Yaaah aku kangen up, lagian nunggu 30 vote lama amit 😬😄
"Dari awal, itu om-om emang udah ngincer gue, sih. Dan elo cuma umpan karena gak mungkin gue biarin dia bawa lo pergi di depan mata gue sendiri," sambung Jerico, menunduk tidak mau menatapku.
Aku juga menunduk. Intinya adalah, aku membawa teman kecil satu-satunya yang aku punya ke kandang predator. Aku tertohok.
"Kalo gitu, apa kita ini sebenernya udah diintai sama orang itu?"
"Ya. Sekian tahun gue baru tau kalo orang itu emang suruhan musuh bisnis papah. Gue satu-satunya penerus Amartha Grup, kalau sampai gue jadi korban sodomi dan orientasi seks gue nyimpang setelah gue besar, keluarga Amartha bakal abis."
Kini aku benar-benar merasa simpati untuk Jerico, "Gue harap pelakunya udah mati."
Jerico menyeringai, "Harapan lo gak terkabul."
Aku menjadi penasaran, "Terus apa yang pelakunya dapet?"
Jerico membelai wajahku, "Gue."
Aku terkejut, melotot, "Maksud lo?"
Jerico mencium pipiku, "Setelah gue sembuh dari trauma, gue ambil alih orang itu dari tante gue. Dan dia nerima apa yang harus dia terima dari tangan gue sendiri. Hingga detik ini."
Seketika aku merinding. Jerico balas dendam. Aku yakin aku tidak akan mau mendengar apa yang sudah dia lakukan pada orang yang pernah merusak mental kanak-kanaknya.
Aku merasa aku harus minta maaf pada Jerico karena kebodohanku dulu. Aku takut dia juga dendam padaku soal itu lalu membuatku merasa lebih baik mati daripada hidup. Aku juga merasa bersalah.
Karena kenaifanku sewaktu kecil, Jerico jadi korban pedofil.
Aku bertanya lamat-lamat,"Lalu apa yang terjadi sama gue?"
Hening untuk waktu yang agak lama.
Jerico akhirnya menunduk saat bercerita, "Lo histeris sampe akhirnya bisa keluar dari mobil, kita cuma bertiga di dalem mobil dan orang cabul itu terlalu fokus ke gue. Gue gak tau apa yang terjadi setelah lo keluar dari mobil itu, cuma ... lo hampir kelindes mobil lainnya, gue liat lo dari kaca udah ... dipenuhin sama darah. Orang itu panik lalu bawa gue ngejauh dari jalan itu. Bu Susan nyelametin gue gak lama setelah itu."
Jadi, aku benar-benar tertabrak mobil dan hampir ... mati. Fakta ini tidak lebih mengejutkan dari ucapan Jerico selanjutnya. Sampai-sampai aku menggigil hingga ke tulang.
"Bertahun-tahun gue ngeyakinin diri sendiri kalo lo udah dapet karmanya, karena ninggalin gue sendiri, dengan cara ketabrak mobil," ucap Jerico sambil mengangkat wajah kembali, ekspresinya tampak bengis. "Gue percaya elo sekarat di rumah sakit untuk nebus kesalahan lo ke gue. Gue percaya semua itu untuk gak dendam, Jenn."
"Gue," aku gagap, "gue ...."
Jerico memukul-mukul keningnya seperti ingin mengeluarkan apapun yang mulai masuk ke pikirannya, "Gue takut, Jenn. Gue ketakutan setengah mati tapi kenapa lo malah keluar sendiri?"
Aku harus buru-buru memberinya penjelasan, "Gue gak tau! Mungkin saat itu gue juga panik dan kabur buat minta bantuan ke orang lain, Kak Rico."
Jerico berhenti memukul kepala, kini dia menatapku dengan tajam, bertanya ragu, "Apa lo yakin?"
Aku mengangguk, menelan ludah sebelum menjawab, "Kalo nggak, mana mungkin gue ngerasa bersalah ke elo sekarang?"
"Lalu," jeda Jerico pahit. "Kenapa lo tutup lagi pintunya dan bukannya narik tangan gue buat keluar sama elo, Jenn? Kenapa, Jennn?"
Dengan mulut sedikit terbuka, aku menggeleng-geleng kepala panik. Apakah benar aku setega itu pada Jerico kecil?
"Elo ngorbanin gue demi keselamatan diri lo sendiri," tandas Jerico dengan nada putus asa meski tampangnya masih bengis sekali.
Aku tidak! Aku ... iya.
Aku menelan ludah kering, dihadapkan pada fakta bahwa aku memang orang yang egois.
Aku semakin tergugu membisu. Hanya karena diiming-imingi akan jadi artis oleh orang tidak dikenal, temanku malah ikut sengsara karena kebodohanku. Dan aku tidak memedulikannya.
Bahkan jika kejadian itu berlangsung sekarang pun, sepertinya aku akan melakukan hal yang sama ketika aku masih kecil. Karena bagiku tidak ada yang lebih penting dibanding diriku sendiri. Pantas saja ketika Jerico marah padaku, tidak pernah ada belas kasih di matanya untukku. Karena aku juga demikian.
"Gue selalu ingin ngelindungin elo, saat kita masih kecil atau bahkan saat gue batalin rencana Kevin," bisik Jerico serak. "Tapi elo selalu jadi penjahat buat gue."
Aku mengelak, mengalihkan pandangan ke arah lain, "Cerita lo gak valid. Pelakunya orang suruhan musuh Papah Hendra dan gue masih belum inget kejadian itu."
Jerico terkekeh lirih. Walau begitu aku tertusuk oleh pandangannya yang menuduhku lepas tanggung jawab seperti saat kami masih kecil. Dia sudah berusaha keras menceritakan apa yang dia takutkan dan aku tetap saja lepas tangan.
Kami terdiam cukup lama. Jerico sama sekali tidak bergerak. Aku tidak tahu dia sedang memikirkan apa.
Jerico yang tenang yang paling kutakutkan. Aku harus mengalihkan perhatiannya dari kemungkinan dia ingin membalas dendam padaku, meski dia bilang bahwa melihatku tertabrak mobil adalah sebuah balasan yang pantas aku terima. Walau pada akhirnya dia juga merudapaksaku, itu adalah hal lain.
Aku terpikirkan sesuatu, "Jadi karena ini lo gak pernah muncul lagi di depan gue?"
Jerico mengembuskan napas panjang, "Coba lo inget-inget lagi pas lo di rumah sakit. Gue ada di depan mata lo tapi elo bahkan gak ngenalin gue. Gue kecewa sekaligus sedih. Tante gue, dari pihak ibu, bawa gue ke luar negeri buat ngelakuin pengobatan. Sampai saat gue umur sepuluh, gue ngerasa lebih nyaman tinggal bareng tante daripada sama papah. Tapi akhirnya papah ngerahin kekuatannya biar gue pulang ke Indo, setelah lima tahun gue gak pernah ketemu papah lagi."
Dipastikan bahwa keluarga mendiang ibu Jerico bukan dari kalangan biasa bila Papah Hendra saja butuh usaha untuk memulangkan anaknya kembali ke pangkuannya. Entah sedalam apa juga trauma yang dialami Jerico hingga bertahun-tahun di luar negeri, bahkan sampai tidak mau pulang. Hanya saja itu berarti, pada saat itu dia sudah sembuh dan mungkin melupakan aku.
Jerico lebih suka di luar negeri, katanya. Entah mengapa aku merasa sedikit tidak terima.
"Sebenernya, elo dibawa ke mana?"
"Jepang."
Lagi-lagi aku terdiam. Aku mulai menyambungkan satu benang dengan benang lainnya. Putri pernah satu TK denganku dan Jerico. Lalu pindah ke Jepang.
Apakah di negeri sakura itu Jerico dan Putri bertemu lagi? Jadi, cinta pertama kakak tiriku adalah PUTRI?!
Lalu mengapa Putri terlihat baik-baik saja? Bukannya kata Jerico, dia akan melakukan segala cara kotor agar mendapatkan cinta masa kecilnya? Aku sungguh tidak habis pikir kalau ternyata alasan sakit hati Jerico adalah karena Putri lebih memilih cintanya pada Kevin.
Ini sungguh gila. Hanya saja kini aku tidak mau gegabah atau aku akan tampak semakin bodoh di matanya. Aku akan mencari ruang rahasia di kamarku lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Tiriku Villain
Teen FictionAda banyak alasan kenapa Jerico melakukan hal hina itu pada Jennie, akan tetapi Jennie tidak pernah sampai pada kesimpulan kalau ternyata Jerico sangat mencintai dirinya. Bahkan perasaan Jerico pada Jennie dimulai sedari mereka kecil. Saat Jerico te...