingung dengan apa yang sedang terjadi. Mereka tidak tahu apa-apa tentang percakapan di kamar Jennie dan hanya bisa saling menatap penuh tanya.

"Menurutmu, ada apa dengan Jennie?" tanya Lisa dengan cemas.

"Aku tidak tahu," jawab Rosé, mencoba menebak-nebak. "Mungkin ada sesuatu yang salah dan dia tidak ingin membicarakannya dengan kita."

"Kita harus bagaimana?" Lisa mengangkat bahu. "Aku khawatir."

Kembali di kamar, Jisoo masih berusaha menenangkan Jennie. "Kita sahabat, Jennie. Aku ingin kau bahagia. Kalau ada yang bisa aku lakukan untuk memperbaiki keadaan, aku akan melakukannya."

Jennie menghela napas panjang dan perlahan senyumnya mulai muncul. "Terima kasih, Jisoo. Aku tahu kau selalu ada untukku. Maafkan aku kalau aku terlalu sensitif."

"Tidak apa-apa," Jisoo menjawab dengan senyum hangat.

Ketika Jisoo dan Jennie keluar dari kamar, Lisa dan Rosé langsung menghampiri mereka dengan wajah penuh pertanyaan.

Setelah beberapa saat, Lisa dan Rosé merasa bahwa suasana sudah lebih baik, jadi mereka memutuskan untuk memberi Jisoo dan Jennie sedikit ruang. "Kita pergi ke dapur buat minum, ya?" ajak Lisa pada Rosé, dan mereka berdua pun meninggalkan Jisoo dan Jennie di ruang tamu.

Jisoo menatap Jennie dengan senyum hangat. "Aku senang kamu sudah merasa lebih baik, Jennie. Maaf kalau ada yang membuatmu tidak nyaman."

Jennie mengambil napas dalam-dalam dan mengumpulkan keberaniannya. "Jisoo, sebenarnya ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu."

"Apakah itu?" tanya Jisoo penasaran.

Jennie menggigit bibirnya, merasa sedikit gugup. "Sebenarnya, alasan aku merajuk tadi bukan hanya karena masalah kecil. Aku... aku merasa kesal karena aku menyukaimu, Jisoo. Dan aku tidak tahu bagaimana mengatakannya, jadi aku malah menghindar."

Jisoo terkejut mendengar pengakuan Jennie. Dia tidak pernah menyangka bahwa perasaan Jennie terhadapnya lebih dari sekadar sahabat dan teman kerja. Dia diam sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengar.

"Jennie... aku..." Jisoo merasa bingung, tidak tahu bagaimana harus merespons. Dia tidak pernah memikirkan Jennie dalam konteks romantis sebelumnya, dan sekarang dia harus menghadapi kenyataan bahwa sahabatnya memiliki perasaan yang berbeda.

Jennie bisa melihat kebingungan di wajah Jisoo. "Aku tahu ini mungkin membuatmu bingung, dan aku tidak mengharapkan jawaban sekarang. Aku hanya ingin kau tahu apa yang kurasakan."

Jisoo menghela napas, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Jennie, aku sangat menghargai kejujuranmu. Kamu adalah sahabat yang sangat berarti bagiku, dan aku tidak ingin apapun merusak hubungan kita. Aku hanya butuh waktu untuk merenungkan ini."

Jennie mengangguk, memahami perasaan Jisoo. "Aku mengerti. Aku juga tidak ingin terburu-buru. Aku hanya merasa perlu untuk jujur padamu."

Mereka berdua duduk dalam keheningan sejenak, kemudian Lisa dan Rosé kembali dengan minuman. Mereka bisa merasakan perubahan suasana, tetapi tidak tahu persis apa yang telah terjadi.

"Semua baik-baik saja?" tanya Rosé dengan hati-hati.

Jisoo tersenyum tipis. "Ya, semua baik-baik saja. Kami hanya butuh waktu untuk berbicara."

Entah mengapa Jisoo merasa setelah Jennie menyatakan perasaannya gadis itu menjadi sedikit memberi jarak padanya, seperti tidak tidur bersama setiap malam, menghabiskan banyak waktu di kamar.

Keesokan pagi, Jennie membuatkan sarapan untuk dirinya dan ketiga orang lainnya di rumah ini. Suara berat mengagetkannya dari belakang.

"Sedang masak apa, Jendeuk? Harum sekali.."

"Kau mengagetkanku Ji."

"Mian.."

"Aku hanya masak yang gampang saja seperti nasi goreng kimchi dengan telur mata sapi."

Kepala Jisoo berada di pundak kanan Jennie. "Benarkah? Kenapa harum sekali? Aku sampai terbangun mencium aroma masakanmu, Jennie."

"Backhug— aaaaa~" pekik Lisa menggigit jarinya sendiri membuat kedua insan itu saling memberi jarak.

"Ya! Pagi-pagi seperti ini suaramu keras sekali."

"Ayolah Jisoonnie, eoh Jisoo oppa.. ini sudah jam setengah 7 pagi!" Jawab lisa, lalu tersenyum menggoda. "Cih, kemarin-kemarin saja kalian saling diam seperti berada di kutub utara, namun sekarang sudah seperti pasangan baru menikah saja. Berpelukan sana sini menanyakan menu apa yang di masak."

"Mwo?! Aku tidak memeluk Jennie!" Elak Jisoo karena memang sedikit benar, ia hanya memegang kedua pinggang adiknya.

"Diamlah!!"

Suara tinggi Jennie membuat kedua orang itu terdiam.  Jisoo berbisik pada telinga Jennie dan gadis itu mengangguk membuat Lisa merengek sebal karena berpikir kedua kakaknya sedang membicarakan dirinya.






TBC
Ada yang confess nichh.. cie digantung


Jisoo Unnie To Jisoo Oppa ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang