Aku sedang tiduran di sofa ketika melamunkan sepasang paruh baya yang tampak harmonis bersama anak perempuannya. Mereka bertiga terlihat bahagia saat memakan kue ulang tahun anak mereka di Kafe Dara. Dulu aku juga ceria seperti anak gadis mereka, tetapi kini aku memiliki orang tua ganda.
Yang mana aku enggan tinggal dengan salah satu dari mereka. Jadi, aku mendiami rumah lama mamah-papah kandungku seorang diri. Tempat yang aku pertahankan karena masih ada sisa-sisa kenangan bahagia di dalamnya.
Aku dikejutkan oleh suara bell rumah. Karena asyik melamunkan masa lalu yang penuh kebahagiaan aku jadi tidak mendengar ada suara mobil yang datang. Siapa, ya?
Biasanya mamah atau papah kandungku akan memberitahu lebih dulu jika ingin berkunjung, itu karena mereka tidak ingin saling bersinggungan ketika menemuiku. Kadang-kadang manusia selucu itu, ya? Orang tuaku menikah, membuatku lahir ke dunia, lalu pada akhirnya tetap bisa saling membenci hingga aku yang katanya permata bagi keduanya tidak lagi dihargai perasaannya.
Sekarang mamah dan papah lebih fokus pada keluarga baru mereka dan aku hanya memiliki diri sendiri di sini.
***
Jerico Amartha?
Saat aku membuka pintu, pria itulah yang muncul di depan rumahku. Dia tampak menjulang tinggi dengan raut wajah tampannya yang bengis, menghunus mataku dengan pandangan tajamnya. Aku belum bisa merespon apapun saat pria itu mendorong tubuhku tidak kira-kira dengan kekuatan penuhnya. Dia juga langsung menutup kembali pintunya sehingga bunyi yang ditimbulkan begitu keras.
Pak Joko, satpam rumahku pasti sudah mengenali Jerico sebagai kakak tiriku jadi dia membuka gerbang untuknya. Namun, ini sudah jam sebelas malam untuk apa Jerico datang?
"Berkali-kali gue mikir, apa yang kurang dari gue sampai bisa elo tolak. Ternyata lo itu licik. Lo pasti mikir bahwa jadi adik tiri gue lebih menguntungkan karena bokap gue kaya," tuduh Jerico marah.
"Omongan lo kejauhan, Kak," sanggahku tidak percaya dengan pola pikirnya yang seperti itu. "Gue gak nerima lo jadi cowok gue hanya karena gue gak suka sama lo. Apa alasan itu kurang jelas di kuping lo waktu itu?"
"Oh, ya?" Nada bicara Jerico kentara sekali meremehkanku. "Tapi Jennie yang gue kenal itu matrealistis!"
Jennie. Jennie Devara.
Itu namaku. Dia menyebut namaku dengan penuh penghinaan. Dan ternyata hal itu yang membuatnya berpikir demikian. Aku terlihat seperti orang yang lebih menyukai uang daripada segalanya. Hanya saja aku juga punya alasan kenapa aku melakukan itu.
Aku adalah orang yang akan membalas jika ada yang mencoba menyakitiku.
"Asal lo tau, Kak Rico. Gue morotin duit elo sebagai balasan karena dari awal gue udah tau bahwa lo dan temen se-geng lo cuma jadiin gue barang taruhan. Berapa hadiah bisa pacarin gue? Mobil baru Kevin? Cih," sergahku berapi-api. "Yang mata duitan di sini tuh elo!"
Mendengar kalimatku barusan Jerico malah semakin memojokanku ke tembok sampai aku benar-benar terkurung oleh tubuhnya yang besar dan gagah. Umur kita hanya berbeda satu tahun dan bersekolah di SMA yang sama. Permainanku dengannya di mulai dari lima bulan lalu, tetapi aku baru mengetahui ternyata yang akan menjadi kakak tiriku adalah Jerico setelah mamahku menikah dengan papahnya satu hari yang lalu.
Saat itu aku sama terkejutnya dengan Jerico di acara pernikahan orang tua kami. Sabtunya, aku menolak cinta--palsu--Jerico lalu Minggunya dia sudah resmi menjadi kakak tiriku. Dan entah takdir akan membawa kami ke mana lagi.
"Lo salah paham, Jenn, justru gue yang gagalin rencana Kevin," bantah Jerico tidak sabar.
"Ngaku aja kalo lo cuma main-main sama geng lo, jadi gue mainin balik! Harusnya, lo gak perlu ngamuk-ngamuk karena kita satu sama," timpalku sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Tiriku Villain
Teen FictionAda banyak alasan kenapa Jerico melakukan hal hina itu pada Jennie, akan tetapi Jennie tidak pernah sampai pada kesimpulan kalau ternyata Jerico sangat mencintai dirinya. Bahkan perasaan Jerico pada Jennie dimulai sedari mereka kecil. Saat Jerico te...