Tampaknya Mariska juga ada 'keperluan' denganku hingga saat aku tiba di kelasnya dia langsung loncat dari duduknya dan menerjang tubuhku, membuat Jerico sedikit menjauh dariku. Aku ingin semua ini cepat berakhir.
"Jennie! Oh my God! Gue seneng banget bisa ketemu lo lagi. Gue beneran gak masalahin gelas yang lo lempar, Jenn, sumpah. Gue pikir semua ini karena Celine kita jadi gak akur! Padahal gue suka gaya lo, Jenn!"
Wow, tapi aku sama sekali tidak terkesan. Dia melepas pelukan sepihaknya sambil menatapku bersemangat. Mana mungkin luka di wajah Mariska, yang kini ditutupi plester luka, tidak mempengaruhi hidupnya? Pasti ada sesuatu yang dia rencanakan atau mungkin seseorang sudah menentukan masa depannya.
Tanpa sadar aku melirik ke Jerico di sebelah kananku. Wajah sinisnya sudah berganti lurus dan polosqa, bahkan ketampanannya terkesan mulia. Mengerikan.
"Gue terkejut dengan apa yang lo bilang. Tapi gue bakalan tetep minta maaf karena udah lukain kening lo, Kak Mariska." Aku mengulurkan tangan sambil berekspresi meyakinkan. "Gue beneran nyesal atas apa yang gue lakuin dan janji gak bakal berurusan sama lo lagi. Tapi sebelum itu gue bakal ganti rugi dengan biayain lo operasi plastik."
Mariska menangkap tanganku dengan terlalu bersemangat, "Ah, Jennie, apa yang lo bilang? Ini cuma luka kecil, Jenn. Pokoknya semua ini gara-gara Celine. Gue udah bosen banget sama tingkah lemah tuh anak, dan bikin kita jadi berantem. Mending gue gaul sama lo aja, yang sama kerennya kek gue."
Aku melirik ke Celine yang duduk seorang diri sambil membaca buku, dia duduk di depan sendirian. Aku pikir, mana mungkin tuan putri seperti dirinya tidak ada yang mau menemani? Apakah dalam satu malam dia ikut dikucilkan oleh teman sekelasnya? Sepertinya iya, dia menjadi tumbal antara aku dan Mariska.
Saat ini aku merasa senang tapi juga tidak senang. Seolah-olah, semua anak kelas ini tidak bersalah padaku dan hanya aku yang perlu meminta maaf pada seorang temannya. Semua ini pasti sudah disetir oleh Jerico.
Dasar Jerico BERENGSEK!
Lihatkan sebesar apa aku membencinya?!
Aku menarik paksa tanganku dari genggaman Mariska, "Gue ke sini cuma mau minta maaf bukan mau temenan sama orang munafik macem lo. Lo bilang kita sama? Sori, gue gak perlu penunjang buat berdiri sendiri di sekolah ini. Jadi, gue harap ini terakhir kalinya gue denger lo nyamain level lo sama gue!"
Berteman dengan mantan teman dari orang yang sangat aku benci? Aku yakin, aku bisa mendapatkan sesuatu yang bisa membuat Celine terpuruk dari Mariska tapi aku tidak sudi bergaul dengan salah satu dari mereka. Daripada berteman dengan orang seperti Mariska lebih baik aku membeli seorang teman dengan uangku.
Itu pun kalau aku butuh, nyatanya aku tidak membutuhkan teman karena teman bisa meninggalkanmu di saat kau berada di kondisi terburukmu. Bahkan meski kau masih bermanfaat untuk mereka, bila ada orang yang lebih menjanjikan, teman juga akan melupakan namamu secepat angin. Intinya aku tidak percaya pada hubungan apapun.
Mariska terdiam mengatur air mukanya, tetapi aku tahu dia sangat jengkel oleh perkataanku. Semua anak kelas Jerico juga masih diam tidak mau ikut campur. Aku merasa tertekan.
Di situasi tegang begini, suara Jerico mengalir bagai air, "Bentar lagi bel masuk, ke kelas sekarang."
Itu ditujukan untukku. Dengan senang hati aku pergi tanpa menoleh ke belakang lagi.
***
"Gila sih. Jerico ngedidik Jennie keren banget! Tadi pagi gue denger dia minta maaf ke Mariska padahal dia sendiri milih bundir daripada minta maaf pas malem kejadian."
"Ssst! Jangan ada yang bahas masalah bundir Jennie!"
"Iya, iya. Terus katanya pas Jerico bilang Jennie suruh ke kelas, dia juga langsung nurut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Tiriku Villain
Teen FictionAda banyak alasan kenapa Jerico melakukan hal hina itu pada Jennie, akan tetapi Jennie tidak pernah sampai pada kesimpulan kalau ternyata Jerico sangat mencintai dirinya. Bahkan perasaan Jerico pada Jennie dimulai sedari mereka kecil. Saat Jerico te...